Friday, August 29, 2014

ARTI BATAK

ARTI BATAK

8
Februari 24, 2012 oleh Hesperonesia
Kata Toba dan Bata (Batak) sama-sama menggunakan dua kata dasar yang sama hanya di balik saja yaitu Tao-Bah dan Bah-Tao. Kata ba/bah mengandung arti dualisme ‘bah-agia’ dan ‘bah-aya’. Yang membahagiakan adalah ba/bua/bue (‘buah-buahan’) dan yang membahayakan adalah bah (musibah, air-bah, bencana). Sementara kata ta/tao mengarah ke poros, pusat, danau. Baik Bata ataupun Toba bisa menjadi wilayah surgawi sekaligus pusat bencana.
Sementara untuk manusianya sendiri bisa berarti ‘manusia-surgawi’ sekaligus ‘manusia yang selamat dari bencana’ karena di dalam rumpun bahasaHesperonesia kata yang berhubungan dengan to, ito, tu, tau, tao, thao, taw, tawu, umumnya memang berhubungan dengan manusia, seperti Toar (To’ar, To-Ra) Minahasa artinya ’manusia-matahari’, begitu pula kata Toraja atau Toraya, tidak jauh berbeda, kemudian Tu dalam bahasa Maori artinya; manusia atau umat manusia. Menurut tradisi Maori Tu adalah nama dewa perang dan umat manusia adalah keturunannya. Manusia oleh Hawaii di sebut Ku mengarah ke ‘aku’ dalam khasanah bahasa Indonesia. Jika kata Tora di balik tetap berhubungan dengan manusia-matahari seperti Ratu atau Latu gabungan dari kata Ra (matahari) dan Tu (manusia) yang kita ketahui sebagai gelar pemimpin pria atau wanita di berbagai tradisi Austronesia (ratu, latu, datu).
Istilah Hesperonesia saya salin dari penelitian yang di lakukan Bernd Nothofer dalam sebuah rekonstruksi bahasa-bahasa pra-sejarah kepada 30 bahasa dominan di Nusantara. Menurutnya Batak, Nias, Gayo, Simalur, Mentawai, dan Enggano, merupakan yang tersisa dari bahasa-bahasa budaya kuno di wilayah Sundaland-Barat. Ia lalu menghubungkannya dengan yang tersisa di Sundaland-Timur seperti Sulawesi Utara, Filipina Selatan, dan Borneo Utara (Embaloh, Kayan). Secara keseluruhan yang tersisa dari Sundaland ini ia sebut Hesperonesia Kuno atau Paleo-Hesperonesia (Oppenheimer). Ahli genetik, Stephen Oppenheimer, kemudian melebarkan rumpun Hesperonesia Kuno ini hingga ke Borneo timur, timur laut, termasuk para “gipsi laut” yang tersebar luas di Asia Tenggara (suku Baju, Bajo, Bajau, Bajo-Laut, Sama-Bajau).
Arti kata Batak yang paling umum di gunakan adalah; pengembara, petualang, warna bata (kemerahan), dan batang (jalur, arus, badan, tubuh, sungai, pohon, buah, biji). Jadi Batak merupakan pengembara atau petualang yang mencari tanah subur (merah), alur sungai, dan pepohonan. Pengembaraan ini berdasarkan ‘jalur-matahari’ atau ‘pengembaraan-matahari’ atau bata-ra atau raja-bata (raya-bata). Dengan tambahan kata Guru di belakang Batara maka menjadi ‘pengembaraan matahari sebagai guru (penuntun)’.
Matahari
Bahasa
Ra
Māori
Araw
Tagalog
Ari/Are
Toba, Minahasa
Ra’a
Rapa Nui (pulau Paskah)
La
Hawaii
Alo
Toraja
rau-*
Sera, Sissano
rato-*
Are’are
  ra, ra’a-*
Oceanik
lara-*
Aru
lea-*
Ambon
Kata ‘guru’ juga sebenarnya berasal ari kata gur mengandung arti panas sekali(gur) atau mendidih (gura), sebutan ini sepertinya untuk satu bintang yang paling terang pada malam hari lebih kita kenal dengan nama Sirius (Yunani: “teramat panas”, “menyala-nyala”). Terlebih lagi Matahari, Bulan, dan bintang Sirius merupakan tiga benda langit utama yang umum di berbagai tradisi dunia.
Sirius sangat penting bagi pelaut-pelaut Polinesia sebagai penuntun ketika mereka menjelajahi samudra Pasifik yang luas itu. Sirius adalah pengganti matahari jika berlayar pada malam hari, di kenal sebagai ‘brenna (obor) Loki’ oleh Skandinavia, A’a (Hawaii), Ta-kuru-a (Maori), Tau-ua (kepulauan Marquesas), dan Rehua (Tahiti dan Salandia Baru). Semuanya mengandung arti sama (panas, menyala, cemerlang, dsb). Tiga bintang ini juga sesuai dengan ‘Tiga-Abadi’ atau siklus tiga karakter pada awal kehidupan (Bapak, Ibu, Anak) seperti Toba (matahari), Dekke (bulan), dan Samosir (Sirius), juga bisa di bandingkan dengan Toar-Suami/ Lumimuut/ Toar-Anak, atau Horus-Tua/ Hathor/ Horus-Anak, atau Eros I/Virgo/Eros II, dan sebagainya.
Sirius (Mesir; Sihor), dalam prosesnya, mengalami perubahan-perubahan dari bintang yang yang paling ‘panas’ menjadi konstelasi berbentuk runcing (Mesir; Sopdet, Yunani; Sothis), panah, busur-panah, pemanah (Persia, Mesir, China), lalu menjadi anjing, rubah, atau serigala (Romawi; Canis Major, Asiria; Kalbu Samash, China; Tianlang). Dari ‘panas’ hingga menjadi seekor anjing, memperkuat betapa pentingnya bintang paling terang ini sebagai penuntun ketika berlayar pada malam hari. Terkadang letak moncongnya menjadi penentu di mana letak matahari terbit.
KuriAnjingMaori
Kuri, UriAnjingTahiti
Korii-AnjingAnutan
Kurii-AnjingTikopian
gu:rAnak anjingIbrani
guryo:Anak AnjingAramaik (Suriah, Kanaan)
CruiseBerlayar, meluncur, menjelajahInggris
Cross, crux, cruzSilang (x), Salib (+)Inggris, Latin
KurDunia bawah, gunung, daratSumeria
KurMahluk dunia bawah di potong2Sumeria
KurGigit (moncong?)Sumeria
UrAnjing, srigalaSumeria
UrManusia (urang, orang)Sumeria
UrAsli, pangkal, asal-muasalSumeria
Uri, UliAnjingSamoa
‘uri*AnjingRapanui
‘ilio*AnjingHawaii
Koli*AnjingFiji
Sundaland sendiri dalam mitologi Batak di sebut Banua, sebuah dataran luas terdiri dari tiga tingkatan; dataran tinggi (ginjang), pesisir (tonga), dan lembah-sungai (toru). Makin ke bawah makin subur wilayahnya tetapi juga yang paling sering di timpa bencana.
Kata
Arti
Tradisi
HenuaDuniaPolinesia
BanuaDunia, negeri, wilayahBatak
BanuaWilayah atas, utara, langitNias
BanuaRumah, pemukimanToraja
BanuaRumah, PemukimanDayak
WanuaRumah, PemukimanMinahasa
BuanaAlam, Dunia, BumiNusantara
BenuaDataran KontinentalIndonesia
Bukti-bukti pembersihan hutan berusia 8000 tahun di sekeliling danau Toba (Maloney dan McCormac), menurut Oppenheimer, merupakan aktifitas setelah banjir bah terakhir dari tiga seri yang terjadi (Oppenheimer) di susul aktifitas perdagangan maritim di timur Indonesia sekitar 7000 tahun lalu. Usulan perdagangan maritim terawal ini di keluarkan oleh Wilhem Solheim, arkeolog senior yang khusus menangani sejarah di Asia Tenggara. Ia juga mencetuskan istilah JKPMN atau Jaringan Komunikasi dan Perdagangan Maritim Nusantao untuk bangsa-bangsa maritim yang lalu-lalang di kawasan samudra Asia-Pasifik tersebut. Menurutnya keturunan JKPMN sekarang adalah suku-suku laut yang tersebar luas di Asia Tenggara (suku Baju, Bajo, Bajau, Bajo-Laut, Sama-Bajau).
Usulan Solheim berdasarkan penemuan-penemuan berupa obsidian-obsidian kepulauan Admiral (Pasifik) di utara Borneo, dan sebaliknya, sisa-sisa berupa tanaman-tanaman Asia Tenggara di duga untuk stimulan (tradisi-kunyah) di temukan di Melanesia (Jarak dari Borneo ke Passifik Barat kurang lebih 3500 km) (Oppenheimer). Terlebih lagi bukti-bukti agrikultur dengan sistem drainase di temukan di Papua. Bukti-bukti tertua menunjukkan angka 9000 tahun lalu di Kuk Swamp di Papua Nugini (kuk Swamp –wikipedia) berupa talas-umbi (taro), dan kultivasi pisang dan tebu hampir 7000 tahun yang lalu.
Di temukan juga bukti keberadaan taro di kepulauan Solomon yang di duga sejak 25.000 tahun lalu, menjadikan kultivasi talas-umbi sebagai bukti agrikultur tertua di dunia (Neolitihic revolution – wikipedia). Penduduk berbahasa Papua di duga sampai ke kepulauan Solomon sekitar 30.000 tahun yang lalu (solomon islands –wikipedia).
Tiga banjir yang di maksud Oppenheimer mungkin MWP atau Meltwater Pulse (kenaikan permukaan air laut akibat es, salju, gletser, yang meleleh menjadi masa air yang besar), antara lain MWP 1A, yang terjadi sekitar 14.000 tahun lalu, MWP 1B sekitar 11.500 tahun lalu, dan MWP 1C sekitar 8000 tahun lalu (Gornitz). Permukaan air laut yang 120 meter lebih rendah di banding sekarang, naik akibat rentetan banjir-banjir tersebut. Bandingkan dengan Laut Jawa, Selat Bali, Selat Karimata, yang merupakan laut-laut dangkal dengan kedalaman rata-rata 50 meter.
Beberapa mitologi juga mengindikasikan peristiwa-peristiwa itu seperti kisah Sidhi Mantra dan Manik Angkeran dalam mitologi Bali, kedua karakter terpisah karena naiknya permukaan laut yang sekarang menjadi Selat Bali, bisa di bandingkan dengan kisah Anpu dan Bata dalam mitologi Mesir (tertulis di papirus berusia 3000 an tahun, dewa yang di sebut-sebut adalah Ennead atau Sembilan Dewa yang merupakan aspek-aspek dewa penuntas Atum, mirip Nawa Dewata dalam ajaran Bali).
—————————————————————————————————
REFERENSI;
Stephen Oppenheimer: “Eden in the East”
“Austric in India” (2009) oleh: Paul Manansala dan Torsten Pedersen
“Sumerian Lexicon” oleh;  J.A Halloran
B.K Maloney dan F.G McCormac, ‘Palaeoenvironments of North Sumatra: A 30.000 Year Old Pollen Record From Pea Bullock’, dalam Indo-Pasifi Prehistory Association Bulletin, 1996 (The Chiang Mai Papers), jil.1, hal.73-81
“Sea Level Rise “ oleh: Dr. Vivien Gornitz
Tale of Two Brothers – wikipedia
The Tale of Two Brothers (reshafim.org.il/ad/egypt/texts/anpu_and_bata.htm)
Bata (god) – wikipedia
Nusantao Maritime Trading and Communication Network – Wikipedia
Sirius – Wikipedia

Wednesday, August 27, 2014

Salam “Horas Opung” di Loyang Ujung Karang

Salam “Horas Opung” di Loyang Ujung Karang


Pengurus Forum Sisingamangaraja XII di Loyang Ujung Karang Takengon. (LGco_Khalis) 
Pengurus Forum Sisingamangaraja XII di Loyang Ujung Karang Takengon. (LGco_Khalis)
Catatan Khalisuddin*
Ada yang beda saat mengantarkan rekan-rekan pengurus Forum Sisingamangaraja XII ke Loyang Ujung Karang Kebayakan Aceh Tengah, lokasi ditemukannya bukti kehidupan pra sejarah di Tanoh Gayo tepi Danau Lut Tawar oleh Tim Arkeolog dari balai Arkeologi Medan Sumatera Utara.
Siang itu, Sabtu 24 Mei 2014 sesaat setelah tiba di lokasi dan saat mereka melihat sejumlah abklat (duplikat-red) kerangka manusia prasejarah. Spontan memberi salam “Horas Opung” yang nyaris berbarengan dengan logat khas Batak.
Sebelumnya, mereka yang datang ke Takengon untuk penjajakan wacana Napak Tilas sejarah perjuangan pahlawan nasional Sisingamangaraja XII di Tanoh Gayo itu memang sangat ngebet ingin berkunjung ke lokasi temuan yang menghebohkan bidang kesejarahan tersebut, khususnya di Aceh, Gayo dan Batak.
“Dimana tempat yang di tulis Ketut dalam buku Gayo Merangkai Identitas itu. Kerangka-kerangka itu Opung kami juga,” kata Wilson Silaen diangguki rekannya Jimmy Siahaan dan Madison Situmorang.
Kabar temuan itu rupanya menggemparkan kaum intelektual Bangso Batak seperti yang diperkirakan Ketut Wiradnyana, betapa tidak, klaim yang dikembangkan penjajah Belanda selama ratusan tahun jika Gayo itu berasal dari Batak terbantahkan, justru sebaliknya, Batak yang berasal dari Gayo. Klaim ini berlaku hingga ada temuan ilmiah lain yang membantahnya.
“Kajian arkeologis, antropologis, maupun etnoarkeologis atas berbagai aspek budaya yang ditemukan dalam penelitian ini, menunjukkan adanya indikasi yang kuat bahwa bahwa aktivitas budaya prasejarah di Tanoh Gayo, khususnya dari babakan neolitik (megalitik), menunjukkan masa yang lebih tua dibandingkan dengan aktivitas di Tanah Batak. Hal tersebut memunculkan hipotesis bahwa Orang Batak berasal dari Tanoh Gayo. Kondisi tersebut sangat bertentangan dengan keyakinan orang Batak selama ini, yang cenderung menganggap bahwa Orang Gayo berasal dari Tanah Batak,” demikian kata pengantar Prof. DR. Bungaran Antonius Simanjuntak di buku Gayo Merangkai Identitas yang ditulis Ketut Wiradnyana dan Taufikurrahman Setiawan yang diterbitkan Yayasan Pustaka Obor Indonesia Jakarta, 2011 silam.
“Kami sangat hargai temuan ini, kami makin bersemangat mencari jejak saudara kami. Bukan bedanya tapi samanya” kata Wilson yang mengaku ingin bertemu dengan Ketut Wiradnyana dan memiliki buku berisi laporan penelitian yang menghebohkan itu.
Saya menjelaskan sebisanya tentang runtutan penelitian beserta hasilnya yang dilakukan Ketut dan kawan-kawan di lokasi itu serta Loyang Mendale yang tak jauh dari Loyang Ujung Karang yang sedikit banyaknya saya ikuti sejak tahun 2009 yang terus berlangsung setiap tahunnya hingga tahun 2013, bahkan hingga Samar Kilang kabupaten Bener Meriah yang mereka duga adalah kawasan lintasan manusia prasejarah saat bermigrasi hingga tiba di tepi Danau Lut Tawar ribuan tahun silam.
Tahun ini, menurut Ketut Wiradnyana dan Taufikurrahman, mereka kembali meneruskan penelitian di Loyang Mendale, terkait temuan terakhir berupa tulang Gajah. Tak hanya itu, penelusuran jalur migrasi juga mereka lakukan dari Aceh Tamiang persisnya di Pulo Tiga. Jika memungkinkan saya ingin sekali ikut dalam tim mereka.[]
*Warga Takengon, peminat sejarah dan budaya Gayo

Sumber:
http://mobile.lintasgayo.co/2014/05/26/salam-horas-opung-di-loyang-ujung-karang