Selamatkan Danau Toba Dari Jauh
Sabtu, 20 Juni 2009 00:00
Humto Jaya Marbun
Setengah dari 250 ribu hektar lebih daerah tangkapan air Danau Toba telah menjadi lahan kritis.
Pohon di sekitar danau terbesar di Indonesia itu banyak yang telah habis ditebang.
Ratusan orang pecinta danau itu tergerak melakukan usaha penyelamatan danau.
Tapi sayang mereka tak berada di dekat danau itu.
Mereka berada di Jakarta.
Lalu bagaimana mereka menyelamatkan danau itu dari jauh?
Sedikitnya 500 orang pecinta Danau Toba berkumpul di Jakarta. Mereka mendeklarasikan Komunitas Selamatkan Danau Toba. Awalnya, semua orang ini hanya bersua melalui dunia maya di salah satu grup situs pertemanan facebook.com. Juru bicara Komunitas Selamatkan Danau Toba, Ronald Tumpal Hutagalung, mengatakan tak mau larut hanya sekadar diskusi di dunia maya. Maka terbentuklah komunitas ini.
"Sudah banyak yang dilakukan pendahulu-pendahulu kami terhadap Danau Toba. Tapi sekali lagi kami katakan kami tidak pernah melupakan itu. Itu merupakan resources yang baik bagi kami. Kelemahan mereka akan kami evaluasi dan bagaimana kami bisa memanfaatkan segala peluang, kami akan olah kembali. Oleh sebab itulah, Save Lake Toba tidak hanya sebagai pressure group tapi juga rekan pemerintah dan intermediari lembaga yang punya kepedulian yang sama."
Sebagian anggota komunitas ini punya kedekatan dengan danau terbesar di Indonesia ini. Lainnya karena simpati dan sedih dengan kerusakan danau kebanggaan Sumatera Utara itu.
Esra Nababan adalah putra asli Danau Toba. Ia mengatakan meski jauh ingin ikut menyelamatkan Danau Toba. Ia ingin menggalang dana untuk penanaman pohon di daerah tangkapan air Danau Toba. Uang dari kocek para anggota komunitas terkumpul dan disalurkan kepada orang per orang yang telah bekerja untuk selamatkan Danau Toba di kampung halamannya.
"Ada istilah orang Batak. Unang songon tor-tor ni ama-ama. Kalau bapak-bapak nortor, pertama-tama semangat, kan. Tapi lama-lamanya begini. Kalau ada kerja begini saya akan mendukung sebagai putra Batak. Selamatkan itu sumbangkan tenang dan pikiran dan kalau bisa kumpulkan dana untuk penanaman pohon. Cuma satu, tanam pohon. Kalau dari jauh, ya."
Ada pula Bonar Siahaan yang secara khusus datang dari Danau Toba bergabung dalam temu anggota Komunitas Selamatkan Danau Toba di Jakarta. Bagi Bonar, Danau terbesar di Asia Tenggara itu bisa saja diselamatkan dari jauh. Hanya saja, ia ingin usaha itu tidak dilakukan dengan mendikte penduduk asli dalam penyelesaian masalah Danau Toba.
Selama ini, jelas Bonar, penduduk asli Danau Toba merasa tidak dihargai, tidak dilibatkan, dan kerap mendapatkan intervensi pemikiran soal penyelamatan Danau Toba.
"Kalau soal jauhnya itu, ini kan masih sama-sama di dunia. Kecuali yang di Jakarta ini sudah di planet lain, itu tak mungkin lagi. Orang sama-sama di dunia, apa jauhnya. Kalau yang mereka butuhkan mereka dihargai dan dilibatkan dan jangan banyak diintervensi masalah pemikiran."
Seniman senior Batak Korem Sihombing menghargai usaha Komunitas Selamatkan Danau Toba di Jakarta untuk menyelamatkan Toba. Tapi kata dia, tak cukup selamatkan Danau Toba dari jauh. Perlu ada kerjasama, terutama dengan melibatkan penduduk sekitar.
"Supaya masyarakat sadar bahwa Danau Toba itu, apalagi sekarang sudah tercemar. Bagaimana menyadarkan masyarakat itu tidak cukup dari jauh. Masa sekarang memang sudah canggih. Ada facebook, ada email, tapi masyarakat di sana belum ngerti buka itu. Tidak cukup dari jauh, harus terjun ke lapangan."
Saudara, dari 250 ribu hektar lebih daerah tangkapan air Danau Toba, hampir setengahnya telah menjadi lahan kritis. Sekeliling danau tak lagi hijau karena pohon-pohon ditebang. Komunitas Selamatkan Danau Toba bercita-cita membuat Toba kembali sejuk oleh pohon-pohon. Memulihkan daerah tangkapan air itu.
No comments:
Post a Comment