Deforestasi Kawasan Danau Toba
Selasa, 19 Juli 2011
Medan-ORBIT:Sudah lama terungkap kawasan Danau Toba yang menjadi kebanggan masyarakat Sumatera Utara (Sumut) dan merupakan objek wisata mancanegara mengalami kerusakan.
Menurut pakar lingkungan hidup Ir Jaya Arjuna beberapa waktu lalu, selain air Danau Toba mengalami penurunan, juga lingkungan di sana kotor dan mengalami kerusakan berat. Sehingga memerlukan keseriusan penangannya.
Informasi dihimpun Harian Orbit hingga Minggu (17/7), lebih kurang 50.000 hektar dari hampir 370 ribu hektare lahan di kawasan Danau Toba mengalami kerusakan kecil hingga berat, sehingga harus serius ditangani untuk menjaga kelestarian danau itu.
Menurut Ketua Harian Badan Koordinasi Pengelolaan Ekosistem Danau Toba, Edward Simanjutak, baru-baru ini, kerusakan lingkungan sekitar Danau Toba disebabkan banyak faktor mulai dari ulah manusia hingga faktor alam.
Namun, kata Kordinator Konsorsium Lestari Indonesia Kita (Klika) Fajar Kaprawi kepada Harian Orbit Minggu (17/7) di Medan, Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan nomor 44 tahun 2005 dituding sebagai penyebab kerusakan 50.000 lebih hektar lahan di kawasan Danau Toba. Pasalnya, ada kebijakan tumpang tindih dan pemutian atara kawasan hutan dan konsesi dengan aturan yang ada sekarang.Fajar Kaprawi mengugkap, puluhan ribu lebih hektar lahan di kawasan Danau Toba yang mengalami kerusakan parah. Bahkan mengali kerusakan yang telah menjurus pada kehancuran kawasan.
Fajar kemudian menjelaskan, SK Menhut nomor 44 tahun 2005 secara langsung telah mengubah kawasan sekitar Danau Toba. Dijelaskan ada beberapa kebijakan yang tumpang-tindih antara SK Menhut dengan Konsesi dan tanah adat masyarakat batak yang menyalain atauran UU nomor 41 tahun 2009 tentang kehutanan sehingga kawasan tidak jelas peruntukannya.
“Namun yang perlu ditegaskan adalah fungsi kawasan Danau Toba adalah zona resapan air. Semenjak adanya SK itu kawasan tersebut fungsi zona resapan air tidak lagi ada karena banyaknya perubahan status kawasan di sana,” terang Fajar yang akrab disapa Datok itu.
Tak hanya itu. Jelas Fajar yang sering disapa DATOX, terjadinya kerusakan di kawasan Danau Toba diakibatkan keberadaan PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang diduga merusak lingkungan di sana.
Jumlah Dananya Cukup Besar
Edward Simanjutak berharap, kawasan sekitar Danau Toba perlu dipulihkan karena danau itu, bukan hanya menjadi sumber kehidupan, mulai untuk keperluan pembangkit listrik hingga sumber pendapatan dari objek wisata, tetapi juga mencegah terjadinya bencana alam.
Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara Naruddin Dalimunthe mengatakan kawasan wisata Danau Toba akan dijadikan ikon pariwisata nasional setelah Bali.
“Rencana itu ditetapkan setelah adanya kesepakatan dan dukungan dari pemerintah pusat melalui nota kesepahaman yang dibuat seluruh unsur terkait di Sumut dengan Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Firmansyah Rahim,” kata Naruddin.
Melalui program “Destination Management Organisation” (DMO), pemerintah pusat akan mengalokasikan anggaran dari APBN untuk membantu pengembangan kawasan wisata Danau Toba. “Jumlahnya cukup besar, melebihi APBD Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sumut,” katanya tanpa menyebutkan jumlah bantuan itu.
Langkah itu dilakukan karena Bali sudah menjadi ujung tombak pariwisata nasional dan banyaknya turis yang berada di lokasi wisata yang dijuluki “Pulau Dewata” tersebut. Pihaknya berkeinginan ada program promosi wisata kembar antara Bali dan Danau Toba. OM-12
Diposkan oleh Konsorsium Lestari Indonsia Kita di 7/19/2011 09:14:00 PM
No comments:
Post a Comment