Berabad-abad lamanya suku bangsa Batak hidup terasing di sekitar Danau Toba. Pergaulan suku bangsa Batak dengan suku-suku bangsa Indonesia lainnya di zaman dahulu tidak banyak. Suku bangsa Batak mendiami dataran-dataran tinggi dan lembah-lembah pegunungan antara daerah Aceh dan Minangkabau. Dapat dikatakan bahwa suku bangsa Batak dahulunya adalah suku bangsa yang terisolasi. Isolasi suku bangsa Batak mempunyai segi keuntungan dan kerugian.
Keuntungannya ialah bahwa banyak sekali adat istiadat, seni dan budaya serta susunan masyarakat terpelihara baik hingga sekarang. Kerugiannya ialah bahwa sebelum datangnya penjajahan Belanda suku bangsa Batak agak ketinggalan dari suku-suku bangsa yang berdiam di sebelah pantai kepulauan Indonesia.
Suku bangsa Batak sebagai suku bangsa pedalaman menumpahkan perhatiannya terhadap pertanian . Adat istiadat berhubungan erat dengan usaha pertanian. Penduduk hidup dalam suasana gotong royong dan sebelum melakukan sesuatu sangat mengutamakan musyawarah. Rasa kekeluargaan amat erat dan silsilah sangat dipelihara sebab silsilah itu juga memupuk rasa solidaritas.
Seni dan Budaya merupakan salah satu peninggalan nenek moyang bangsa Batak yang masih terpelihara dengan baik. Salah satunya yaitu Seni musik. Diantaranya ialah “Gondang Bolon” yang dikenal masyarakat Batak sekarang.
Beberapa abad yang lampau sebelum “GONDANG BOLON” muncul rakyat batak telah lebih dahulu mempunyai alat musik tradisi yaitu “GONDANG HASAPI”. Saat itu Gondang Hasapi dipakai rakyat Batak khususnya Batak Toba untuk pesta yang sangat Ritual, misalnya melayani orang yang kesurupan, mengobati orang sakit, menjauhkan roh jahat dll. Gondang Hasapi terdiri dari: Hasapi (Kecapi – Kayu & Senar Besi), Sarune Etek (Serunai Kecil – Kayu), Sulim (Seruling – Bambu), Garantung (Gerantung – Kayu), Hesek (Beat – Kayu).
Gondang Hasapi muncul bermula dari para penjaga padi di sawah yang ingin menghibur dirinya menghilangkan kejenuhan dengan bermain musik yang diciptakannya sendiri. Ketika sedang menjaga padinya, diambilnya daun “Alo-Alo” (dalam bahasa Batak) dibelah-belah/ disobeki menjadi seperti benang. Kemudian kedua ujungnya diikat pada 2 buah bambu yang berjauhan antara ujung yang satu dengan ujung yang lain. Setelah itu dipetik seperti sebuah gitar, itulah sebagai Hasapi (kecapi). Kemudian diambil sebatang padi untuk dijadikan sarune (serunai). Kemudian diambil lagi bambu yang sudah dikupas/ dikuliti. Pada kedua ujung kulit bambu diganjal dengan kayu seperti kecapi tadi. Itulah sebagai Ogung (Gong) yang dimainkan dengan cara dipukul dengan menggunakan kayu yang berfungsi sebagai bass dan terdiri dari 3 buah dengan nada yang berbeda.
Seiring dengan berkembangnya zaman, peralatan yang digunakanpun berkembang pula menjadi lebih baik mengikuti zaman. Ogungnya bukan dari kulit bambu lagi tetapi diganti dengan Garantung (Gerantung) yang dibuat dari kayu pohon Mahoni menyerupai kolintang. Setelah itu kecapipun mengalami perubahan, sudah dapat dibuat dari batang kayu seperti yang ada pada saat ini. Sarune dari batang padi diganti lagi dengan batang bambu dan berkembang lagi dibuat dari kayu seperti yang ada sekarang dan disebut Sarune Etek (Serunai Kecil). Sebagai pembawa beat atau metronome digunakanlah 2 buah kayu yang dimainkan dengan cara dipukul dan disebut dengan Hesek. Untuk lebih harmonis kemudian ditambahkan sulim (seruling) dari bambu sebagai melodi dan kecapi berfungsi sebagai rhytm terkadang sebagai ogung. Pada saat ini kecapi mempunyai fungsi yang lebih luas, bisa sebagai melodi, sebagai rhytm dan sebagai ogung. Dan Garantungpun juga sudah berfungsi lebih luas sebagai melodi dan bisa juga sebagai Bass.
Demikianlah masyarakat Batak menyebutnya “GONDANG HASAPI”.
Gondang Hasapi kemudian mengalami perkembangan lagi menjadi “Gondang Bolon” yang terdiri dari Sarune Bolon (Serunai Besar – Kayu), Tagading dan Gordang (Gendang – Kayu), Ogung / Oloan, Ihutan, Panggora, Doal (Gong – Besi/ Tembaga), Hesek (Beat – Kayu). Tagading dan Gordang dibuat untuk menggantikan Garantung yang dibuat dari batang bambu yang besar ditutup dengan kulit kambing, sebagai talinya digunakan ijuk. Kemudian dikembangkan lagi dibuat dari Batang pohon nangka dan ditutupi kulit sapi atau kerbau dan talinya dibuat dari rotan. Begitulah sampai saat ini disebutlah Tagading untuk ukuran yang lebih kecil yg berjumlah 5 buah yang berfungsi sebagai melodi mangikuti sarune bolon dan Gordang untuk ukuran yg lebih besar hanya 1 buah yang berfungsi sebagai Rhytm. Sarunenya dibuat dari bambu yang lebih besar dan panjang daripada sarune etek kemudian berkembang lagi dibuat dari bagian tengah pohon “Jior” (dalam bahasa Batak) sampai dengan saat ini. Mereka menamakannya Sarune Bolon karena ukurannya yang lebih besar dari Sarune Etek dan berfungsi sebagai melodi. Ogung digantikan dari Garantung menjadi gong dari besi atau tembaga seperti yang ada pada saaat ini yang berfungsi sebagai Bass atau Rhytm terdiri dari 4 buah yaitu: Oloan, Ihutan, Panggora dan Doal. Oloan dan Ihutan sebagai Bass yang bernada Do untuk Oloan dan Re atau Ri untuk Ihutan. Sedangkan Doal dan Panggora sebagai Rhytm. Doal bernada Mi dan Panggora bernada Sol.
Gondang Hasapi ataupun Gondang Bolon mempunyai Notasi yang sangat unik, penuh improvisasi dan tingkat kesulitan yang sangat tinggi. Pada umumnya rakyat Batak kurang yakin bahwa Gondang Hasapi yang saat ini telah dikembangkan lagi menjadi Gondang Bolon dapat diiringi oleh Musik Modern yang ada pada saat ini.
Nenek moyang Bangsa Batak tidak mengenal Notasi, Birama dll. Tapi mereka mempunyai perbendaharaan lagu yang sangat banyak yang diteruskan secara turun temurun. Lagu-lagu tersebut mempunyai Judul dan arti tersendiri serta ciri khas masing-masing. Misalnya Gondang Mula-Mula, Gondang Embas-Embas, Gondang Panogu-nogu Ni Horbo, Gondang Na Marhula Boru, Gondang Hasahatan dll.
Sekarang bangsa Batak bukan lagi bangsa yang terisolasi. Suku bangsa Batak sekarang jauh berbeda dengan masa lalu. Seiring dengan berkembangnya zaman musik batakpun ikut terimbas di dalamnya. Rakyat Batak sudah hampir mulai melupakan musik tradisinya yang bernilai seni sangat tinggi. Ini dipengaruhi oleh adanya musik-musik modern saat ini. Banyak orang Batak yang tidak mengerti tentang Gondang Bolon dan Gondang Hasapi, apalagi generasi muda Batak saat ini terutama yang lahir diperantauan, hampir dipastikan tidak mengerti sama sekali dan tidak mau mengerti.
Untuk itu melalui tulisan ini saya sebagai putra Batak yang besar diperantauan terpanggil untuk mencoba menggalinya kembali lewat iringan Musik Modern agar lebih enak di dengar dan lebih mudah dimengerti sehingga masyarakat Batak terutama generasi muda dapat lebih mencintai musik tradisionalnya sendiri.
Musik yang saya perkenalkan “BUKAN MUSIK UNING-UNINGAN” seperti yang dikenal oleh masyarakat Batak saat ini. Jenis musik ini saya beri nama “GOHAM” yang merupakan singkatan dari “GONDANG HASAPI MODERN” yang lagu-lagunya merupakan lagu-lagu Gondang yang usianya sudah ratusan tahun. Harapan saya GOHAM ini bisa menjadi populer menjadi Genre Musik baru di Indonesia. Kami ingin memberikan sesuatu yang lain bagi pencinta musik Indonesia dan di dunia dengan harapan musik tradisional Batak dapat dikenal di seluruh dunia sebagaimana Populernya Danau Toba di dunia Internasional.
Media massa merupakan salah satu pendukung utama agar musik tradisional ini dapat dikenal oleh masyarakat luas baik di dalam maupun di luar negeri. Untuk itu kami berharap melalui tulisan ini kiranya makin banyak masyarakat yang peduli dengan musik Batak.
Adapun tujuan dibuatnya tulisan ini yaitu untuk memperkenalkan kembali Gondang Hasapi dan Gondang Bolon kepada seluruh lapisan masyarakat Batak, masyarakat Indonesia dan Internasional melalui iringan musik modern “GOHAM”, memberikan pengetahuan dan informasi tentang Sejarah Musik Tradisional Batak baik itu Gondang Hasapi maupun Gondang Bolon melalui iringan musik modern “GOHAM”, untuk mempromosikan musik tradisional Batak kepada masyarakat di dalam maupun di luar negeri.
Demi kemajuan seni dan budaya masyarakat Batak khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya perlu adanya inovasi dan kreatifitas dari seluruh elemen masyarakat. Semoga langkah dan tujuan GOHAM ini menjadi menjadi positif dan dapat menambah wawasan musik masyarakat Batak khususnya dan dapat dijadikan bahan perenungan dan motivasi generasi muda Batak untuk terus mengembangkan bakat dan kreasinya khususnya di bidang Seni Musik.
Penulis
Isran Panjaitan
Sumber:
http://isranpanjaitan.wordpress.com/2009/04/11/gondang-hasapi-modern/
No comments:
Post a Comment