Monday, April 30, 2012

SIMBOLON DI TENGAH PELESTARIAN BUDAYA


SIMBOLON DI TENGAH PELESTARIAN BUDAYA



Tortor atau tarian, bagian dari kebudayaan dan kebudayaaan adalah jati diri suatu bangsa. Suatu bangsa diperbedakan dari yang lain melalui kekhasan kebudayaannya. Tatkala simbol-simbol kebudayaan lokal Indonesia dipakai sebagai salah satu elemen iklan pariwisata Malaysia, reaksi keras masyarakat Indonesia bermunculan yang didasari oleh rasa cinta sekaligus kekhawatiran masyarakat akan hilangnya kebudayaan tradisional mereka.

Litbang Harian Kompas pernah melakukan jajak pendapat terhadap 866 responden, menghasilkan mayoritas responden (97,6 persen) menyatakan amat bangga dengan kebudayaan lokal yang mereka miliki. Bahkan, rasa bangga yang mereka ekspresikan ini sejalan pula dengan opini mereka (99,3 persen) menyatakan perlunya melestarikan produk budaya Indonesia. Artinya, dari sisi penyikapan masyarakat, tidak ada yang patut dikhawatirkan dengan ancaman akan tergerusnya produk budaya negeri ini akibat pola penyikapan warganya.
Sikap keras dan rasa bangga yang mereka ekspresikan itu tidak serta-merta menunjukkan interaksi masyarakat yang intens dengan produk-produk budaya lokal mereka sendiri. Dengan kata lain, di tataran praksis, masyarakat sendiri sebenarnya tidak banyak mengenali dan mempraktikkan kebudayaan lokal mereka sendiri.
Dari 866 responden yang berhasil dihubungi, sebagian besar mengakui hanya tahu sedikit tentang tarian (67,8 persen), musik dan lagu (68,8 persen), pakaian (67,8 persen), masakan (53,3 persen), ataupun obat-obatan tradisional (54,3 persen) yang menjadi kekayaan budaya negeri ini.
Pengetahuan minim tentang kebudayaan lokal, dibarengi dengan pengakuan mereka secara umum dalam mempraktikkan kebudayaan lokal mereka. Misalnya, perilaku memakai pakaian tradisional dinyatakan oleh 67,9 persen responden. Pengalaman menceritakan dongeng dari daerah di Indonesia diakui oleh 65,4 persen responden jarang dilakukan masyarakat. Sejauh ini, hanya dua produk budaya tradisional yang terdaftar di badan PBB, UNESCO, wayang kulit (2003) dan keris (2005).
Kesenian Reog Ponorogo yang sempat ramai dibicarakan masyarakat berkaitan klaim Malaysia pada tahun 2007 hanya sebatas didaftarkan di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia pada tahun 2004. Masyarakat begitu tersentak oleh berita bahwa batik dan kreasi ataupun salah satu formula teknologi pembuatannya terpatenkan oleh negeri jiran.
Tidak mengherankan jika kenyataan ini membuat hampir semua responden (95 persen) berpendapat, pemerintah perlu segera secara serius melindungi eksistensi produk budaya lokal ini dengan mematenkan produk-produk budaya lokal di lembaga internasional.
Agenda tetap dan berkelanjutan
Alangkah indahnya jika setiap daerah memiliki agenda tetap dan berkelanjutan untuk keriaan besar kebudayaan itu dalam media massa. Durasinya, masing-masing bisa selama seminggu atau sebulan. Selain bisa terus-menerus berdenyut memberi penyadaran kepada masyarakat akan kuantitas dan kualitas kekayaan budayanya, juga bisa dijadikan sebagai komoditas wisata domestik dan mancanegara.
Kegiatan itu tidak hanya menjadi acara yang menghabiskan anggaran, melainkan menjadi adrenalin bagi kegiatan ekonomi yang menguntungkan dan bisa dinikmati oleh banyak sektor usaha masyarakat. Dengan demikian, seluruh untaian mutiara di Khatulistiwa dari Sabang sampai Merauke, akan tampak berkelap-kelip memancarkan gairah pesona masing-masing sepanjang masa.
Di Ibu Kota, hal serupa wajib diselenggarakan. Area Taman Mini Indonesia Indah bisa diubah menjadi Taman Besar Indonesia Indah. Setiap daerah/anjungan bisa secara bergilir mengadakan perhelatan selama sebulan -misalnya Festival Budaya Batak dan lain-lain- dengan memanfaatkan seluruh kawasan.
Jika dipromosikan secara luas, didukung segenap lapisan masyarakat, termasuk para sponsor dan pebisnis, acara semacam itu niscaya memiliki gaung ke segala arah, menumbuhkan kebanggaan dan memperkuat jati diri suku bangsa.
Tak cukup hanya dengan cogito ergo sum. Hanya dengan bekerja, maka kita ada. Untuk itu, mungkin perlu dibentuk lembaga swadaya masyarakat semacam “Lembaga Pewaris Budaya Bangsa” atau “Lembaga Pewaris Budaya Batak” (Khusus untuk orang Batak), yang melibatkan seluruh komponen masyarakat yang peduli dan mau bekerja untuk memajukan kebudayaan.
Politik Kebudayaan Kita
Munculnya aneka protes sebagai bentuk ketersinggungan atas klaim produk-produk kebudayaan kita oleh Malaysia seharusnya segera memicu perlunya dipikirkan kembali hal-hal mendasar atas politik kebudayaan kita. Hendak diarahkan ke mana kebudayaan bangsa ini?
Berbagai kebudayaan yang sudah sejak dulu dan melekat ke dalam identitas Indonesia tidak lepas dari proses interaksi dengan pengaruh-pengaruh bangsa-bangsa lain. Tidak ada produk budaya yang murni hadir tanpa proses interaksi dengan yang lain. Menjadi khas saat ada tafsir yang estetis diwujudkan ke berbagai bentuk produk kebudayaan. Lokalitas itulah yang otentik.
Meski pernah didefinisikan, kebudayaan nasional puncak dari kebudayaan-kebudayaan daerah, bukan berarti ditafsirkan sebagai homogenisasi atas produk-produk kebudayaan lokal. Indonesia hanya merangkai suatu mosaik khazanah kebudayaan yang kaya, Bhinneka Tunggal Ika.
Reorientasi pola pikir
Satu peninggalan berharga atas Polemik Kebudayaan 1930-an melibatkan Sutan Takdir Alisjahbana, Sanusi Pane, Sutomo, Ki Hadjar Dewantara, Purbatjaraka dan lainnya, mengajarkan kepada kita pentingnya pola pikir kebudayaan yang tepat bagi bangsa kita yang plural ini.
Polemik kebudayaan perlu dilanjutkan, setidaknya untuk merangsang progresivitas pemikiran kebudayaan kita sebagai bangsa yang harus lebih maju. Bahaya besar akan muncul jika soal-soal gagasan kebudayaan tidak lagi didiskusikan secara terbuka dan merangsang suatu pemikiran terobosan bagi bangsa yang saat ini banyak dirundung masalah ini. Polemik kebudayaan itu jangan hanya disimpan di laci sejarah.
Jika kesadaran kebudayaan (maknanya lebih luas ketimbang kesenian) tertanam di benak kita sebagai bangsa yang besar dan punya banyak potensi, setidaknya upaya untuk menemukan kembali orientasi kita sebagai bangsa yang digagas oleh pendirinya berdasarkan falsafah Pancasila tidak sulit.
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik mengatakan, sekarang ini saatnya membangun karakter bangsa melalui nilai-nilai budaya. Karya-karya budaya bangsa itu harus diusahakan agar masuk dalam akar kehidupan kita.
Setelah Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menetapkan wayang, keris, dan batik Indonesia sebagai Warisan Budaya Dunia, menjadi tugas kita agar nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya bisa menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.
Tugas kita sekarang tidak hanya melestarikannya, tetapi bagaimana mengusahakan agar nilai-nilai budaya itu menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Tugas kita bagaimana agar karya-karya budaya bangsa itu masuk ke akar kehidupan masyarakat. Itu tidak mudah, tetapi tugas itu niscaya amat penting dan mulia.
Pengakuan MURI (Museum Rekor Indonesia) terhadap tortor Batak yang diselenggarakan Punguan Simbolon dohot Boruna Indonesia (PSBI) yang diikuti oleh sekitar 7.000 (tujuh ribu) orang penari di Istora Senayan 25 Juli 2010 lalu menunjukkan kecintaan Masyarakat Batak terhadap budayanya tanpa harus mendaftarkan diri ke UNESCO. Dilanjutkan lagi dengan Manortor Tandok Boras di Lapangan Benteng Medan oleh lebih seribu orang wanita Batak pada tanggal 10 Juli 2011 lalu. Tortor atau tari ini digelar dalam rangka memperingati Hari Ulang tahun Punguan Simbolon dohot Boruna Indonesia (PSBI) dan memperoleh penghargaan MURI (Museum Rekor Indonesia).
Tari kolosal ini tidak sekedar show of force, tetapi merupakan misi PSBI dalam rangka melestarikan nilai-nilai luhur budaya Bangsa di kalangan orang Batak sekaligus menunjukkan masih tingginya kecintaan masyarakat Batak akan budayanya. Effendi MS Simbolon mengatakan, kecintaan dan rasa memiliki terhadap budaya lokal harus diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bukan hanya mengaku tanpa aksi nyata.
Menurut hemat saya, pemerintah perlu memberikan apresiasi dan penghargaan kepada pelaku-pelaku pelestarian budaya seperti Effendi MS Simbolon sebagai tokoh muda yang peduli dengan pelestarian budaya lokal.
Dengan upaya pelestarian budaya yang dilakukan Marga Simbolon, diharapkan ada marga lain seperti marga Siahaan, Panjaitan, Simanjuntak mau mengikutinya. Kekayaan budaya kita menjadi asset bisa dijual untuk memajukan kepariwisataan dan menghasilkan secara ekonomis sekaligus sebagai alat peningkatan kesejahteraan bersama. Masyarakat Batak tercatat sangat antusias dengan budayanya, tapi bagaimana para tokoh budaya Batak menanamkan nilai-nilai luhur itu bersemayam di lubuh hati setiap orang Batak.
Kepedulian Pemerintah
Mencermati sejumlah kasus besar yang terjadi sepanjang tahun 2009, seperti kasus Proyek Pusat Informasi Majapahit di Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur dan kasus munculnya tari pendet dari Bali dalam iklan pariwisata Malaysia yang menimbulkan berbagai reaksi di Tanah Air, seperti menegaskan betapa keperdulian pemerintah terhadap budaya masih minim.
Terlepas dari persoalan mematenkan budaya lokal, keperdulian pemerintah baru sebatas mengejar sertifikat sebagai warisan budaya dunia, seperti untuk wayang, keris dan batik. Menjadi pertanyaan, setelah sertifikat itu didapatkan, mau dibawa ke mana kekayaan khazanah budaya bangsa ini? Bagaimana dengan budaya/seni tradisi di banyak daerah yang kini keberadaannya mencemaskan dan terancam punah? Terlalu panjang diurai mengapa kondisi seperti itu terjadi. Keberpihakan pemerintah terhadap kesenian tradisi/budaya lokal masih setengah hati. Terbukti dengan relatif kecilnya anggaran untuk pembinaan seni tradisi tersebut.
Belajar dari asing
Selama ini, pihak asing begitu perduli dengan khazanah budaya Indonesia. Jangan heran, di beberapa kesenian tradisi, orang kita belajar pada pihak asing.
Salah satu hasil kebudayaan kita sudah lama menjadi perhatian orang asing adalah naskah. Naskah-naskah dari Kepulauan Nusantara kini tersimpan di beberapa perpustakaan di sejumlah negara di dunia, seperti Belanda, Inggris, Perancis, Portugal, Jerman, Denmark, Australia dan Rusia. Naskah-naskah Nusantara itu dijaga dengan baik di luar negeri. Mereka sadar sekali, the knowledge is power.
Sekarang terdapat puluhan ribu, bahkan mungkin ratusan ribu lagi, naskah-naskah yang masih tersebar di masyarakat di berbagai daerah di Indonesia. Minat bangsa asing terhadap naskah-naskah Indonesia tetap tinggi. Di Indonesia sendiri terjadi hal sebaliknya, jangankan menambah koleksi naskah (atau mereproduksinya dari masyarakat), naskah-naskah yang tersimpan di perpustakaan saja sering hilang.

Oleh : Drs. Anthon Simbolon, Msi. Penulis: Sekjen Punguan Simbolon dohot Boruna Indonesia (PSBI) tinggal di Cikeas-Bogor.
sumber: http://analisadaily.com

Selamatkan Danau Toba, Tanam 150 Ribu Pohon di Lahan Kritis


Selamatkan Danau Toba, Tanam 150 Ribu Pohon di Lahan Kritis


Sumber : Metro Siantar
Dari Acara Perempuan Peduli Danau Toba di Nagori Tigaras Kecamatan Dolok Pardamean
Selasa (1/12) sekira pukul 09.30 Wib, Tugu Perjuangan di Nagori Tigaras Kecamatan Dolok Pardamean, Simalungun mendadak ramai. Tiga ratusan orang dari latarbelakang berbeda sudah bersegera hendak menanam pohon di salah satu kaki bukit di nagori penghasil bawang itu. Bakal ditanam 150 ribu batang pohon di sekeliling Danau Toba, mengganti pepohonan yang pernah ditebang secara liar atau yang terbakar.
Alvin Nasution, Simalungun
Acara seremonial penanaman pohon ini digagas oleh para pecinta lingkungan yang menamakan diri Komunitas Selamatkan Danau Toba atau lebih dikenal Save Lake Toba Community (SLTC). SLTC lahir dari pertemanan di dunia maya, lalu mendirikan grup di Facebook setelah mendapati semakin parahnya kerusakan hutan di kawasan-kawasan sekitar Danau Toba. Pohon sekenanya ditebang. Members SLTC sendiri sudah melebihi angka 3.000.

Ada tujuh orang dari SLTC di acara itu—lima di antaranya datang langsung dari Jakarta. Jhon F Hutahean, Karyanta Sinulingga, Charlie Sianipar, R Tupal Hutagalung, Natasya Siahaan, Dini Pohan, dan Annete. Turut hadir wakil Bupati Simalungun Pardamean Siregar dan segenap kepala dinas, Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Simalungun, Persatuan Istri Tentara (Persit), PKK, tokoh masyarakat, pelajar, dan masyarakat. Ikut nimbung Tongam Sirait musisi Batak asal Tiga Raja Parapat pencipta lagu Come To Lake Toba.

Kegiatan penanaman pohon ini betajuk Perempuan Peduli Danau Toba. Tak heran jika yang hadir pada acara tersebut sebagian besar adalah kaum perempuan. Penanaman pohon sendiri dilakukan sekitar pukul 10.00 Wib, atau molor dari jadwal semula pukul 09.00 Wib. Wakil Bupati Simalungun Pardamean Siregar bersama segenap unsur muspida dan organisasi wanita dan pelajar secara bersama-sama menanam pohon di kaki bukit persis di depan Tugu Perjuangan di Nagori Tigaras.
Jhon F Hutahean mengatakan, SLTC telah memutuskan bekerja untuk kemajuan pendidikan dan penyelematan lingkungan, terutama di kawasan Danau Toba. SLTC, tambah Hutahean, berupaya menyelamatkan ekologi Danau Toba serta mengembangkan wisata berbasis alam.

“Namun berdasarkan pengalaman banyak organisasi dan lembaga yang sudah terlebih dahulu bekerja untuk penyelamatan Danau Toba, SLTC melihat pentingnya keterlibatan komunitas lokal dalam setiap program yang dijalankan. Tanpa mereka, program tak akan berjalan sesuai harapan,” katanya.
Dilanjutkannya, untuk jangka pendek, SLTC menggagas beberapa program yang dibungkus dengan sebuah kampanye berjudul Clean up the lake and Green up the Land. “Sesuai namanya maka program ini akan meliputi pembersihan Danau Toba dari eceng gondok maupun limbah rumah tangga. Selain itu dijalankan program-program penghijauan kembali kawasan Danau Toba,” kata PNS yang bertugas di DPR RI ini.

Sementara Karyanta Sinulingga menambahkan, program jangka panjang SLTC adalah mengambil peran sebagai watcdog bagi kebijakan publik yang terkait dengan lingkungan Danau Toba serta berperan dalam kegiatan konservasi lingkungan seperti konservasi air, konservasi daerah hulu Danau Toba.

“SLTC juga akan mengembangkan perangkat lunak dan perangkat keras bagi pendidikan lingkungan yang dapat mencapai masyarakat di daerah pedesaan, membiayai riset serta melakukan pengawasan kualitas dan kuantitas air Danau Toba secara berkelanjutan,” kata Karyanta, manager di salah satu perusahaan di Jakarta dan juga menjadi konsultan salah satu produk air mineral.

Sementara Natahasya Siahaan mengatakan, SLTC mendapatkan bantuan 150 ribu pohon untuk ditanam dari Departemen Kehutanan, Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu, dan Aliansi Perempuan untuk Pembangunan Berkelanjutan (APPB). Keseluruhan pohon akan ditanam bertahap di kawasan-kawasan yang dikelilingi Danau Toba seperti di Simalungun, Samosir, Karo, dan Tapanuli Utara.

“Di Jakarta Ibu Ani Yudhoyono yang mencanangkan Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Pohon. Digalakkan juga penanaman satu orang satu pohon. Kita kemudian melanjutkan program tersebut di sekitaran Danau Toba.

Terpisah, Wakil Bupati Simalungun Pardamean Siregar mendukung sepenuhnya kegiatan SLTC untuk menyelamatkan Danau Toba dari kerusakan.

“Pemkab Simalungun akan mendukung sepenuhnya program-program untuk menyelamatkan lingkungan. Kita juga mengimbau agar masyarakat bisa lebih peduli terhadap lingkungan,” kata Pardamean.

Sedangkan Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Simalungun Amran Sinaga, didampingi Sekretarisnya Ir Jan Waner MSi mengatakan program tersebut adalah salah satu upaya guna mengembalikan fungsi asli lereng perbukitan Tigaras sebagai daerah serapan air Danau Toba. Ketepatan, kegiatan ini bersamaan dengan pencangan program nasional perempuan menanam dan merawat pohon.
Acara tanam pohon itu sendiri dihibur oleh Tongam Sirait dengan menembangkan tiga lagu yang berkaitan dengan kecintaannya terhadap Danau Toba. Seperti My Lake, Tapature, dan Taringot Au. Usai makan siang, komunitas SLTC bergerak ke Tongging Kabupaten Karo untuk kembali menanam pohon. (dilengkapi Edwin Garingging)


Sumber:

Selamatkan Danau TOBA!!


Selamatkan Danau TOBA!!


Diposkan oleh Wienz (Winarno Adhi Prasetyo) di 08:33 Senin, 25 Juli 2011
Danau Toba, siapa yang tidak mengenal danau luas yang ada di dataran tinggi Karo di Provinsi Sumatera Utara? Setiap orang yang telah datang ke dataran tinggi Karo tidak lengkap rasanya apabila tidak mengunjungi Danau Toba. Danau yang luas tersebut membentang dari Balige di selatan sampai Tongging di utara sepanjang 100 km, dengan lebar 30 km. Dengan pemandangannya yang indah, Danau Toba telah sejak lama menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.

Di tengah danau ini ada pulau yang namanya Pulau Samosir. Konon menurut legenda beberapa marga Batak yang berasal dari Pulau Samosir, seperti marga Sidabutar, Pulau Samosir adalah pulau dimana semua keturunan Batak berasal, entah sampai dimana kebenaran dari legenda tadi. Yang jelas, marga Sidabutar berasal dari Pulau Samosir ini.

Menurut catatan geologis dari Wikipedia, Danau Toba sebenarnya adalah kaldera raksasa hasil letusan gunung api purba yang meletus lebih dari 75.000 tahun yang lalu, yang kemudian membentuk danau, sedangkan puncak gunung api tersebut sudah punah karena letusan besar yang terjadi pada masa lalu. Kaldera itu kemudian terisi air dan menjadi danau seperti kita lihat sekarang ini.

Dengan topografi yang curam pada hampir semua sisi sekitar danau, maka dengan sendirinya semua aliran dari daerah tangkapan air sekeliling danau masuk ke dalam danau, sehingga Danau Toba amat rentan terhadap pencemaran limbah rumah tangga, maupun limbah dari kegiatan pertanian dan peternakan dari permukiman di sekelilingnya. Untuk mengurangi beban limbah rumah tangga yang mengalir ke danau, maka diperlukan pengolahan limbah pada kota-kota sekitar Danau Toba. Di Parapat sendiri sudah ada pengolahan limbah yang dibangun pemerintah pusat, tapi sayang belum secara optimal dimanfaatkan.

Upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk mengurangi beban limbah tersebut, antara lain dengan membangun instalasi pengolahan limbah di setiap kota dan permukiman sekeliling Danau Toba. Upaya yang tidak mudah dan tidak murah. Namu, dengan dukungan semua fihak, berbagai kendala tersebut mestinya bisa diatasi, agar kelestarian dan keindahan Danau Toba tetap terjaga dengan baik.

Tidak hanya limbah permukiman, limbah pertanian serta peternakan babi juga perlu diperhatikan agar tidak mencemari Danau Toba. Dalam kaitan ini, upaya dari Yayasan Perkumpulan Pencinta Danau Toba yang diketuai Prof. Midian Sirait itu sudah banyak melakukan upaya penyelamatan, antara lain dengan menghimbau pemerintah provinsi Sumater Utara untuk melakukan tindakan tegas terhadap masyarakat dan perusahaan-perusahaan bermodal besar yang menanamkan modalnya dalam bisnis peternakan di sekitar Danau Toba.

Mengingat bahwa Danau Toba dikeliling oleh tujuh Kabupaten, para bupati diharapkan tunduk kepada Peraturan Daerah yang menyangkut ekosistem danau Toba. Jika ego para bupati hanya sekedar untuk mendapatkan keuntungan ekonomi sesaat, maka Danau Toba akan tinggal kenangan.

Mana yang akan anda pilih, keuntungan ekonomi sesaat atau masa depan Danau Toba?

Sumber:

Selamatkan Danau Toba Dari Jauh


Selamatkan Danau Toba Dari Jauh


Sabtu, 20 Juni 2009 00:00
Humto Jaya Marbun
Setengah dari 250  ribu hektar lebih daerah tangkapan air Danau Toba telah menjadi lahan kritis.
Pohon di sekitar danau terbesar di Indonesia itu banyak yang telah habis ditebang.
Ratusan orang pecinta danau itu tergerak melakukan usaha penyelamatan danau.
Tapi sayang mereka tak berada di dekat danau itu.
Mereka berada di Jakarta.
Lalu bagaimana mereka menyelamatkan danau itu dari jauh?

Sedikitnya 500 orang pecinta Danau Toba berkumpul di Jakarta. Mereka mendeklarasikan Komunitas Selamatkan Danau Toba. Awalnya, semua orang ini hanya bersua melalui dunia maya di salah satu grup situs pertemanan facebook.com. Juru bicara Komunitas Selamatkan Danau Toba, Ronald Tumpal Hutagalung, mengatakan tak mau larut hanya sekadar diskusi di dunia maya. Maka terbentuklah komunitas ini.

"Sudah banyak yang dilakukan pendahulu-pendahulu kami terhadap Danau Toba. Tapi sekali lagi kami katakan kami tidak pernah melupakan itu. Itu merupakan resources yang baik bagi kami. Kelemahan mereka akan kami evaluasi dan bagaimana kami bisa memanfaatkan segala peluang, kami akan olah kembali. Oleh sebab itulah, Save Lake Toba tidak hanya sebagai pressure group tapi juga rekan pemerintah dan intermediari lembaga yang punya kepedulian yang sama." 

Sebagian anggota komunitas ini punya kedekatan dengan danau terbesar di Indonesia ini. Lainnya karena simpati dan sedih dengan kerusakan danau kebanggaan Sumatera Utara itu.
Esra Nababan adalah putra asli Danau Toba. Ia mengatakan meski jauh ingin ikut menyelamatkan Danau Toba. Ia ingin menggalang dana untuk penanaman pohon di daerah tangkapan air Danau Toba. Uang dari kocek para anggota komunitas terkumpul dan disalurkan kepada orang per orang yang telah bekerja untuk selamatkan Danau Toba di kampung halamannya.

"Ada istilah orang Batak. Unang songon tor-tor ni ama-ama. Kalau bapak-bapak nortor, pertama-tama semangat, kan. Tapi lama-lamanya begini. Kalau ada kerja begini saya akan mendukung sebagai putra Batak. Selamatkan itu sumbangkan tenang dan pikiran dan kalau bisa kumpulkan dana untuk penanaman pohon. Cuma satu, tanam pohon. Kalau dari jauh, ya."

Ada pula Bonar Siahaan yang secara khusus datang dari Danau Toba bergabung dalam temu anggota Komunitas Selamatkan Danau Toba di Jakarta. Bagi Bonar, Danau terbesar di Asia Tenggara itu bisa saja diselamatkan dari jauh. Hanya saja, ia ingin usaha itu tidak dilakukan dengan mendikte penduduk asli dalam penyelesaian masalah Danau Toba.

Selama ini, jelas Bonar, penduduk asli Danau Toba merasa tidak dihargai, tidak dilibatkan, dan kerap mendapatkan intervensi pemikiran soal penyelamatan Danau Toba.

"Kalau soal jauhnya itu, ini kan masih sama-sama di dunia. Kecuali yang di Jakarta ini sudah di planet lain, itu tak mungkin lagi. Orang sama-sama di dunia, apa jauhnya. Kalau yang mereka butuhkan mereka dihargai dan dilibatkan dan jangan banyak diintervensi masalah pemikiran."

Seniman senior Batak Korem Sihombing menghargai usaha Komunitas Selamatkan Danau Toba di Jakarta untuk menyelamatkan Toba. Tapi kata dia, tak cukup selamatkan Danau Toba dari jauh. Perlu ada kerjasama, terutama dengan melibatkan penduduk sekitar.

"Supaya masyarakat sadar bahwa Danau Toba itu, apalagi sekarang sudah tercemar. Bagaimana menyadarkan masyarakat itu tidak cukup dari jauh. Masa sekarang memang sudah canggih. Ada facebook, ada email, tapi masyarakat di sana belum ngerti buka itu. Tidak cukup dari jauh, harus terjun ke lapangan."

Saudara, dari 250 ribu hektar lebih daerah tangkapan air Danau Toba, hampir setengahnya telah menjadi lahan kritis. Sekeliling danau tak lagi hijau karena pohon-pohon ditebang. Komunitas Selamatkan Danau Toba bercita-cita membuat Toba kembali sejuk oleh pohon-pohon. Memulihkan daerah tangkapan air itu. 


Selamatkan Danau Toba dari pencemaran


Selamatkan Danau Toba dari pencemaran


Friday, 06 August 2010 13:05        
WASPADA ONLINE

BALIGE – Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Penelitian dan Pengembangan Samosir,, Darwin Harianja, mengatakan penyelamatan Danau Toba dari pengerusakan tangan-tangan tidak bertanggungjawab, merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar  lagi.

“Mencegah kerusakan yang terjadi atas danau terbesar di Indonesia ini merupakan tugas dan tanggungjawab kita secara keseluruhan. BLH telah melakukan berbagai upaya mengurangi pencemaran. Salah satunya penerapan reaktor bio gas dengan menggunakan kotoran ternak,” katanya, siang ini.

Pembangunan instalasi pengolahan limbah di rumah sakit pangururan dan onan baru, menurutnya,  juga pengurangan padat penebaran ikan oleh perusahaan Aqua Farm menjadi 70.000 ekor ikan per kerambah dari jumlah sebelumnya 100.000 ekor.

“Indikasi menurunnya pencemaran, digambarkan angka derajat keasaman air Danau Toba menjadi 7,8. Angka sebelumnya mencapai delapan. Berbagai anjuran yang menyerukan tindak pencegahan pengrusakan, mari kita laksanakan dengan baik," pintanya.

Editor: SASTROY BANGUN
(dat01/ann)


Ayo Selamatkan Danau Toba


Ayo Selamatkan Danau Toba

 
Tuti Alawiyah Lubis
24/01/2010 04:35
Liputan6.com, Medan: Keindahan Danau Toba, Sumatra Utara, bisa jadi tak dapat dinikmati lagi di masa-masa mendatang. Sebab dari pantauan SCTV, Sabtu (23/1), volume air Danau Toba berkurang. Saat ini saja di awal musim penghujan air danau terbesar susut nyaris 1,5 meter.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumut menyebutkan, penebangan hutan menjadi salah satu penyebabnya. Terbukti dari banyaknya gelondongan kayu. Hutan pun terlihat menggundul. Belum lagi melimpahnya limbah dan sampah yang masuk ke danau kebanggaan rakyat Sumut ini. Ironisnya dari 260. 154 hektare daerah tangkapan air di sekitar Danau Toba, nyaris separuhnya kritis.

Nelayan di Danau Toba pun menjadi taruhan. Mereka harus bekerja ekstra karena ikan hanya muncul di perairan dalam. Lumut di pinggir danau yang mulai menghilang membuat ikan tak betah berada di bibir danau.

Kini hanya satu yang dinanti para nelayan, yakni konservasi lingkungan. Pemerintah kabupaten dan sejumlah perusahaan kertas di sekitar Danau Toba harus turut berperan. Tentunya jika tak ingin maskot kebanggan rakyat Sumut itu menghilang begitu saja.(AIS)


Sumber:

Selamatkan Danau Toba


Selamatkan Danau Toba


WASPADA ONLINE
(WOL Photo)
TOBA SAMOSIR - Keberadaan Danau Toba sebagai ikon pariwisata Sumatera Utara (Sumut) menjadi sorotan. Kerusakan lingkungan di hutan-hutan penyangga danau terbesar di Indonesia ini membuat debit air Danau Toba semakin hari semakin berkurang. Padahal, air Danau Toba menjadi sumber pembangkit listrik PLTA Asahan I, II dan kelak III.

Untuk itu, tiga orang pengabdi lingkungan penerima penghargaan Kalpataru Provinsi Sumatera Utara, bersama sejumlah kader binaan mereka mendeklarasikan komitmen pelestarian lingkungan dan seruan penyelamatan Danau Toba kepada Menteri Lingkungan Hidup di Jakarta. "Dokumen deklarasi berisi tiga butir pernyataan guna memperjuangkan kelestarian ekosistem Danau Toba tersebut telah kami serahkan kepada Staf Kementerian Lingkungan Hidup Joni Purba untuk diteruskan kepada Menteri LH di Jakarta," ujar Marandus Sirait, perwakilan enerima penghargaan Kalpataru di Lumbanjulu, hari ini.

Ia mengatakan, komitmen yang dituangkan dalam deklarasi tersebut, yakni akan tetap berjuang menjaga kelestarian ekosistem kawasan Danau Toba dan menolak segala bentuk pengrusakan lingkungan serta akan tetap menjadi pelaku aktif dalam pemulihan ekosistem kawasan danau dimaksud.   

Marandus menyebutkan, dirinya bersama dua orang pengabdi lingkungan penerima kalpataru lainnya yakni Paris Sembiring dari Medan serta Hasoloan Manik dari Kabupaten Dairi, juga menyampaikan pernyataan serupa kepada Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara serta Pemkab Toba Samosir.
"Deklarasi bertujuan untuk membangun kesatuan dan kesamaan persepsi di antara para penerima Kalpataru sebagai bentuk komitmen terhadap kepedulian perbaikan kualitas ekosistem Danau Toba yang dewasa ini kian terganggu keseimbangannya," kata penerima Kalpataru kategori Perintis Lingkungan tahun 2005 itu.   

Marandus menambahkan, dirinya merasa cukup ngeri memikirkan dampak yang terjadi atas kerusakan ekosistem danau Toba pada saat sekarang ini, dan jika terus dibiarkan degradasinya akan semakin parah, apalagi ditambah pembalakan liar di sekitar kawasan hutan di wilayah tersebut.

Memang, kata dia, gerakan moral serta tanggung jawab menyalamatkan danau yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia tersebut, harus merupakan panggilan nurani dan bukan keterpaksaan, dan tentunya perlu diperlihatkan dengan aksi nyata bukan sekedar nyanyian nina bobo buat lingkungan hutan dan ekosistem danau Toba. "Nilai-nilai kearifan yang terkandung pada kegiatan Kalpataru, perlu disebarluaskan kepada masyarakat luas, bahkan direplikasi sebagai model pengelolaan lingkungan hidup berbasis masyarakat," katanya.


Editor: ANGGRAINI LUBIS

Danau Toba Harus Jadi Otorita


Danau Toba Harus Jadi Otorita


2010-12-08
JAKARTA (Waspada): Anggota MPR/DPR-RI dari daerah pemilihan Sumut Jonny Buyung Saragih, SH, MH, mendesak pembentukan otorita Danau Toba sehingga pembangunan kepariwisatawaan Danau Toba dapat fokus dan dilakukan secara utuh dan menyeluruh.

"Jika ingin mengembangkan dan mengelola kepariwisatawaan Danau Toba, hingga benar-benar menjadi daerah tujuan wisata yang menjadi primadona, maka Danau Toba harus dihadle oleh sebuah otorita, " ujar Jonny Buyung Saragih saat diwawancarai Waspada di gedung DPR RI Jakarta, Rabu (1/12).

Danau Toba, kata Saragih, sebagai harta karun titipan Tuhan jangan sampai punah dan tidak membuat makmur masyarakat.

Potensi alam Danau Toba yang besar seharusnya telah memberikan devisa yang cukup besar bagi negara dan membuat masyarakat sekitar Danau Toba makmur.

Danau Toba, jelas Saragih, bukan hanya keindahan alamnya yang menakjubkan, tapi airnya pun memberikan berkah dan mampu menghasilkan arus listrik yang membuat Sumut terang bederang.

Namun, kenyataannya potensi yang dimiliki Danau Toba hingga kini belum terkelola secara baik, sehingga potensi yang ada hanya dinikmati segelitir perusahaan.
Sejarah Danau Toba itu mahal dan tidak bisa dibuat manusia, di mana Danau toba yang terbentuk ribuan tahun lalu dengan letusan gunung yang paling dahsyat di dunia, berpotensi menghasilkan uang melalui kepariwisataan dan PLTA.

Untuk itu, politisi dari Partai Demokrat ini mengajak seluruh elemen masyarakat mejaga, lingkungan Danau Toba.

"Tuhan akan marah jika kita tidak menikmati keindahan Danau Toba, apalagi tidak menjualnya . Sesungguhnya Tuhan sudah membagi bagi rejeki bagi manusia melalui sumber daya alamnya. Intinya, melalui sebuah otorita Danau Toba harus dimanfaatkan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat,” ujar Jonny Buyung Saragih.(aya) *http://waspadamedan.com *Gambar : www.asiaexplorers.com


DANAU TOBA & JEPANG


DANAU TOBA & JEPANG

Danau Toba termasuk tasik yang beruntung di dunia. Dipuja dan dipuji pujangga-pujangga Batak menjadi karya-karya estetik yang memperkaya jiwa, danau besar ini ikut membentuk karakter dan temperamen orang Batak.

Sungguh tak terbayangkan budaya Batak tanpa bentangan Danau Toba, sama tak terbayangkannya budaya Arab tanpa hamparan gurun pasir. Yang terkenal adalah wajah Danau Toba nan rupawan, hasil olah geologis bunda pertiwi ribuan tahun, menjadi sajian wisata modern yang memberi penghidupan. Karena kalah infrastruktur dan fasilitas sajalah maka Toba tak secemerlang Bali dalam kinerja parawisatanya.

Secara inteligensia orang Batak paling banyak berutang kepada ekologi Kawasan Danau Toba (KDT). Berjenis-jenis ikan dan biota danau beserta 123 sungai yang mengairinya, telah sejak purba memberi protein cukup bagi pertumbuhan otak manusia Batak. Meski belum tersandingkan dengan otak Yahudi yang kuyup dengan Hadiah Nobel, paling tidak di kawasan Nusantara, otak Batak tidaklah sampai memalukan.

Adalah otak jenius seorang Bisuk Siahaan di awal 1960-an yang sedasawarsa kemudian dipadu dengan otak Jepang bersama kapital akbar negeri Nippon itu yang mengubah energi potensial Danau Toba yang 900 meter di atas permukaan laut itu — di stasiun PLTA Tangga dan Sigura-gura — menjadi setrum sebesar 480 MW. Sesungguhnya di sepanjang Sungai Asahan bisa dibangun tujuh PLTA, memproduksi hingga 1.500 MW listrik nirpolusi, dan amat cukup buat seluruh Sumatera Utara.

Sejak beroperasi pada 1982, listrik hasil penerjunan 3 miliar ton setahun tirta Danau Toba itu hampir seluruhnya dipakai untuk melebur serbuk alumina menjadi batangan aluminium (ingot) di Kuala Tanjung oleh PT Inalum, sebesar 250.000 ton setahun. Kini sekitar  625 juta dollar AS nilainya.
Horas buat Jepang :
Tetapi pada 2013, saat total produksi ingot diperkirakan mencapai sekitar 6 juta ton, Jepang sebagai pemilik utama PT Inalum (kini masih 58 % lebih sahamnya), bolehlah pulang kampung dengan terhormat – penuh ucapan terimakasih dari Bisuk Siahaan beserta seluruh masyarakat Danau Toba – bila sahamnya itu dibeli Pemerintah Indonesia, sesuai bunyi perjanjian induk usaha kongsi itu di awalnya (1976).

Berarti hampir 40 tahun Jepang menjadi sensei industri bagi Indonesia. Eloklah kepulangan Jepang dielu-elukan dengan sayonara penuh perkawanan disertai tortor horas yang meriah: tanda Indonesia telah lulus dengan baik. Dan pasca 2013, Indonesia sudah harus mumpuni meneruskan industri itu, bahkan lebih hebat lagi, ke hulu dan ke hilir.

Ke hulu, bakal bergairah lagi industri pengolahan alumina dari bauksit yang terdapat banyak di Bintan dan Kalimantan. Dengan kebutuhan PT Inalum saja, 600 ribu ton setahun, dapat dibayangkan nikmat ekonomi ke berbagai jurusan karena alumina itu diimpor saja dari Australia selama ini, sudah sekitar 30 tahun.

Ke hilir, industri nasional yang berkomponen aluminium pastilah bersukacita karena ketersediaan lokal bakal melimpah.

Karena zaman lingkungan belum tiba saat pembangunannya dimulai, maka dalam seluruh konsep ekonomi-industri yang mencakup PLTA Asahan di tengah dan PT Inalum di hilir, belum memperhitungkan sumbangan riil KDT di hulu secara proporsional. Padahal KDT inilah sumber primordial kue listrik dan roti aluminium itu.

Belakangan, KDT ditetesi juga dengan dana tanggungjawab sosial korporat ala kadarnya yang antara lain disalurkan lewat Otorita Asahan. Dana ini – dari namanya saja pun – bukanlah bentuk kepedulian yang serius terhadap kelestarian KDT: terutama hutan-hutannya, sungai-sungainya, permukaan danau itu sendiri, beserta Pulau Samosir.

Namun, sekarang kesadaran lingkungan sudah lanjut. Tibalah saatnya kita merawat KDT dengan hasilnya sendiri: yakni Sungai Asahan yang berdebit rata-rata 100 ton per detik atau lebih dari 3 miliar ton per tahun, yang nilai komersialnya gampang dihitung.

Sederhananya, PT Inalum pasca 2013 harus membayar setrum PLTA Asahan sesuai dengan tarif dasar listrik yang berlaku, dan selanjutnya PLTA Asahan harus membayar tirta Danau Toba sesuai dengan harga air baku yang berlaku, seperti lazim dibeli PDAM dari sumber air lokal. Dan dari penghasilannya inilah KDT dirawat dengan baik.
Otorita Danau Toba :

Sekaligus hendak ditegaskan: era sungai gratis untuk industri komersial sudah harus diakhiri, karena sungguh tidak adil terhadap alam, dan tidak sesuai lagi dengan roh zaman yang rawati terhadap ekologi. Untuk itulah Otorita Asahan, yang demi hukum juga berakhir masa kerjanya pada 2013, perlu ditransformasikan menjadi Otorita Danau Toba.

Dalam konsep baru ini, Otorita Danau Toba bertugas melaksanakan manajemen lingkungan komprehensif atas seluruh KDT, DAS Asahan, hingga ke Selat Malaka. Dengan demikian maka seluruh KDT dapat bagus dikelola secara terpadu pada ketiga matra utamanya: ekologi, ekonomi, dan sosiokultural.

Tantangannya: bagaimana pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan KDT bisa bekerjasama mengolah semua hal di atas demi keberlanjutan sinergistis kawasan itu bagi sebesar-besarnya kemaslahatan bangsa.


JANSEN SINAMO Penulis buku Mengubah Pasir Menjadi Mutiara; Mantan Sekjen Yayasan Pencinta Danau Toba; Tinggal di Jakarta. 


Hari Ini, Ratusan Masyarakat Clean Up Danau Toba


Hari Ini, Ratusan Masyarakat Clean Up Danau Toba


Ratusan masyarakat Samosir dar berbagai elemen mengikuti kegiatan pembersihan (clean up) Danau Toba, di kawasan Tajur-Tano Ponggol, Kecamatan Pangururan, yang dijadwalkan hari ini, Jumat (25/03). Warga masyarakat yang terdiri dari siswa/I SD, SLTP dan SLTA serta pegawai/staf Pemkab Samosir serta berbagai LSM dan aktivis lingkungan hidup.
Kegiatan Clean Up Danau Toba yang kelima ini merupakan kegiatan yang dikoordinir oleh PT. Radio Samosir Green Ferti 101,5 FM bersama dengan FPP Samosir. Kegiatan Clean-up Danau Toba ini diharapkan dapat mampu menggugah hati dan pikiran warga Samosir, agar menjaga kebersihan lingkungan hingga ke kawasan Danau Toba. Sehingga,  visi Kabupaten Samosir menjadi kabupaten tujuan wisata  lingkungan yang inovatif dapat terwujud.

Asisten I Pemerintahan Sekdakab Samosir Drs. Ombang Siboro mengatakan Pemerintah Kabupaten Samosir sangat mengapresiasi dan mendukung kegiatan tersebut. “Kegiatan ini merupakan aksi nyata yang membutuhkan aksi-aksi selanjutnya, sehingga pastas kita dukung untuk menyelamatkan Ekosistem Danau Toba”, ungkap Ombang Siboro. (Humas/Raffles)

Kementerian Koperasi garap masyarakat Danau Toba


Kementerian Koperasi garap masyarakat Danau Toba


 Senin, 27 Juni 2011 | 09:19 WIB
JAKARTA: Kementerian Koperasi dan UKM mengoptimalkan sejumlah masyarakat di sembilan kabupaten di provinsi Sumatera Utara untuk menggali potensi lokal melalui program kerja sama antar daerah yang tergabung dalam regional management Lake Toba.
I Wayan Dipta, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya KUMKM Kementerian Koperasi dan UKM menjelaskan pada tahap awal program kerja sama antar daerah (KAD) itu potensi lokal yang akan dioptimalkan adalah tenun ulos.

”Kesembilan kabupaten di Sumatera Utara yang tergabung dalam regional management (RM) Lake Toba masing-masing mempunyai tenun ulos yang diproduksi para pelaku usaha kecil menengah (UKM) setempat,” ujar I Wayan Dipta kepada Bisnis, hari ini.

Kesembilan kabupaten yang tergabung dalam RM Lake Toba masing-masing Kabupaten Samosir, Toba Samosir, Simalungun, Karo, Pakpak Barat, Tapanuli Utara, Dairi, dan Kabupaten Humbang Hasundutan. Optimalisasi kain ulos tenun diagendakan pada tahun ini.

Dalam program tersebut Kemenkop dan UKM menggandeng beberapa instansi terkait maupun lembaga, seperti Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata serta Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas). Keterlibatan Kemenbudpar untuk mempromosikan wisata danau toba.

Adapun keterlibatan Dekranas dalam KAD, masih terkait dengan industri pariwisata. Yakni melalui berbagai produk kerajinan yang diyakini mendukung program kerja sama antar Sembilan provinsi tersebut.

Menurut Wayan, meski kebutuhan souvenir bisa disediakan di sembilan kawasan kabupaten di seputar danau toba tersebut, namun ternyata mayoritas dipasok dari hasil kerajinan di berbagai provinsi di pulau jawa.

“Setelah optimalisasi ulos tenun, komoditas lain yang akan diangkat pemasarannya terdiri dari kekayaan alam Sumatera. Misalnya, kopi, getah gambir, ikan pora-pora, kemenyan maupun produk kerajinan ukiran.

Untuk desain maupun kemasan berbagai komoditas tersebut, Kemenkop dan UKM tetap melakukan pendampingan terhadap RM Lake Toba. Termasuk merk yang harus dipadukan demean kultur dan sosial masyarakat kesembilan kabupaten.

”Dari sisi desain kami coba membantu RM Lake Toba. Desainnya diupayakan mengacu kepada selera pasar supaya mudah dijual. Soal harga tentu bervariasi. Yang jelas, arahnya tetap pada optimalisasi produk serta bisa mendukung industri pariwisata,” tutur I Wayan Dipta. (bsi)


Sumber:

Daerah Wisata Danau Toba Menakjubkan


Daerah Wisata Danau Toba Menakjubkan


Minggu, 6 Maret 2011 | 14:17:25 
Samosir di Danau Toba
DANAU TOBA (EKSPOSnews) : Sumatera Utara selain terkenal dengan wisata Bukit Lawang dan Nias, juga ada Danau toba yang punya magnet tersendiri dalam menarik wisatawan domestik dan mancanegara.
Danau Toba adalah danau vulkanik dengan ukuran panjang 100 kilometer di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Danau ini merupakan danau terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara.

Danau Toba merupakan keajaiban wisata alam yang menakjubkan. Danau Toba adalah danau berkawah yang sangat besar, pusat pulaunya hampir seluas Singapura. Dengan luas 1.145 km2, Danau Toba sebenarnya lebih menyerupai lautan dari pada danau.

Di tengah Danau Toba terdapat pulau vulkanik bernama Pulau Samosir yang berada pada ketinggian sekitar 1.000 meter di atas permukaan laut. Di tengah Pulau Samosir ini masih ada lagi dua danau indah yang diberi nama Danau Sidihoni dan Danau Aek Natonang. Daerah sekitar Danau Toba memiliki hutan-hutan pinus yang tertata asri.

Di tepi Danau Toba terdapat beberapa air terjun yang sangat mempesona. Di pinggiran Danau Toba terdapat satu objek wisata bernama Tanjung Unta karena daratan yang menjorok ke danau ini memang menyerupai punggung unta. Di sekitar Danau Toba akan Anda temukan tempat pemandian air belerang yang dipercaya bermanfaat menyehatkan kulit.

Jika berkunjung ke Danau Toba, anda dapat menikmati pemandangan asri sambil bersepeda. Semua rasa penat yang anda rasakan akan hilang di tempat ini. Danau ini berada 900 meter di atas permukaan laut sehingga udara sejuknya sangat menyegarkan, jauh dari udara panas, kelembaban, dan polusi yang ada di kota.

Sulit membayangkan ada tempat yang lebih indah untuk dikunjungi selain Danau Toba. Di sini anda dapat melakukan berbagai macam hal yang menyenangkan untuk menikmati keindahan alam seperti mendaki gunung, berenang dan berperahu layar yang sanggup membius anda dalam keindahan pemandangan menakjubkan.

Udaranya bersih dan sejuk harmonis dengan suasana santai masyarakatnya yang ramah membuat wisatawan akan datang kembali setelah mengunjungi danau ini.

Selain itu, anda dapat memberanikan diri ke Pulau Samosir di tengah danau dan menemukan pegunungan yang curam dengan kabut sejuk, air terjun yang jernih untuk berenang, dan masyarakat setempat yang sedang menggiring kerbau ke ladang.

Di pulau induk, terdapat akomodasi di kota Parapat. Parapat berada di semenanjung berbatu yang kecil dan menonjol ke danau. Dalam perjalanan ke Parapat anda akan melihat pemandangan spektakuler.

Parapat dihuni masyarakat Batak Toba dan Batak Simalungan yang dikenal memiliki sifat ceria dan mudah bergaul, terkenal karena lagu-lagu bertema cinta yang riang dan penuh perasaan.

Banyak wisatawan lebih memilih tinggal di Pulau Samosir di tengah danau. Sebagai tempat tinggal asli masyarakat Batak Toba. Pulau Samosir memiliki bekas peninggalan zaman purbakala di antaranya adalah kuburan batu dan desa-desa tradisional. Juga terdapat Makam Raja Sidabutar yang usianya sudah 500 tahun. Juga terdapat Patung Sigale-Gale (patung yang bisa menari).

Di pulau ini Anda dapat menemukan kebudayaan Toba yang unik dan kuno. Keindahan alam Pulau Samosir mengartikan pulau ini adalah tempat yang cocok dikunjungi dan menghindar dari kepenatan rutinitas.
Samosir mudah dijangkau dengan kapal ferri dari Parapat.(ic)


Sumber: