Danau Toba Berpotensi Menjadi WC Raksasa ?
Jumat, 24 Oktober 2008
Danau Toba yang dulu disebut Bidadari Pariwisata Sumatera utara telah terancam ekosistemnya. Selain itu penebangan hutan secara liar, pengikisan tanah/erosi dan pencemaran air menjadi penyebab utama hancurnya kawasan Danau Terbesar di Indonesia ini. Dan bila semua sampah, limbah dan kotoran dibuang ke Danau Toba dikuatirkan Danau Toba menjadi wc raksasa.
Danau Toba diibaratkan seperti Bidadari yang sedang sakit. Perlu upaya keras untuk menyembuhkannya. Penyebab sang bidadari jatuh sakit karena sebagian tubuhnya dicabik-cabik Sansaw milik sejumlah HPH yang berada dikawasan ekosistem Danau Toba.
Ada dugaan PT Inti Indorayon Utama (IIU) yang namanya telah menjadi Toba Pulp Lestari (TPL)-perusahaan pulp yang sejak tahun 1989 beroperasi dan berada di Desa Sosorladang, Porsea ini menjadi salah satu pelaku rusaknya ekosistem Danau Toba.
Berdasarkan data Walhi Sumut, TPL merupakan pemilik HPH terluas di sekitar Danau Toba setelah PT Kertas Kraft Aceh, Riau Andalas Pulp, Indah Kiat, Lontar Popyrus dan Kiani kertas.
Penebangan hutan secara membabi buta telah menyebabkan debit air di sebagian besar sungai-sungai kecil yang bermuara ke Danau Toba drastis turun. Sehingga permukaan air Danau Toba mengalami penurunan hingga satu meter pada musim kemarau. Padahal secara geologis, danau toba merupakan danau paling gersang yang sering mengalami pengikisan, jadi keberadaan beberapa HPH disekitar danau toba sebenarnya sangat mengancam kelangsungan hidup ekosistemnya.
Sebelum ekosistem Danau Toba rusak, danau pujaan orang batak ini terlihat sangat cantik dan sempurna. Danau yang berada di 8 Kabupaten di Sumut ini begitu dipuja. Setiap orang rindu membelai tubuhnya yang elok dan datang melihat wajahnya yang rupawan. Di mata dunia, Danau Toba sempat disebut-sebut sebagai salah satu Situs Keajaiban Dunia. Sangkin mempesonanya, setiap wisatawan yang datang ke danau terbesar di Asia Tenggara ini pasti punya kepuasan tersendiri. Itu sebabnya bila disebutkan nama Sumatera utara, yang terlintas dalam benak mereka hanyalah Danau Toba. Jadi sebagai anak bangsa, khususnya putri-putri Batak wajar berbangga atas anugerah Tuhan yang satu ini.
Ekosistem Danau Toba Rusak
Namun disayangkan sekelompok orang tidak melihat Danau Toba sebagai suatu potensi alam yang harus dikembangkan dan dilestarikan untuk kesejahtraan rakyat. Mereka malah ikut melukai tubuhnya dan mencemari wajahnya yang cantik dengan air limbah. Wajahnya yang mulus kini ditumbuhi jerawat dan benjolan-benjolan lain. Permukaan danaunya ditumbuhi tanaman pengganggu seperti eceng gondok.
Pencemaran limbah dan sampah organik mewarnai keindahan Danau Toba. Hotel-hotel yang dibangun di tepi danau, semisal di Parapat dicurigai membuang limbah air langsung ke danau. Bahkan, dicurigai, Danau Toba telah dijadikan septic tank oleh hotel-hotel itu. Limbah domestik yang berasal dari rumah tangga, toko dan industri kecil dibuang ke ratusan aliran sungai yang bermuara ke Danau Toba. Sehingga pencemaran ini menimbulkan bau tidak sedap dan dikuatirkan mengundang wabah penyakit serta munculnya penyakit-penyakit aneh disekitar danau.
Hal ini pernah diungkapkan oleh Ketua Peduli Danau Toba-Mangaliat Simarmata, SH di Medan menanggapi kerusakan Danau Toba yang sudah pada tahap mengkuatirkan.
Pencemaran Danau toba tegas Mangaliat diperparah oleh kerambah terapung yang berada di permukaan danau. Karena keramba itu, makanan ikan dalam bentuk pelet mengotori danau. Sisa-sisa buangannya menimbulkan endapan logam berat di danau sehingga mengakibatkan planton-planton dan ikan kecil mati. Entah berapa ribu jumlah kerambah milik investor asing, belum termasuk milik masyarakat.
Tidak itu saja, limbah peternakan babi disekitar Danau toba juga dibuang ke danau. Sehingga dikuatirkan akan mengganggu ekosistem danau dalam jangka panjang. “Bila semua sampah, limbah dan kotoran dibuang ke Danau Toba dikuatirkan Danau Toba menjadi wc raksasa. Kalau ini tidak bisa dihentikan akan menimbulkan preseden buruk bagi pariwisata danau toba,” tandasnya.
Terancamnya ekosistem danau toba telah berlangsung sejak lama. Menurut Bapedalda Sumut, tumbuhan eceng gondok sudah terdapat di perairan Danau Toba sejak puluhan tahun terakhir. Sekitar empat puluh tahun yang lalu, eceng gondok sudah terdapat di perairan pantai Balige dan Sigumpar, tetapi populasi atau volumenya masih relatif kecil, sehingga belum dianggap sebagai tumbuhan pengganggu. Tetapi tindakan masyarakat sekitar Danau Toba yang melakukan pencemaran air, diduga sebagai penyebab semakin pesatnya pertumbuhan dan populasi eceng gondok.
Diketahui adanya kaitan antara pencemaran air dengan pertumbuhan yang pesat dari eceng gondok, pada perairan air tawar. Pencemaran air di pantai Danau Toba diduga sudah berlangsung lama, yaitu melalui residu pupuk kimia yang terbawa aliran sungai dan parit, demikian juga pembuangan sampah kota dan limbah pabrik dari industri kerajinan rakyat. Meningkatnya populasi tumbuhan eceng gondok pada tahun-tahun terakhir ini, merupakan salah satu indikasi peningkatan polutan logam berat di air danau.
Endapan logam berat itu dicurigai bersumber dari sisa-sisa buangan pellet pakan ikan, yang dipergunakan pada pemeliharaan ikan dalam keramba apung. Pertumbuhan keramba apung di kawasan pantai Danau Toba pada tahun-tahun terakhir memang sangat pesat. Pada beberapa lokasi penempatan keramba apung di danau Toba, sudah tidak dapat digunakan untuk mandi dan berenang karena air sudah demikian kotor dan berbau. Permukaan Danau Toba yang sudah tertutup eceng gondok tampak sudah menyebar kemana-mana. Misalnya di sekitar Balige, Laguboti, Sigumpar dan Porsea di kabupaten Toba, juga Pangururan di kabupaten Samosir, serta Tongging dan Silalahi di kabupaten Dairi.
Ditegaskan kembali oleh Mangaliat Simarmata, dibalik semua kerusakaan ini ia menyesalkan ketidakseriusan Pemerintah Provinsi Sumatera utara (Pemprovsu) dalam memulihkan kondisi danau toba. Ini terbukti dari masih beroperasinya sejumlah perusahaan yang membabat habis hutan penyangga danau toba. Selain itu masih dibuangnya limbah dan sampah ke danau toba. Dan masih belum ditertibkan secara serius keramba terapung yang merusak ekosistem. Selain itu belum dikelolahnya keramba di zona khusus.“Padahal keramba apung tidak seharusnya dikelolah di Parapat karena kawasan itu adalah tempat wisata. Ini sangat merusak pemandangan alam,” tegasnya.
Padahal bila dilihat dari potensi dan kekayaan alamnya, Danau Toba sangat cocok dijadikan sebagai salah satu Warisan Dunia (World Herritage). Ditambah lagi dengan sejumlah sarana yang dimilikinya, Danau toba sudah pantas diajukan menjadi salah satu Warisan Dunia. “Diharapkan dengan predikat nama sebagai Warisan Dunia maka perhatian dunia pada Danau toba akan semakin besar. Dan ini akan memotivasi sejumlah pihak untuk lebih bersemangat melestarikan Danau Toba,” kata Mangaliat yang berharap agar Pemprovsu mengajukan danau toba menjadi salah satu warisan dunia ke lembaga internasional.
Selain itu Ketua Peduli Danau Toba ini juga menilai Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Sumatera Utara (Bapedaldasu) kurang serius menanggulangi sejumlah pencemaran yang terjadi di danau toba. Mengingat tingkat kerusakan lingkungan dan pencemaran danau toba semakin mengkuatirkan maka diminta dengan segera agar Bapedalda Sumut mengawasi pembuangan limbah hotel dan sampah domestik ke danau toba. Sebab bila hal ini masih saja terjadi maka dalam 5-10 tahun mendatang, danau toba akan hancur berantakan.
Kepedulian Pemprovsu Pada Kelestarian Danau Toba ?
Dalam mengelolah ekosistem Danau toba Pemprovsu telah membentuk Badan Koordinasi Pengelolaan Ekosistem Kawasan Danau Toba (BKPEKDT) pada bulan Mei 2006 lalu. Menyinggung keberadaan lembaga yang melibatkan sembilan kabupaten, yakni Karo, Dairi, Humbang Hasundutan, Samosir, Simalungun, Tanjung balai, Tapanuli utara, Toba samosir dan Asahan, Sekretaris Eksekutif BAKUMSU ini menilai kehadiran BKPEKDT kurang konsentrasi melestarikan danau toba.
Karena dengan melibatkan 9 kabupaten maka dikuatirkan kebijakan yang dikeluarkan masing-masing daerah tidak seragam. “Padahal saat ini diperlukan suatu badan yang berwenang mengelolah Danau toba dengan serius. Dalam hal ini perlu melibatkan ilmuwan, akademisi, masyarkat, LSM dan pemerintah. Kalau pengelolahannya hanya sebatas melibatkan pemerintah daerah di 9 kabupaten saja maka dikuatirkan kebijakan yang dikeluarkan masing-masing daerah tidak seragam. Dan ini kurang efektif dan cenderung kurang konsentrasi pada pelestarian danau. Sementara itu peraturan yang akan dikeluarkan hanya sebatas Peraturan Daerah (Perda) bukan undang-undang,” tegas Simarmata.
Sementara itu ditambahkan Ketua Umum Forum Peduli Rakyat dan Ekosistem Danau Toba, Efendy Naibaho. Ketidakseriusan Pemprovsu mengelolah danau toba mengakibatkan pariwisata semakin merosot. Dalam memulihkan kondisi ini perlu dibentuk suatu Badan Otorita Pariwisata Danau Toba, dimana badan ini nanti yang akan berkosentrasi mengelolah danau toba. “Untuk lebih efektif mengelolah danau toba maka perlu dibentuk provinsi Danau toba dan sebagai wilayahnya dilibatkan 8 kabupaten yang berada disekitar danau,” kata Efendy.
Anggota Komisi C DPRD Sumut ini juga tidak ketinggalan menyoroti masalah limbah dan kerusakan ekosistem lainnya. Rusaknya ekosistem danau tidak terlepas dari kinerja Pemprovsu yang tidak becus mengelolah ekosistem ini. Dalam hal ini kita kecewa dengan pernyataan dinas pariwisata yang menyatakan pariwisata adalah primadona pertama setelah pertanian. “Tapi mana buktinya, toh pariwisata danau toba semakin terpuruk,” tegas Efendy. Padahal tambah Naibaho, untuk menyokong ekonomi rakyat banyak kegiataan budaya batak dapat dijual. Lantaran ekosistemnya rusak dan wisatawan enggan datang sehingga potensi yang ada tidak dapat dimanfatkan dengan baik,” katanya.
Mematikan Ekonomi Rakyat
Sementara itu seorang pemilik hotel di Parapat bermarga Sitorus mengeluh sejak pariwisata di Danau Toba terpuruk ketika krisis tahun 1997 maka ia harus menutup penginapannya. Sebagai ilustrasi, Sitorus mengatakan, pada tahun 1996 tingkat hunian hotel di Parapat mencapai 80 sampai 90 persen. Kini merosot menjadi hanya 25 hingga 30 persen saja. Kalau dulu banyak wisatawan mancanegara, kini jumlahnya bisa dihitung dengan jari. “Terus terang kami hampir putus asa menghadapi keadaan ini,” akunya dengan kesel.
Selain ikut mematikan ekonomi rakyat yang selama ini bergantung pada potensi Danau Toba, para pengrajin, pedagang dan pemandu wisata sudah banyak yang nganggur sejak pariwisata danau toba lesu. Belum lagi nelayan yang kesusahan mengais rejeki di danau karena ikannya sudah jauh berkurang sejak sepuluh tahun terakhir karena limbah.
Terpuruknya wisata danau toba, selain oleh krisis juga diperparah oleh kabut asap, jatuhnya Garuda di Sibolangit, Bom Bali, sampat tsunami di Aceh. ''Terakhir tersebar isu bahwa akan terjadi letusan besar di Danau Toba. Ini membuat orang takut untuk datang ke sini, kata Sitorus dengan mimik sedih didampingi isterinya yang murung dan empat orang warga Parapat. Jadilah kini Danau Toba yang mempesona merana. Ditinggal pengagumnya. Ia ibarat bidadari yang sedang sakit, perlu pemulihan. Kecantikannya tertutup, walaupun belum pudar.
Dalam kesempatan yang sama masyarakat yang tinggal disekitar Danau Toba ini menyampaikan harapannya agar Danau Toba pulih dengan segera. “Untuk itu kami minta agar Pemprovsu segera mengambil tindakan tegas dalam memulihkan kondisi Danau Toba. Dalam hal ini dengan segera mengeluarkan kebijakan dalam menghentikan semua ijin perusahaan yang membabat hutan disekitar danau. Selain itu mencabut ijin hotel dan penginapan yang diduga membuang limbahnya ke Danau Toba. Kemudian menghimbau masyarakat agar tidak membuang limbah domestiknya ke sungai yang bermuara ke Danau,” kata mereka serempak.
Diposkan oleh Rahel Sukatendel di 20:23
No comments:
Post a Comment