• Toba Pulp Lestari Menghancurkan Kebun Hutan Benzoin

     
    Ada sebuah artikel menarik di bulan ini dari Buletin World Rainforest Movement tentang komunitas kebun menjalankan Benzoin hutan di Sumatera dan bagaimana saat ini terancam karena perluasan perkebunan kayu putih untuk memberi makan pabrik pulp Toba Pulp Lestari.
    Para petani benzoin sedang berdiri dan berteriak untuk hak-hak mereka. Mereka mempertahankan wilayah mereka dan mata pencahariannya.

    Perusahaan Raksasa perkebunan eucalyptus menghancurkan kebun hutan Benzoin

    Kemenyan atau secara lokal lebih dikenal dengan Haminjon dikenal telah dibudidayakan dan diperdagangkan dari dataran tinggi Batak pada provinsi di Indonesia Sumatera Utara selama berabad-abad.

    Benzoin dihasilkan dari pohon benzoin (Styrax benzoin) dan sangat dihargai sebagai bahan dalam dupa untuk dibakar dalam upacara ritual, untuk tujuan pengobatan tradisional dan modern, wewangian dan untuk rokok harum.

    Pada pegunungan di daerah Batak, para petani telah mengumpulkan benzoin dari hutan alam dan sudah berlangsung sedikitnya 10 abad dan mulai menanam pohon benzoin setidaknya untuk lebih dari dua abad. Blok besar dari ratusan atau ribuan hektar pohon Benzoin memperluas lahan pertanian terbuka antara desa dan hutan alam telah yg telah berevolusi menjadi kebun hutan yang kompleks secara biologis-beragam. Taman hutan Benzoin ini secara sosial didefinisikan oleh kumpulan hak dan merupakan landasan ekonomi lokal dan identitas orang yg tinggal di dataran tinggi yaitu dataran tinggi Batak Toba.

    Namun, banyak perusahaan kehutanan dan elit pemerintah telah secara sistematis mengabaikan sistem manajemen berbasis masyarakat ini. Ideologi Kehutanan yang dominan dan sistem ekonomi telah dikeluarkan para petani dari pengelolaan hutan dan sumber daya. Sebaliknya, mereka mempromosikan logging dan membuat penyederhanaan struktur ekosistem, seperti perkebunan pohon monokultur.

    Toba Pulp Lestari (TPL) Tbk atau dahulu dikenal sebagai PT. Inti Indorayon Utama (IIU) adalah pemilik dari serat stapel viscose (rayon) pabrik dengan kapasitas produksi sekitar 165.000 ton beroperasi tahunan di Porsea, dekat Danau Toba di Sumatera Utara.

    Pada bulan November 2009, perusahaan ini mengumumkan bahwa mereka untuk memperluas kapasitas produksi pulp eucalyptus hingga 300.000 ton per tahun pada tahun 2011. Perusahaan ini juga memperluas perkebunan walaupun masih ada konflik tanah dan perlawanan dari masyarakat setempat.

    TPL ini sangat dikenal sebagai perusahaan bermasalah yang menghadapi perlawanan sengit dari masyarakat setempat sejak pabrik mulai beroperasi pada tahun 1980 akhir. Perlawanan dari masyarakat Porsea yang tinggal di sekitar pabrik mengakibatkan penutupan pabrik pada tahun 1998. Namun kemudian Presiden Megawati membuka kembali operasi pabrik pada tahun 2005.
    Dalam rangka menjaga pasokan bahan baku, TPL kini memperluas perkebunan kayu putih tersebut. Perluasan ini telah menghancurkan hutan alam di sekitar Kabupaten Humbang Hasundutan dan kini penebangan ribuan hektar kebun produktif dan berbasis kemasyarakatan di sekitar desa Pandumaan dan Sipituhuta untuk menggantinya dengan eucalyptus monokultur.

    Sejak tahun lalu masyarakat di perkampungan Pandumaan dan Sipituhuta telah memobilisasi dan berhasil menghentikan operasi “Clearing” di dekat desa mereka. Sejak itu perlawanan mulai bergejolak dan perjuangan pun telah timbul dari beberapa desa dengan banyak aksi serta mencari solidaritas lokal dan nasional.

    Pohon-pohon Benzoin yang tumbuh dengan beberapa pohon beragam lainnya – Dan sejak pohon Benzoin menghasilkan resin yang baik asalkan secara alami dikelilingi oleh pepohonan dan vegetasi lainnya. Taman hutan ini telah berevolusi menjadi sebuah sistem rumit yang membutuhkan banyak kerja dan pelestarian. Para petani benzoin sangat terampil dalam menjaga keseimbangan antara tingkat cahaya tinggi dan suhu rendah dalam pengelolaan mikro pohon benzoin dan pohon-pohon lainnya.

    Cuplikan video dokumenter AIR MATA DI BUMI PORSEA by RSCC tentang kesaksian dan korban dari dampak negatif yg di timbulkan oleh TPL

    Pohon Benzoin dapat disadap setelah delapan tahun dan resin nya dapat diekstraksi selama 60 tahun. Selama pohon benzoin disadap untuk resin, pohon-pohon ini secara terampil dikelola dengan praktek yg baik dan dikembangkan bersama selama berabad-abad dengan hampir tidak menimbulkan adanya dampak alam.

    Para petani benzoin telah menjaga dan memelihara taman hutan ini selama berabad-abad. “They have been climate heroes!”
    Walaupun banyak bukti dilapangan bahwa ribuan pohon benzoin yang telah ditebang oleh TPL, namun pihak perusahaan menyangkal aksi mereka dan menyatakan bahwa mereka tidak pernah menghancurkan pepohonan benzoin.

    Sebuah cuplikan video dokumenter RSCC tentang dampak negatif yg di timbulkan oleh IndoRayon atau Toba Pulp Lestari (TPL) di Porsea
    Peta komunitas yang dibuat oleh petani benzoin menunjukkan bahwa lebih dari 5000 ha kebun benzoin di Pandumaan dan Sipituhuta telah ditebangi oleh TPL. TPL juga menyatakan bahwa mereka melestarikan hutan kebun benzoin, dan mengatakan bahwa mereka telah menanam lebih dari 55.000 pohon benzoin. Namun, petani benzoin berpikir bahwa ini adalah sebuah lelucon besar karena pohon-pohon monokultur benzoin bisa tumbuh tapi mereka tidak akan pernah menghasilkan resin seperti yang tumbuh di taman hutan benzoin yang dipelihara oleh masyarakat setempat.


    Sumber: