Menguak Pencemaran Lingkungan di Kawasan Danau Toba
Penulis : Subarudi
Tingkat pencemaran lingkungan di kawasan Danau Toba telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan dengan berbagai sumber pencemaran di sekitranya, tanpa ada upaya nyata pengurangan tingkat pencemaran dan penyelamatan dari para pemangku kepentingannya.
Pencemaran lingkungan sangat terkait dengan kebersihan dan kesehatan masyarakat. Memang selama ini telah terjadi salah persepsi bahwa kebersihan dan kesehatan menjadi tanggung-jawab pemerintah, dokter dan rumah sakit. Padahal sebenarnya hal yang terpenting dari kesehatan adalah bagaimana menjaga kesehatan diri dan lingkungan. Kesehatan sangat erat kaitannya dengan faktor kebersihan lingkungan dan perilaku masyarakat (Kompas, 19/07/2009).
Uraian di atas menunjukkan bahwa faktor kebersihan lingkungan dan perilaku masyarakat sangat berpengaruh terhadap kesehatan diri, keluarga dan masyarakat secara umum. Oleh karena itu tulisan ini mencoba menguak masalah pencemaran lingkungan di sekitar Danau Toba yang akan berdampak kepada kesehatan masyarakat sekitar dan kesehatan generasi selanjutnya, jika pencemaran tersebut tidak diselesaikan dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Tulisan ini akan mengangkat fakta tentang sumber-sumber pencemaran lingkungan di sekitar danau Toba dan upaya penanganannya serta langkah-langkah nyatanya sehingga kondisi Danau Toba dapat lebih terlihat asri, nyaman dan aman dari berbagai sumber pencemaran.
Sumber Pencemaran Danau Toba
Saat ini kondisi alam, hutan dan lingkungan tersebut telah mengalami kerusakan yang sangat mengkhawatirkan dan mengancam eksitensi kehidupan semua makhluk hidup akibat kesadaran masyarakat (dalam arti luas) yang rendah dan perilaku manusia yang cenderung mengabaikan prinsip-prinsip kelestariannya.
Hal yang sama juga terjadi di kawasan Danau Toba, sehingga mengundang keprihatinan untuk melaksanakan sebuah workshop “Peningkatan kesadasaran Masyarakat Atas Fungsi Ekosistem Hutan” yang diselenggarakan Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun dengan ITTO PD 396/04 Rev. 1 (F), di Prapat, 27-28 Maret 2009 dengan acara presentasi dan diskusi kelompok untuk membahas perencanaan skenario (scenario planning) yang berkaitan erat antara kondisi Danau Toba yang ada dengan tingkat kesadaran masyarakat. Ada empat skenario yang muncul, namun yang diuraikan disini adalah salah satu perencanaan skenario, dimana kondisi Danau Toba rusak dan tingkat kesadaran masyarakat rendah. Skenario ini dapat dinamakan sebagai sebuah “neraka” sehingga diperlukan upaya dan kerja keras untuk menghindari predikat neraka bagi kondisi danau toba.
Tanda-tanda yang diberikan dalam kondisi “neraka” bagi Danau Toba adalah, pencemaran limbah, kotor/banyak sampah, pendangkalan akibat sedimentasi dan erosi, banyak eceng gondok, PH Tinggi, hutan gundul, tata ruang tidak sesuai peruntukan, lahan kritis semakin luas, stabilitas permukaan air fluktuatif dan populasi ikan berkurang.
Berdasarkan tanda-tanda yang melekat pada kondisi Danau Toba yang rusak, maka sudah dapat diterka bahwa sumber pencemaran lingkungan Danau Toba dilakukan oleh hampir semua pemangku kepentingan seperti masyarakat (limbah rumah tangga dan penggunaan pupuk dan pestisida kimia), pengelola hotel dan restoran (pembuangan limbah dan kotoran WC), perikanan (pencemaran air, PH tinggi dan okupasi eceng gondok), dan pemerintah pusat dan daerah (penataan ruang, konversi hutan untuk pertanian, penebangan hutan, meluasnya lahan kritis).
Solusi Tepat Atas Pencemaran Lingkungan
Untuk menanggulangi tingkat kerusakan alam dan pencemaran lingkungan di sekitar wilayah Danau Toba diperlukan upaya-upaya nyata dan serius dari para pihak untuk penyelamatan ekosistemnya melalui: (i) pengelolaan dan pengurangan sampah, (ii) penanganan limbah rumah tangga, hotel dan restauran yang ramah lingkungan, (iii) pengurangan sedimentasi akibat penggundulan hutan, (iv) penurunan tingkat pencemaran air akibat penggunaan pupuk dan obat-obatan kimia (pestisida, herbisida dan fungisida), (v) pembuatan peraturan (Peraturan Daerah) terkait dengan larangan membuang minyak dan oli ke Danau Toba, (vi) perancangan usaha perikanan yang sesuai dengan daya dukungnya, (vii) penanaman jiwa cinta lingkungan kepada siswa-siswa sekolah SD, SMP dan SLTA serta generasi muda, dan (viii) penggalangan dan penggalakan program “hijaukan Danau Toba.
Di samping itu masih ada beberapa upaya lainnya yang terkait dengan penanggulangan pencemaran yaitu berkaitan dengan membangun kebersihan lingkungan yang baik di sekitar Danau Toba.
Seharusnya pola hidup bersih harus menjadi panduan utama bagi masyarakat yang tinggal dan hidup di sekitar Danau Toba karena semua pasti menyadari bahwa betapa mahalnya biaya pengobatan penyakit di negara ini dengan pelayanan kesehatan yang masih belum memadai masyarakat. Hal ini diindikasikan dengan fenomena “Pengobatan Ponari” yang didatangi oleh beratus-ratus lautan manusia yang ingin mendapatkan pengobatan murah dengan hasil yang instan. Pengobatan Ponari ini sehrausnya menjadi cermin bagi pemerintah bahwa pelayanan kesehatan masyarakat masih jauh dari kondisi yang diinginkan oleh masyarakat.
Pola menjaga kebersihan harus terus dilakukan secara rutin dan jangan diabaikan begitu saja karena pola hidup bersih harus menjadi kebiasaan yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bersih lingkungan sebaiknya diawali dengan kebiasaan dari diri sendiri dan tentunya lingkungan terdekat, yaitu lingkungan keluarga. Kebersihan sanitasi di lingkungan rumah dan sekitarnya turut berperan penting untuk pencegahan penyebaran berbagai kuman penyakit.
Langkah-Langkah Nyata Bagi Para Pemangku Kepentingan
Setelah berbicara tentang sumber-sumber pencemaran dan solusinya, maka masih diperlukan suatu langkah nyata dan komitmen dari para pemangku kepentingan untuk menjaga kebersihan lingkungan dan menghilangkan tingkat pencamaran serta mewujudkan kelestarian alam Danau Toba.
Program ITTO tetap komitmen dan konsisten mendukung program “Hijaukan Danau Toba” dengan bekerja sama dengan Pengelola Taman Eden 100 untuk mendukung kegiatan “Bank Pohon” yang dikelolanya. ITTO juga telah menginisiasi model sekolah (SMP dan SMA) bernuansa lingkungan dengan membangunkan sebuah persemaian sederhana yang berlokasi di sekolah tersebut.
Badan Koordinasi Pengelolaan Ekosistem Kawasan Danau Toba (BKPEKDT) dapat lebih berkontribusi terkait dalam menyiapkan peraturan perundangan terkait dan pembentukan sebuah kelompok kerja untuk merealisasikan program kompensasi hulu-hilir di sekitar kawasan Danau Toba sebagai sumber pendanaan bagi program pemulihan dan rehabilitasi kawasan Danau Toba.
Tujuh Dinas Kehutanan yang berada di sekitar kawasan Danau Toba diharapkan komitmen dan keseriusannya untuk merubah paradigma pengelolaan sistem keproyekan rehabilitasi hutan dan lahan dengan lebih berorientasi kepada pemberdayaan masyarakat dan pemanfaatan Kebun Bibit Desa (KBD) yang sudah terbangun agar kesinambungan program RHL dapat terwujud.
Tujuh Pemerintah Daerah di sekitar kawasan Danau Toba wajib memberikan insentif yang layak bagi para pendekar penyelamat lingkungan, misalnya penerima Kalpataru di wilayahnya yang telah terbukti menghasilkan karya nyata dalam hal tanam-menanam pohon dan kegiatan lainnya yang berdampak besar terhadap perbaikan dan penyelamatan lingkungan di sekitar Danau Toba.
Tujuh Pemerintah Daerah di sekitar kawasan Danau Toba dapat bekerjasama dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Sumut untuk mewujudkan sektor perikanan yang ramah lingkungan dan dengan Bappeda Sumut, BKPEKDT dan Dinas PU dalam menyusun tata ruang wilayah provinis dan kabupaten yang bernuansa ramah lingkungan.
Untuk memudahkan dan mengingat hari peringatan Danau Toba sebaiknya dikaitkan dengan Hari Bumi Hari Bumi yang jatuh setiap tanggal 28 Maret karena pada tanggal yang sama (28 Maret 2009) ditetapkan sebuah deklarasi penguatan forum masyarakat peduli Danau Toba (FMPDT) oleh para pemangku kepentingan di sekitar wilayah Danau Toba.
Penulis juga mengajak bergabung semua komunitas yang bergerak dalam upaya penyelamatan Danau Toba ke dalam organisasi Save Lake Toba Community (SLTC) sebagai perwujudan FMPDT yang sudah mempunyai visi dan misi, serta struktur yang jelas dalam upaya mengkritisi berbagai kebijakan dan implementasinya di lapangan. Penggabungan ini tidak otomatis meleburkan komunitas yang ada, namun dalam kerangka koordinasi dan sinergi untuk menyatukan gerak dan langkah bersama terhadap penyelamatan dan kelestarian Danau Toba.
Semua pemangku kepentingan diharapkan terus menjalankan komitmen dan kesepakatannya untuk mendukung program SLTC, yaitu Bersihkan Danau Toba (Clean Up the Lake) dan Hijaukan Daerah Tangkapan Air Danau Toba (Greeing the Land)” secara konsisten dan konsekuen melalui peningkatan komunikasi yang intensif, konsultasi, fasilitasi dan sinergitas serta berkelanjutan dalam pelaksanaanya di lapangan.
Penutup
Tulisan ini ditutup dengan sebuah baris sajak yang terkait dengan kondisi Danau Toba, yaitu “berakit-rakit ke hulu, berenang-renag ketepian. Danau Toba bersakit-sakit dahulu, mati kemudian”. Baris sajak itu hanya ingin menggugah para pemangku kepentingan untuk lebih serius lagi melakukan upaya nyata penyelamatan Danau Toba karena “matinya” Danau Toba akan melenyapkan juga entitas suku batak yang lahir dan berawal di Sianjur Mula-Mula sebuah lokasi di Samosir sebagai asal usul tanah leluhurnya.
(Penulis adalah anggota (No. 09-000103) Save Lake Toba Community (SLTC) yang berdomisili di Bogor).
No comments:
Post a Comment