Wednesday, November 18, 2015

RUNTUHNYA MITOS SI RAJA BATAK - 1: Si Raja Toba vs Si Raja Batak

SERI MENGUBUR MITOS (17)

RUNTUHNYA MITOS SI RAJA BATAK - 1
Si Raja Toba vs Si Raja Batak
Oleh: Edward Simanungkalit *


 Si Raja Toba
        Di Humbang, mulai dari Silaban Rura hingga Siborong-borong, yang sekarang berada di Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan, telah ditemukan adanya aktivitas banyak manusia sekitar 6.500 tahun lalu. Dalam bukunya “Prasejarah Kepulauan Indo-Malaysia”, Peter Bellwood (2000:339) menulis: “Sebagai contoh, sebuah inti polen dari rawa Pea Simsim dekat Danau Toba di Sumatera bagian Utara (1.450 m dpl)
menunjukkan bahwa pembukaan hutan kecil-kecilan mungkin sudah dimulai pada 4.500 Sebelum Masehi.”. Bellwood merujuk kepada hasil penelitian paleontologi oleh Bernard Kevin Maloney (1979) dari Universitas Hull, Inggris, di daerah Humbang, sebelah barat Danau Toba.
     Penelitian paleontologi atas pembukaan hutan ini dilakukan pada 4 (empat) tempat, yaitu: di Pea Simsim, sebelah barat Nagasaribu, di Pea Bullock, dekat Silangit – Siborongborong, di Pea Sijajap, daerah Simamora Nabolak, dan di Tao Sipinggan, Silaban. Penelitian ini membuktikan bahwa telah ada aktivitas manusia sekitar 6.500 tahun lalu di Humbang. Mereka itu datang dari pesisir timur Sumatera bagian Utara yang telah dilakukan beberapa kali penelitian arkeologi prasejarah di beberapa tempat mulai dari Serdang dekat Medan sampai Lhok Seumawe (ORANG TOBA: Asal-usul, Jatidiri, dan Mitos Sianjur Mulamula, 2015:21-24). Mereka ini banyak dan penulis namakan mereka dengan nama Si Raja Toba, karena hanya menurunkan Orang Toba. Jadi, Si Raja Toba bukan satu orang figur, tetapi lebih dari satu orang atau banyak orang dan mereka itu yang menurunkan Orang Toba terbukti dari DNAnya.

Si Raja Batak
          Selama ini Si Raja Batak disebut-sebut adalah nenek-moyang Suku Batak. Si Raja Batak disebutkan nama kampungnya di Sianjur Mulamula di kaki Pusuk Buhit, yang sekarang berada di daerah Kabupaten Samosir.
Berdasarkan mitologi seperti yang ditulis oleh W.M. Hutagalung,  dalam bukunya: “PUSTAHA BATAK: Tarombo dohot Turiturian ni Bangso Batak” (1926), bahwa Si Raja Batak merupakan keturunan dari Raja Ihatmanisia yang merupakan anak dari Si Borudeak Parujar dalam perkawinannya dengan Raja Odapodap dari Langit Ketujuh. Berbagai tulisan maupun buku-buku “Sejarah Batak” lainnya menyebutkan bahwa Si Raja Batak berasal dari Hindia Belakang dan membuka kampung di Sianjur Mulamula. Walaupun ada versi-versi asal-usul lain, tetapi pada dasarnya Si Raja Batak sampai di Sianjur Mulamula yang disebut  merupakan kampung awal Bangso Batak (2015:1-11).
          Para penulis “Sejarah Batak” tadi menyebutkan bahwa keturunan Si Raja Batak pergi menyebar dan membentuk Batak Toba, Batak Pakpak, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Secara khusus, W.M. Hutagalung (1926) menulis tarombo di mana marga-marga Pakpak, Karo, Simalungun, dan
Mandailing merupakan keturunan Si Raja Batak dari marga-marga Toba. Dengan demikian, selain keturunan Si Raja Batak, maka seluruh marga-marga Pakpak, Karo, Simalungun, dan Mandailing itu adalah keturunan Batak Toba juga yang kesemuanya merupakan Bangso Batak. Sebelum W.M. Hutagalung menulis bukunya, maka konon kabarnya sudah ada dibuat tarombo Si Raja Batak dalam bentuk lukisan yang konon juga kabarnya ditemukan di dalam desertasi Ronvilk sebagai lampiran. Memang masih ada buku-buku yang menguraikan tentang marga-marga bahkan ada yang memasukkan Nias sebagai sub-etnik Batak. Akan tetapi, buku W.M. Hutagalung (1926) yang paling menarik, karena paling laris manis, sehingga paling banyak dibaca oleh masyarakat dan tentulah  dapat diperkirakan pengaruhnya demikian luas. Setelah Bibel, Buku Ende, dan Almanak Gereja, sepertinya buku inilah yang paling banyak dibeli masyarakat terutama masyarakat Toba.

          Pada tebing bukit di Sianjur Mulamula, Samosir ada dibuat tulisan: “PUSUK BUHIT – SIANJUR MULAMULA – MULA NI HALAK BATAK – 5 SUKU: BATAK TOBA, BATAK MANDAILING, BATAK KARO, BATAK PAPPAK,
BATAK SIMALUNGUN”. Selanjutnya, Monumen Pintu Gerbang Tomok memuat tulisan: BATAK TOBA, BATAK SIMALUNGUN, BATAK MANDAILING, BATAK ANGKOLA, BATAK PAKPAK, BATAK KARO. Sementara dalam website Pemkab Samosir, tentang Si Raja Batak ini ditulis sebagai berikut: “Si Raja Batak, yang tinggal di Kaki Gunung Pusuk Buhit mempunyai dua putra, yaitu Guru Tateabulan dan Raja Isumbaon. Kemudian nama dua putra ini menjadi nama dari dua kelompok besar marga Bangso Batak, yaitu Lontung dan Sumba. Dari kedua kelompok marga ini lahirlah marga-marga orang Batak, yang saat ini sudah hampir 500 marga. Sampai saat ini orang Batak mempercayai bahwa asal mula Bangso Batak ada di Pusuk Buhit Sianjur Mulamula.” (www.samosirkab.go.id).
          Kemudian mengenai masa hidup Si Raja Batak ini, maka dikemukakan beberapa pihak sebagai berikut:
Richard Sinaga, dalam bukunya "LELUHUR MARGA MARGA BATAK, DALAM SEJARAH SILSILAH DAN LEGENDA" (1997) mengemukakan bahwa masa hidup Si Raja Batak kira-kira pada tahun 1200 Masehi atau awal abad ke-14 Masehi.
Batara Sangti Simanjuntak, dalam bukunya berjudul “Sejarah Batak”, mengatakan bahwa Si Raja Batak di Tanah Batak baru ada pada tahun 1305 Masehi atau awal abad ke-14 Masehi.
Kondar Situmorang, dalam Harian Sinar Indonesia Baru terbitan tanggal 26 September 1987 dan tanggal 03 Oktober 1987 serta tanggal 24 Oktober 1987, dengan judul “Menapak Sejarah Batak”, mengatakan bahwa Si Raja Batak baru ada pada tahun 1475 Masehi.
Sarman P. Sagala, dalam website Pemkab Samosir mengatakan, bahwa Si Raja Batak hidup pada tahun 1200 atau awal abad ke-13 (http://dishubkominfo.samosirkab.go.id/).
Ketut Wiradnyana, arkeolog Balai Arkeologi Medan yang telah melakukan penelitian arkeologi di Samosir, dalam seminar “Telaah Mitos dan Sejarah dalam Asal Usul Orang Batak” di Unimed (Jumat, 09/01-2015), mengatakan bahwa  orang Batak pertama di Sianjurmulamula dan mereka telah bermukim di sana sejak 600-1000 tahun yang lalu (http://humas.unimed.ac.id).
Prof. Dr. Uli Kozok, dalam seminar “Telaah Mitos dan Sejarah dalam Asal Usul Orang Batak” di Unimed (Jumat, 09/01-2015), mengemukakan bahwa Si  Raja Batak lahir sekitar 600-800 tahun yang lalu (http://humas.unimed.ac.id). 
         Demikianlah telah diuraikan di atas tentang masa hidup Si Raja Batak sebagaimana dikemukakan tadi keseluruhannya berkisar antara 500-1000 tahun lalu atau tidak lebih dari 1000 tahun.

Menara di Atas Pasir
          DNA Orang Toba membuktikan bahwa Orang Toba adalah keturunan Si Raja Toba ini (2015:31-35). Si Raja Toba ini jauh lebih dulu hidup mendiami Tano Toba (Negeri Toba) daripada Si Raja Batak. Si Raja Toba hidup 6.500 tahun lalu, sedang Si Raja Batak hidup paling lama 1.000 tahun lalu, sehingga masa hidup mereka memiliki selisih waktu 5.500 tahun. Dengan demikian, terbukti juga bahwa bukan Sianjur Mulamula kampung awal Orang Toba, tetapi Humbang merupakan daerah awal Orang Toba yang didiami oleh Si Raja Toba yang banyak itu orangnya di masa lalu. Terbukti juga bahwa Pusuk Buhit bukan gunung leluhur Orang Toba atau “Batak” sekalipun.
          Turiturian dan tesis yang ditulis oleh W.M. Hutagalung di dalam bukunya “PUSTAHA BATAK: Tarombo dohot Turiturian ni Bangso Batak” (1926) yang berpangkal kepada figur Si Raja Batak dari Sianjur Mulamula di Samosir terbukti telah gugur.  Sejarah Batak yang pada dasarnya merujuk kepada buku W.M. Hutagalung (1926) tadi harus ditulis ulang kembali, karena ternyata Orang Toba merupakan keturunan Si Raja Toba dari Humbang yang diperkirakan hidup sekitar 6.500 tahun lalu. Si Raja Batak hanyalah pihak yang datang menyusul 5.500 tahun kemudian setelah Si Raja Toba berdiam di Humbang pada sekitar 6.500 tahun lalu. Dengan demikian W.M. Hutagalung selama ini hanya berusaha mendirikan menara di atas pasir dan menara itu telah rubuh seiring dengan pengungkapan fakta-fakta sekarang ini.

Kebenaran itu Memerdekakan
          Penulis berada pada keyakinan bahwa kebenaran itu memerdekakan (Yoh. 8:32) dengan premis: “All Truth is God’s Truth”. Mitos yang lahir secara alamiah apalagi mitos yang diciptakan orang tertentu sudah seharusnya ditinggalkan dan diganti dengan pegangan baru yang lebih rasional dan dapat diterima pikiran sehat. Salah satu ciri dari masyarakat modern ialah menghargai dan berpatokan kepada ilmu pengetahuan dan tekonologi (iptek). Iptek adalah anugerah Tuhan untuk menciptakan kesejahteraan manusia, sehingga iptek bukanlah musuh iman Kristen. Oleh karena itu, mitos Si Raja Batak jelas-jelas sudah harus ditinggalkan, karena sama sekali bertentangan dengan pikiran sehat yang ilmiah.
          Beberapa kali terdengar suara komentar bahwa penulis masih memiliki “kelemahan” oleh karena belum mengadakan penelitian dengan bertanya kepada sahala-sahala atau arwah-arwah leluhur. Di dalam iman percaya penulis kepada Tuhan Yesus Kristus,  bagi penulis tidak ada itu sahala-sahala atau arwah-arwah leluhur, karena hanya Roh Kudus, roh manusia yang hidup dan iblis/roh-roh jahat yang ada di dunia ini. Iblis dan roh-roh jahat itu sudah dikalahkan Yesus Kristus di kayu salib ketika Yesus mati dan bangkit kembali dari kematian pada 2.000 tahun lalu di mana dengan darah-Nya yang mahal telah menebus umat-Nya dari dosa. Darah Yesus berkuasa menghancurkan kekuatan Iblis dan roh-roh jahat yang menyamar dan mengaku-ngaku sebagai sahala atau arwah leluhur. Iblis adalah pendusta dan bapa segala dusta (Yoh. 8:44), maka tidak ada gunanya bertanya untuk mencari data kepada bapa segala dusta.
          Ada juga anggapan dan suara yang mengatakan bahwa mempertanyakan kesakralan leluhur itu dapat mengakibatkan bangkitnya murka para sahala leluhur atau bisa menerima hukuman dari leluhur. Leluhur itu sudah meninggal, maka mereka sepenuhnya berada di bawah kontrol Allah yang telah memisahkan orang mati dengan orang hidup. Iblis dan roh-roh jahat yang menyamar dan mengaku-ngaku sahala atau arwah leluhur tidak pernah dapat mencelakai umat tebusan Yesus yang ditutup-bungkus oleh darah Yesus. Kekuatan iblis dan roh-roh jahat tidak akan pernah dapat menembus darah Yesus, bahkan malah mereka takut dan terbirit-birit mendengar darah Yesus disebutkan. Dengan kuasa darah Yesus, umat tebusan-Nya akan mengalahkan iblis dan roh-roh jahat (Why 12:11). Tuhan mempelengkapi umat tebusan-Nya dengan: firman-Nya, nama Yesus, darah Yesus, Roh Kudus, dll. Segala kemuliaan hanya bagi Allah. ***

                   
          (*) Pemerhati Sejarah Alternatif Peradaban




















42 comments:

  1. Apapun ceritanya orang Batak di sebut orang Toba dan sebaliknya..
    aq bangga orang Batak par Tao Toba...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Boleh saja menyebut bangga, tetapi tidak mau menyebut marga menunjukkan ketidakbanggaan itu.

      Delete
  2. Apapun penjelasan terbaru dan cerita para tetua orang batak saya percaya, tetapi satuhal yang semestinya kita pertahankan yaitu, adat dan persatuan batak , harap kita pertahankan meski harus berubah seiring zaman. HORAS

    ReplyDelete
  3. Apapun penjelasan terbaru dan cerita NATUA-TUA kita orang batak saya percaya asalkan masih bisa diterima akal sehat. Aku bangga jadi orang batak.... HORAS

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ompung saya dulu sampai akhir hayatnya tidak percaya kalau manusia sudah menginjakkan kaki di bulan. Tentu saya tidak harus mengikuti apa yang dikatakan ompung saya itu. Adat tidak akan pernah mampu bertahan, karena adat bukan dikembangkan, tetapi diganti, sehingga pesta adat yang tadi berakhir jam lima sore berubah nenjadi jam sembilan malam. Marwahnya sudah hilang, karena lagunya Poco-poco dari Manado, Sajojo dari Papua, dan lagu Flores dari Ende. Persatuan harus ada unsur kesetaraan, sehingga baru Bhinneka Tunggal Ika, dan kita semua masih bersatu dalam kesatuan sebangsa dan setanah air, sehingga bukan persatuan di atas ketidakbenaran dan ketidaksetaraan. HORAS.

      Delete
  4. Horas.
    Cerita asal mula Siraja Batak itu legenda, sama seperti cerita Sangkuriang, Tangkuban Perahu dari Jawa, atau legenda Danau Toba-nya kita. Tidak ada orang yang mau capek2 membuktikan kebenarannya karena itu legenda. Legenda = cerita rakyat yang setengahnya berdasarkan peristiwa sejarah dan setengahnya lagi ANGAN-ANGAN. WM Hutagalung jelas2 memberi judul bukunya "Tarombo dohot TURITURIAN..." TURITURIAN = cerita rakyat, LEGENDA. Cerita "Parbadaan ni Bulan dohot Mataniari", "Asal Mula Siraja Batak", itu jelas2 legenda. Kenapa legenda bisa muncul, salah satunya mungkin keinginan orang Batak dulu mengetahui sejarahnya tanpa disertai teknologi yang mampu membuktikan keberadaan manusia di tanah Batak 6000 tahun yang lalu, sehingga terciptalah cerita yang "dibuat-buat", namun dipercaya. Apakah kita harus percaya? Tidak, namun ambil pendidikan moralnya, ambil ajaran budi pekertinya. Mengetahui legenda = mengingat dan menghargai sejarah. Itu alasan mengapa buku WM Hutagalung banyak diminati setelah Bibel, Buku Ende, dan Almanak Gereja. Walau menara di atas pasir, harus dijaga jangan sampai rubuh. Dan tolong jangan asal mencampuradukkan legenda, sejarah, dan agama.
    Horas.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Horas juga,
      Buku W.M. Hutagalung bukan sekedar turi-turian, karena Si Raja Batak langsung dihubungkan dengan tarombonya, sehingga berhubungan langsung dengan kenyataan sekarang, karena menyangkut tarombo dan marga-marga yang berarti manusia sekarang ini yang nyata-nyata hidup. Jadi, itu bukan hanya sekedar legenda atau turi-turian, karena sudah memasuki dunia nyata sekarang ini. Kemudian sesuatu yang tidak benar tidak perlu dipertahankan biarlah kebenaran itu yang menguasai kita, karena kebenaran itu akan memerdekakan. Tidak ada yang dicampuradukkan, tetapi tercampur-aduk, karena itu merupakan posisi iman penulis dan tidak ada yang terpisah-pisah sebagaimana premis: "All Truth is God's Truth" yang telah dikemukakan sebelumnya. Intinya, lebih dulu manusia ada di Humbang dan Humbang merupakan daerah awal manusia Toba.

      Delete
  5. Saya pernah baca mengenai umur manusia di Bumi ini, baru sekitar 5000 an tahun, klo sekarang mungkin baru mau mencapi 6000 tahun,itu di tulis oleh orang Israel...lebih detil jelasnya saya sudah lupa. Untuk itu perlu dipelajari lagi mengenai si Raja Toba yang sudah 6000 tahun lebih..?!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gunung Toba meletus 74.000 tahun lalu dan sudah ada manusia pada waktu itu. Bosnian Pyramid, yang sudah selesai sebuah diekskavasi, berusia 29.400 tahun dan di sana ada ditemukan tulisan dan berbagai benda-benda buatan manusia. sedang situs Gunung Padang sekitar 35.000 tahun lalu. Silahkan buka juga seminar Dr. Danny Hilman dalam "PLATO TIDAK BOHONG: Atlantis ada di Indonesia" di youtube. Kemudian Loyang Mandale, Aceh Tengah sudah ada manusia sekitar 8.340 tahun lalu.

      Delete
  6. Replies
    1. Website tersebut sudah pernah saya temukan secara tak sengaja baru-baru ini dan website itu mengingatkanku kepada "Kesaksian Kisah Nyata Ritual Gila Daud Tony" di: https://www.youtube.com/watch?v=EKG1lZGvrF8

      Delete
  7. Orang Toba adalah suku batak,ga usah diperdebatkan lagi kalo menurut saya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ini bicara Si Raja Batak dari Sianjur Mula-mula dan Si Raja Toba dari Humbang, yang ternyata Si Raja Toba jauh lebih tua.

      Delete
  8. Apa pun cerita nya.. ambil sisi positif na gelah , sai tong ma partuturan pakon parkeluargaan ta totap tarjaga sesama halak batak, ai lang ai do naporlu tene abang , tulang ,haganup, sai tong ma songon parsiajar songon badiri iajari nasiam namarpengalaman, , abg admin mauliate ma di informasi on. Boi otik binoto naha gambaran ni sejarah batak , horas,, BATAK

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tarombo yang ditulis oleh W.M. Hutagalung sudah harus dipertanyakan ulang dengan salah satu bukti berupa amburadulnya tarombo marga SIMANUNGKALIT di dalam buku itu dan tarombo lain pun ada yang bermasalah seperti itu. Itu hanya salah satu bukti permulaan saja. Salah satunya lagi dapat dibaca di dalam tulisan di blog ini berjudul: "JURUS PADOMUHON LANGIT DOHOT TANO" dan banyak tulisan lain. Terima kasih, horas.

      Delete
  9. perlu di kaji lebih dalam kalau pakpak keturuna si raja batak. soalnya dari segi bahasa tidak cocok apalagi dari budaya yg bertolak belakang (contoh di toba hula-hula mangulosi boru ttp di pak pak malah sebaliknya)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pakpak memiliki masyarakat, tanah ulayat, budaya, mitologi, kepercayaan (agama suku), dll., maka mereka merupakan sebuah etnis. Marga-marga dari Sicike-cike di daerah Sidikalang, seperti: Ujung, Angkat, Bintang sudah memiliki 38 generasi (sundut), sementara penulis sendiri masih generasi ke-14 Simanungkalit.

      Delete
  10. Segala sesuatu bisa diperdebatkan, dan segala sesuatu yang sudah diyakini, bisa berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan zaman, yang penting, ada bukti-bukti yang nyata yang mendasari perubahan itu, dan bukan "katanya" atau "kata penulis ini dan kata penulis itu". HORAS.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Horas, boleh juga itu dan ini merupakan hasil penelitian paleontologi dan dikonfirmasi oleh hasil penelitian genetika (DNA), maka terlihat kecocokan. Jadi, bukan hanya berdasarkan hasil penelitian satu ilmu pengetahuan, tetapi dua ilmu pengetahuan yang saling meneguhkan, sehingga jauh lebih dapat diyakini.

      Wah, kita ini sama-sama alumni dari sekolah yang sama, yaitu: SDN Teladan, SMPN 1, dan SMAN 225. Horas sekali lagi. :)

      Delete
  11. Tidak ada Raja Toba. Toba = Parsolu = Pardekke = Nelayan di Tao Toba. Daerah Toba hanya Porsea, Laguboti, Balige. Tidak termasuk Pulo Samosir daerah Toba, sebab adatnya beda dengan Adat Toba

    ReplyDelete
    Replies
    1. Balige, Porsea, Laguboti adalah Toba Holbung, tetapi setelah Kabupaten Tobasa dibentuk, maka Balige, Porsea, Laguboti disebut oleh masyarakat di daerah itu menyebut Toba. Stempel Raja Singamangaraja XII berbunyi: "Maharaja di Negeri Toba", bukan ditulis Negeri Batak dan Raja Singamangaraja XII dari Bangkara, bukan dari Balige, Porsea, Laguboti.

      Delete
  12. Saya rasa admin terlalu terburu2 menilai dan menggugurkan pendapat dengan mengatakan gugurnya "MENARA DIATAS PASIR"..Tentang si Raja Toba yg disebutkan admin tidak bisa dibuktikan secara gamblang, hanya dengan reka2an dengan mengatakan kecocokan DNA dengan orang Toba..Jika menurut admin asal muasal orang Batak adalah Humbang bukan Sianjur Mula2 seperti yg kita ketahui selama ini, tolong admin beberkan bukti atau penelitian Ilmiah yg dapat mendukung pendapat tersebut. Anda menggugurkan "Pendapat lama" tersebut dengan mengatakan telah usang tetapi "Pendapat" yg anda paparkan tidak disokong dengan bukti akurat secara ilmiah...saya pribadi berani berkata "Pendapat anda hanyalah HOAX"..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alinea pertama dan aline kedua dari tulisan di atas sudah cukup membeberkannya dan sumber-sumbernya. Sumber-sumber itupun masih dapat lebih di dalami dalam kedua buku yang disebutkan di dua alinea tersebut. Kemudian tulisan tersebut di atas merupakan SERI MENGUBUR MITOS 17, sehingga kalau ingin lebih jelas sebenarnya, maka dapat melihat seri ke-1 s/d 16. Fakta yang disebutkan di alinea ke-1 dan ke-2 itu sebenarnya sudah cukup untuk mendukung kesimpulannya, kecuali kalau memang lebih percaya kepada turi-turian (folklore) yang tidak dapat diverifikasi. Mitos Sianjur Mulamula hanyalah mitos sesuai dengan judul buku: "ORANG TOBA: Asal-usul, Jatidiri, dan Mitos Sianjur Mulamula". Masak demi mempertahankan turiturian yang tidak jelas itu harus mengabaikan fakta ilmiah? Lebih mudah mengatakan turi-turian (folklore) itu HOAX.

      Delete
  13. Perkiraan munculnya siraja batak di sianjur mulamula seharusnya sebelum gunung toba / pusuk buhit meletus,. biasanya bermukim itu dekat sumber air,. (terbentuknya danau toba)-red

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itu hanya keinginan, tetapi tidak ada dasar ilmiahnya dan para sejarawan dan para ilmuwan telah membuat perhitungannya dengan cermat.

      Delete
  14. Seharusnya munculnya si raja batak di sianjur mulamula sebelum gunung toba meletus:
    biasanya bermukim itu dekat sumber air vs terbentuknya danau toba

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itu hanya hanya keinginan saja yang sangat sulit diselaraskan dengan berbagai fakta ilmiah. Hal ini sudah dibicarakan dalam 16 tulisan sebelumnya.

      Delete
  15. Horas ma di hamu lae admin.

    Hurasa adong dua hal na so pola porlu ikkon paksahononta gabe sada ima : turiturian habatahon dohot fakta sejarah habatahon. dison boi mai bagian ni turiturian ma asal usul si raja batak na didok muasal na sian sianjur mula-mula, natape di padomu siraja batak i tu silsilah manang geneologi ni halak batak, alai dang pola salah i asa komprehensif manang pungu sude turi-turian i. Hurasa dang pola adong halak batak na porsea saratus porsen bahwa i sebagai fakta sejarah, alai dipakke mai sebagai patokan tu partuturan dohot tarombo. Ai soadong binege pola halak martarombo ditarik tarombo na sian siraja batak kan?. jadi hurasa cukup ma asal muasal si Raja Batak i dohonon sebagai bagian kearifan lokal naso pola porlu diperdebathon.

    Tarsingot tu sada nai fakta sejarah na nidok munai bahwa si raja toba sian Humbang, toho majo i molo sian sisi ilmiah majo tadok. Alai hurasa butuh penelitian lebih lanjut dope hurasa i alana DNA dasarna inna hamu dohot penelitian ni antropolog. Molo tadok DNA tu akka na marhaha maranggi kandung dohot tu ama dohot anak na boi ma ra valid 100 porsen i. Alai molo nga sada bangso agak susah doon bohh. Akka DNA nise mai naung binuat nai ipe so dipatorang halak lae, jala piga halak na dibuat DNA na.

    maksuthu disi, sian sisi mitos manang sian sisi ilmiah, tetap do boi diperdebathon barang on kan?, alani tabaen ma mitos i gabe mitos jala ilmiah i sekedar ilmiah, unang pola dibaen ilmiah i menghancurkan mitos, ala adong do fungsi ni masing-masing.

    Botima Lae,,Mauliate

    ReplyDelete
    Replies
    1. Horas ma tutu.

      Santabi, saya menjawabnya bukan dalam bahasa Toba, tetapi dalam bahasa Indonesia. Turiturian dan sejarah sudah tidak jelas beda bagi kita kalau kita membaca buku-buku sejarah “Batak”. Asal-usul Si Raja Batak yang ditulis oleh berbagai penulis sudah menjadi sejarah dan terhubung langsung dengan kehidupan seperti melalui tarombo dan lain-lain. Berbicara Batak dalam konteks buku W.M. Hutagalung di atas, maka yang dimaksud ialah Toba, Pakpak, Karo, Simalungun, dan Mandailing. Ketika Tarombo Si Raja Batak dihubungkan melalui tarombo Toba kepada marga-marga Pakpak, Karo, Simalungun, dan Mandailing, maka timbul banyak permasalahan yang membuat polarisasi di dalam internal etnik tadi. Pihak Mandailing dulu sudah menggugat ke pengadilan pada masa penjajahan Belanda bahwa mereka terpisah dari Batak dan gugatan itu sudah diputuskan (wikipedia). Jadi, kalau itu kearifan local, maka itu jelas tidak menguntungkan bagi keempat etnis tadi. Disebutkan etnis, karena memang demikianlah adanya yang dapat dilihat dalam tulisan berikut-berikutnya. Selain itu ada tangan-tangan pihak asing yang memainkan peranannya di masa lalu dan ini juga akan diungkapkan nanti, karena tidak mungkin dipaparkan hanya dalam sebuah artikel sepanjang 5 halaman.

      Penelitian di Humbang adalah penelitian Paleontologi yang dilakukan oleh Bernard Kevin Maloney dari Universitas Hull, Inggris. Bernard K. Maloney telah menulisnya di beberapa buku yang kemudian dirujuk oleh Peter Belwood seperti dikutip di dalam artikel di atas. Laporan penelitian Bernard K. Maloney tadi dalam bentuk jurnal diposting juga di beberapa website universitas ternama di Amerika dan Australia (www.anu.edu.au; www.manoa.hawaii.edu; www.lib.washington.edu). Tidak mudah untuk memperdebatkan hasil penelitian ini secara ilmiah sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan. Selain itu kemudian dilakukan lagi penelitian Biologi Molekuler oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman yang ditata kembali dan dikembangkan oleh Presiden B.J. Habibie. Sebagai lembaga negara diberikan tugas oleh negara untuk melakukan penelitian genetika/DNA semua etnik di Indonesia dan hingga kini sudah berhasil meneliti 60% DNA etnik di Indonesia. Hasil penelitian yang sudah dipublisir itulah yang digunakan dalam tulisan di atas. Jadi, penelitian paleontologi sebelumnya dikonfirmasi oleh peneltian DNA, sehingga itu merupakan hasil penelitian dari dua cabang ilmu pengetahuan. Berdasarkan DNA tersebut dapat diketahui dari mana asal-usul manusia sampai ribuan tahun, puluhan ribu tahun, bahkan ratusan ribu tahun. Itu adalah ilmu pengetahuan modern yang baru 8 tahun terakhir ini berkembang. Hal ini lebih jauh dijelaskan di dalam buku saya: “ORANG TOBA: Asal-usul, Jatidiri, dan Mitos Sianjur Mulamula”. Sebelum artikel di atas, maka sudah ada 15 tulisan terkait ditulis dan 5 artikel lagi ke depan yang telah dimuat di blog ini.

      Soal diperdebatkan bisa-bisa saja diperdebatkan, tetapi mitos adalah mitos berguna bagi sesuatu yang belum jelas dan tidak dapat dijelaskan berdasarkan pengetahuan yang ada. Akan tetapi, mitos akan ditinggalkan seiring dengan datangnya agama baru yang berbeda dan kemudian setelah sains menjelaskannya hingga terang-benderang. Ilmiah bukan sekedar ilmiah, tetapi harus menjadi pegangan bagi masyarakat, agar dapat meraih kemajuan. Sungguh, kebenaran itu akan memerdekakan.

      Boti ma, mauliate.

      Delete
  16. Horas mardongan tabe tu admin.

    Saotik lae sekedar manambai majo rupani. Ala naung apala dibukka lae do taringot tu "kebenaran". Sattabi dang na pajago-jagohon au ate lae, alai na diskusi majo hita Lae. Sattabi saulak nari bohhh.

    Tohodo kebenaran memerdekakan alai dang adong kebenaran na universal. Kebenaran di lae, sona tor boi dohonon gabe kebenaran di au. Molo di Amang WM Hutagalung, kebenaran ima : Si Raja Batak sian sianjur mula-mula anakna ima Tatea Bulan dohot Isumbaon, on ma mulani sude nasa namarmarga batak (toba, simalungun, mandailing dst). alai molo di lae tontu asing muse do kebenaranna kan?

    Unang attong ala ilmiah sesuatu, gabe berhak iba memonopoli kebenaran i. "ada benarnya" toho, alai gabe kebenaran dang toho.

    Agak filosofis saotik, hehehehehe, kan selama di portibion dang adong kebenaran. Halak barat pe najolo sangat porsea do tu sains dohot ilmiah, alai sonari dang be, nga sukkun sukkun muse nasida, onma dalam gerakan "post modernisme" inna nasida goarna.

    Jadi tetap lae, dang sepakat au, las boha pe hebat ni sada penelitian ilmiah na mandok batak sian an, manang sian on, anggo haporseaon ni akka natua tua najolo ikkon tetap do peopon. Ai ido umbahen adong istilah batak manang toba, datung adong marga molo so dipakke akka opputta nahinan marga i jala ditorushon tu pinopparna. maradu boa adong do "kebenaran" di haporseaon nasida i, jala ido na disurathon WM Hutagalung, ala sebelumna holan lisan do cerita on.

    nda ido lae? jei mauliate ma dohonon tong tu lae, gabe panamba parbinotoan ma lae, artikel ni lae on. horasma.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kebenaran itu memerdekakan. Itu yang diajarkan Guru saya, mungkin Guru lae juga. Kebenaran tidak hanya kebenaran yang diwahyukan (revealed truth), tetapi juga kebenaran yang ditemukan (discovered truth) seperti yang ditemukan Archimedes atau Phytgoras dan semua kebenaran berasal dari Allah, sehingga "All Truth is God's Truth" seperti yang dikemukakan oleh para reformator. Jadi, kebenaran tidak diukur manusia secara subyektif, sehingga dikatakan kebenaran menjadi tidak universal oleh karena subyektif dan kebenaran itu nyata ada.

      Soal Si Raja Batak versi W.M. Hutagalung yang lae terima sebagai kebenaran yang diyakini lae sebagai awal dari segala yang bermarga (toba, simalungun, mandailing, dst.), maka itu terserah penerimaan lae juga, tetapi fakta-fakta tidak menunjukkan demikian dan itu banyak ditolak oleh orang Pakpak, karo, Simalungun, Mandailing, dst.). Meskipun demikian, kalau toh lae tetap berkeyakinan seperti tadi, maka lae pun tidak dapat dipaksa, karena itu kemerdekaannya sekaligus kebebasan lae berpendapat. Tetapi, apa yang dikemukakan di dalam tulisan tersebut juga sebuah pendapat yang disampaikan secara bertanggungjawab atas dasar norma-norma ilmiah. Jadi, tidak asal menyapaikan pendapat begitu saja. Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah augerah Allah bagi kemakmuran dan kesejahteraan manusia, sehingga kebenaran ilmiah diterima sebagai kebenaran, kalau itu sungguh-sungguh kebenaran, maka itupun juga berasal dari Allah. Kita tahu bahwa sesuatu yang ilmiah itu memiliki parameter yang jelas, sehingga lebih meyakinkan daripada sekedar turiturian yang tak dapat diverifikasi dan serba gelap tanpa kronologi waktu.

      Kata lae, orang Barat pun dulu sangat yakin akan sains dan teknologi, bukan hanya dulu, tetapi sekarang pun mereka tetap yakin. Meskipun sekarang ada masalah yang disebut post-modenisme, tetapi mereka tetap yakin akan iptek. Masalah post-modernisme disebabkan semakin kompleksnya permasalahan akibat dari cepatnya perubahan yang disebabkan globalisasi, informasi, transportasi, konsumerisme, dan lain-lain. Sehingga, mereka kehilangan hal-hal yang bersifat kekal oleh karena iptek dan segala sesuatu yang berasal dari ruang dan waktu tidak dapat tidak dapat menggantikan yang kekal tersebut sementara perubahan itu demikian cepatnya, sehingga dibutuhkan pegangan yang bersifat kekal di dalam hidup. Josh McDowell & Bob Hostetler menawarkan definisi berikut postmodernisme: "Suatu pandangan dunia yang ditandai dengan keyakinan bahwa tidak ada kebenaran dalam pengertian objektif tetapi diciptakan bukan ditemukan.”. Kebenaran adalah "yang diciptakan oleh budaya spesifik dan hanya ada di budaya". Defenisi modernisme ini bagus dan memberikan pengertian yang baik termasuk terhadap kebenaran itu ...

      Delete
    2. Jadi, kalau pun lae tidak sepakat tentang temuan-temuan ilmiah soal asal-usul “Batak”, maka hal itu adalah hak lae. Tetapi, sebagai orang yang hidup di abad ke-21 ini, maka kalau orang lebih percaya dan berpegang kepada hal-hal ilmiah yang lebih dapat diterima dengan pikiran sehat. Kalau orang tidak percaya lagi bahwa manusia berasal dari langit ketujuh yang dilahirkan oleh Si Boru Deak Parujar & Raja Odapodap, maka hal itupun wajar sekali oleh karena iman mereka. Ompung saya sampai akhir hayatnya tidak percaya bahwa manusia sudah sampai ke bulan, maka apa yang dikatakan ompung saya itu tidak akan saya pegang (peop). Kemudian karena yang ditulis oleh W.M. Hutagalung itu adalah bahan-bahan lisan, maka di dalam ilmu komunikasi dikenal adanya ‘noise’, maka noise menyebabkan pesan dapat mengalami perubahan atau pencemaran. Selain itu, kami pun meragukan independensi W.M. Hutagalung dalam menulis buku tersebut, karena dia melakukan penulisan itu atas pesanan pemerintah Hindia Belanda dan buku itupun diterbitkan atas perintah pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1926 di mana pada waktu itu dia pun juga adalah pegawai Belanda sebagai asisten demang di Pangururan. Selain itu, masih banyak bukti yang belum saya ungkapkan di dalam tulisan-tulisan selama ini, sehingga masih harus ditulis secara bertahap.

      Horas ma … 

      Delete
  17. Horas ma tutu Lae.

    Gabe lam serius do tutu pembahasan on akke lae, hahahhaahahaha.

    Jadi sabotulna sepakat do hita lae taringot tu kebenaran memerdekakan, alai kebenarana i tetap do parsial dobah lae, dang mungkin universal. Jebakan kebenaran na dianggap universal, onma na mambaen adong kesombongan di deba jolma, mambaen kebenaran nadi anut manang dihaporseai ikkon dihaporseai halak na asing. Godang contoh ni akka halak sisongonon boi taida di akka pemeluk ugamo.

    Bebas nilai doi nian geneologi batak na binaen ni WM Hutagalung i lae, goarna pe turiturian, jadi agak hurang do anggo nilai sejarahni (secara ilmiah). Alai ala on do dihaporseai akka natua-tua bah hupeop doi attong, ai sian nasida do mulani identitas habatahon na adong di au. Hudok ma nuaeng, so marroha dope au nga melekat di goarhu margakku, di surat tardidi nga dibaen margakku. Lebih jauh muse sian nasida do huboto Siraja Batak sian pusuk buhit oppung ni sude marga batak. Hupeop doi di level turi-turian, jala dang pola huanalisa i sedemikian rupa toho manang dang, goarna pe turi-turian kan, on ma baen na hudok kearifan lokal ma i. Tarsingot tu adong klaim ni halak simalungun, manang mandailing manang na asing mandok dang sian si raja batak sumber silsilah nasida, bah hak nasida doi attong, jala wajar doi. Lok disi, dibaen nasida turi-turian nasida, malah memperkaya kearifan lokal itu sendiri. Nata pe adong akka gugat menggugat, palessem doi sude, ai asa lengkap gugatan i tottu ikkon hadirma Si Raja Batak sebagai saksi, nda ido? Alani semangat nasida doi baenna digugat, ndang boi tor dohonon gabe masalah manang polarisasi i, sekedar dinamika doi di bagasan habatahon.

    Jadi sian awal Laeku, judul ni artikel Lae mandok runtuhnya mitos si raja batak, jala dibaen lae isina hasil temuan DNA dohot penelitian ni paleontolog na mambahen runtuh mitos si raja batak, on do na hurang sepakat au lae. Datung gabe sursar sude ruhut ni marga dohot partording ni partuturon alani penemuan ni si bontar mata i kan hahahahahahahhaahahahahaha. Jei marga aha do au on sabotulna hahahahahahhahahahaha

    Ido asa hudok molo muasal ni si raja batak bah turi-turian ma tabaen i manang kearifan lokal mai. molo tung pe adong akka penemuan manang penelitian taringot tu sian dia do batak on, bah si panamba parbinotoan ma tabaen i. unang pola ta adu naduai poang, laho pamittoppon turiturian i (istilah ni lae "runtuh").

    Botima Lae, sattabi di hata na silpe.

    Horasma

    ReplyDelete
    Replies
    1. Horas ma …

      Kebenaran itu bukan sekedar kebenaran yang universal, tetapi kebenaran itu berasal dari Allah dan Allah itulah kebenaran sebagai kebenaran yang ultimate, sehingga berbeda dengan kebenaran yang dibicarakan pihak lain dan itu tidak dipaksakan, karena pada akhirnya kebenaran itu akan menyatakan dirinya di suatu saat nanti. Jadi, ini bukan bicara kesombongan, karena orang bebas menyatakan imannya dan sikapnya terhadap suatu hal sebagai sebuah kemerdekaan pribadinya. Kalau pun ada pernyataan yang bersifat iman di sana, maka itu lebih kepada pernyataan sikap dan identitas sehubungan dengan adanya berbagai “gertakan” yang menyatakan bahwa arwah-arwah nenek-moyang akan menghukum saya dan menyatakan bahwa “kelemahan” dari tulisan tersebut adalah tidak adanya penelitian terhadap sahala-sahala. Setelah ada sekitar 40% menyatakan demikian, maka dengan sangat terpaksa harus menyatakan sesuatu tentang hal tersebut dan tentu pernyataan itu sangat ekslusif.

      Buku W.M. Hutagalung bukan lagi dipandang sebagai turiturian, tetapi sudah dipandang sebagai sejarah menjadi rujukan bagi banyak buku sejarah dan masuk ke dalam kehidupan nyata yang merusak banyak marga di daerah lain. Hal itu boleh dilihat pada artikel lain bahwa marga mereka mengalami polarisasi akibatnya. Soal itu dipercayai oleh para orangtua, maka bebas-bebas saja mempercayainya. Tetapi, lae salah satu yang termasuk mempercayainya pada level turiturian sementara bagi banyak yang lainnya dipandang sebagai sesuatu yang sacral hingga “mengancam dengan menyatakan hal itu tabu”. Kemudian membawanya melalui tarombo Si Raja Batak itu ke dalam kehidupan nyata, sehingga terjadi polarisasi di antara marga-marga etnis lain seperti di marga Pakpak di mana satu marga bisa “menjadi” rumpun dua marga dari Toba. Ini berbeda dengan gugat menggugat di pengadilan seperti yang dilakukan Mandailing dan itu sudah diputuskan pengadilan di zaman Belanda, tentu lae sebagai lawyer tentu lebih mengerti mengenai putusan yang sudah inkracht.

      Terlepas dari judul artikel di atas, maka mitos Si Raja Batak akan runtuh juga seiring dengan perkembangan soal keimanan dan perkembangan iptek modern. Dalam hal itu boleh saja lae kurang sepakat, sedang artikel di atas tidak menyinggung marga-marga, tetapi secara khusus membahas tentang figur tunggal Si Raja Batak. Mitologi Si Raja Batak sebagaimana ditulis W.M. Hutagalung yang dikaitkan dengan tarombo Si Raja Batak jelas menguntungkan Orang Toba, karena marga-marga Toba menjadi pusat dari marga-marga Pakpak, Karo, Simalungun, dan Mandailing. Kalau ada anak Pakpak yang lahir dan dibesarkan di Jakarta melihat kenyataan ini, maka dia akan berkomentar menanggapinya: “Enak di dia, gak enak di gua!”. Padahal, faktanya tidak demikian bahwa mereka berbeda dengan Toba, meskipun itu lae sebutkan sebagai kearifan lokal. Akibatnya bagi etnik lain, seperti disampaikan oleh seorang teman dari Karo, bahwa itu tergolong hegemoni Toba, sedang saya menyebut supremasi Toba.

      Delete
    2. Lae mengatakan ini sebagai kearifan lokal dan ilmu pengetahuan dijadikan sebagai penambah perbendaharaan pengetahuan, maka sebagian sudah dijawab di atas, sedang antara kearifan lokal dan sains terjadi dualisme, ambigu, atau dikotomis. Akan terlihat aneh, kalau ada orang berpikir A tapi bertindak B, karena sangat sulit sekali kalau orang yang memiliki alam pikiran berdasarkan sains, tetapi hidup di dalam mitos-mitos. Dengan sendirinya, mitos-mitos akan ditinggalkan orang yang alam pikirannya dikuasai sains, karena mereka akan semakin rasional. Sedang sebaliknya, bila mitos-mitos menguasai alam pikiran, maka orang akan meninggalkan sains itu dan akan tertinggal di dalam perkembangan zaman, karena perkembangan zaman dimotori oleh perkembangan iptek. Orang Tionghoa memiliki marga yang sudah ada 2.000 tahun, tetapi mereka tidak terperangkap kepada satu figur sebagai nenek moyang mereka yang diikuti oleh tarombo, sehingga membuat mereka lebih terbuka dan fleksibel yang siap terhadap perkembangan zaman yang semakin maju. Sementara kita sibuk bersoal-soal dengan etnis lain dan sibuk melurus-luruskan tarombo yang sulit menjadi lurus itu. Kemudian soal kearifan lokal yang lae kemukakan itu tidak akan runtuh begitu saja kalau dia benar-benar berakar dan tumbuh dari dalam gerak kehidupan masyarakat melalui proses waktu yang panjang. Dan, kalaupun ada yang runtuh sebagian, maka itu membuktikan gagal menghadapi ujian di dalam ruang dan waktu. Akhirnya, kalau mitologi Si Raja Batak itu memang benar-benar berakar di dalam masyarakat “Batak”, maka mitologi itu akan kuat menghadapi perkembangan iptek.
      Satu hal yang sangat mendasar di dalam diskusi ini adalah bahwa lae tidak menyebut marga sebagaimana layaknya suatu perkenalan di dalam masyarakat kita, sehingga tidak tampak nyata manifestasi dari kearifan lokal yang justru lae pertahankan itu. Sementara saya jelas-jelas kok menyebut nama saya di dalam profil blog ini. Dan, diskusi ini diakhirinya sampai sekian. Mohon maaf, kalau ada perkataan yang kurang berkenan.

      Horas ma …
      Tabe :)

      Delete
  18. Kayaknya ga perlu ribet gt dg org2 arkeolog. Biarpun dikasih liat dan dijelasin, kita jg ga bakal ngerti riset itu. Sama seperti org yg bikin cerita dinosaurus dan UFO. Apalagi si tolol satu itu yang bilang manusia adalah keturunan monyet.

    Yang dibilang bukti autentik...ya hanya foto2 burem dan runtuhan puing. Kesimpulannya kita musti menghayal sendiri.

    Dr jaman dulu org2 asing itu bikin segala pembuktian2 dari bangsa lain, yang tujuannya doktrin dan ujung2nya adu-domba. Ya wajar sih...kalo ga dengan cara itu, mereka punya apa? Teknologi mereka ga secanggih naluri kita...haha

    Ada cara yang lebih nyata. Liat dari pola-pikir, lokasi, dan budaya. Yang mana murni, yang mana campuran. Selebihnya....ya jawab sendiri aja.

    Peace, bro :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sebagai salah satu disiplin ilmu, maka arkeologi merupakan ilmu pengetahuan. Sedang yang yang dipakai di atas adalah paleontologi yang merupakan salah satu cabang dari geologi. Teori Charles Darwin sudah ditinggalkan, karena DNA Monyet tidak ada di dalam diri manusia sekarang. Soal penelitian paleontologi di atas berlanjut nanti kepada hasil penelitian DNA Orang Toba, yang sudah terkomfirmasi dan dipaparkan dalam tulisan berikutnya. Tidak perlu memusuki ilmu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan semakin maju seiring semakin modernnya dunia ini, maka ilmu pengetahuan itu harus didalami bahkan dikuasai agar tidak kita tidak tertinggal dan dilindas oleh zaman modern ini. Pis juga ... :)

      Delete
    2. sattabi di hamu amang administrasi,dohot sude hita na komen di artikel on..sude na di patorang admin dhot pak galung majo hudok ate..jala laos ahape tadok manang ta patorang tu sasahalak jolma,tergantung kepercayaan masing2 doi.alana kepercayaani di roha do i,,dang di pamangan..pribadi lepas pribadi..
      Hu jaha jala hu rimangrimangi do ke dua pendapat i..
      alai holan sada do na hera na tar bortik di rohakku,
      yang menentukan salah atau tidak nya admin atau pak galung,itu hanya yang di atas,jadi jangan menghakimi sesama,,,
      saya katakan seperti itu,karna ada kata2 admin yang mengatakan,pak galung itu salah,,sedang pak galung tidak ada mengatakan amang admin salah,tentu,karna beliau sudah tiada...maaf ya amang admin,saya juga bukan mau menghakimi siapa pun..kebenaran atau tidak,hanya yang di atas yang tau,sesuai dengan tulisan admin yang mengatakan kepercayaan kepada yang di atas..mauliate jala horas

      Delete
  19. Menarik kajian nya amang... sangat amat jarang orang membedakan ato menyamakan raja batak itu adalah raja toba.. msh banyak hal yg masuk dalam ranah dongeng dipaksakan menjadi sebuah fakta dan sejarah yg outentik... yg masih menjadi pertanyaan dlm pikiran saya adalah sebab musabab kata "batak" dgn pendekatan 4w 1h.. literatur sejarah batak tidak pernah menjelaskan.. mungkin bisa dijelaskan oleh amang..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semua yang dipaparkan di atas berdasarkan hasil penelitian yang bersifat fisik, yang arkeologi dan paleontologi. Akan tetapi, untuk lebih detail dapat dilihat pada tulisan berikut: http://sopopanisioan.blogspot.co.id/2016/05/dari-sundaland-hingga-di-negeri-toba_31.html dan akan ada lagi tulisan lain berikutnya tentang kata "batak" tersebut.

      Delete
  20. hati2 dengan kepintaran anda
    semakin anda menggali semakin dalam anda terjatuh
    manusia hanya berfikir
    mereka yang menjalani

    kalau anda ada disana dulu sekarang anda bilang ini itu bisa dipercayai manusia bisa salah Ingat
    Saat anda mencela anda sudah tercela

    Oh lupa siapa anda ?
    ajaran setan bt sama ajaran Tuhan kalau maw lebih jelas tanya pendeta pentakosta ...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Para pendeta Pendeta Pentakosta amat sangat banyak saya kenal dan biasa berdiskusi dengan mereka.

      Delete