Perkerabatan Simalungun
Suku Simalungun adalah salah satu suku asli dari provinsi Sumatera Utara, Indonesia, yang menetap di Kabupaten Simalungun dan sekitarnya. Beberapa sumber menyatakan bahwa leluhur suku ini berasal dari daerah India Selatan. Sepanjang sejarah suku ini terbagi ke dalam beberapa kerajaan. Terdapat 4 marga (nama keluarga) asli suku Simalungun, yaitu Sinaga, Saragih, Damanik dan Purba.
Orang Simalungun tidak terlalu mementingkan soal silsilah karena penentu partuturan (perkerabatan) di Simalungun adalah hasusuran (tempat asal nenek moyang) dan tibalni parhundul (kedudukan/peran) dalam horja-horja adat (acara-acara adat).
Hal ini bisa dilihat saat orang Simalungun bertemu, bukan langsung bertanya “aha marga ni ham?” (apa marga anda) tetapi “hunja do hasusuran ni ham (dari mana asal-usul anda)?“
Hal ini dipertegas oleh pepatah Simalungun “Sin Raya, sini Purba, sin Dolog, sini Panei. Na ija pe lang na mubah, asal ma marholong ni atei” (dari Raya, Purba, Dolog, Panei. Yang manapun tak berarti, asal penuh kasih).
Sebagian sumber menuliskan bahwa hal tersebut disebabkan karena seluruh marga raja-raja Simalungun itu diikat oleh persekutuan adat yang erat oleh karena konsep perkawinan antara raja dengan “puang bolon” (permaisuri) yang adalah puteri raja tetangganya.
Seperti raja Tanoh Djawa dengan puang bolon dari Kerajaan Siantar (Damanik), raja Siantar yang puang bolonnya dari Partuanan Silappuyang, Raja Panei dari Putri Raja Siantar, Raja Silau dari Putri Raja Raya, Raja Purba dari Putri Raja Siantar dan Silimakuta dari Putri Raja Raya atau Tongging.
Adapun Perkerabatan dalam masyarakat Simalungun disebut sebagai partuturan. Partuturan ini menetukan dekat atau jauhnya hubungan kekeluargaan (pardihadihaon), dan dibagi kedalam beberapa kategori sebagai berikut:
1. Tutur Manorus / Langsung
Perkerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri.
2. Tutur Holmouan / Kelompok
Melalui tutur Holmouan ini bisa terlihat bagaimana berjalannya adat Simalungun
3. Tutur Natipak / Kehormatan
Tutur Natipak digunakan sebagai pengganti nama dari orang yang diajak berbicara sebagai tanda hormat.
Terdapat berbagai sumber mengenai asal usul Suku Simalungun, tetapi sebagian besar menceritakan bahwa nenek moyang Suku Simalungun berasal dari luar Indonesia.
Kedatangan ini terbagi dalam 2 gelombang :
1. Gelombang pertama (Proto Simalungun), diperkirakan datang dari Nagore (India Selatan) dan pegunungan Assam (India Timur) di sekitar abad ke-5, menyusuri Myanmar, ke Siam dan Malaka untuk selanjutnya menyeberang ke Sumatera Timur dan mendirikan kerajaan Nagur dari Raja dinasti Damanik.
2. Gelombang kedua (Deutero Simalungun), datang dari suku-suku di sekitar Simalungun yang bertetangga dengan suku asli Simalungun.
1. Sunyi
Pada zaman kerajaan Nagur, terdapat beberapa panglima (Raja Goraha) yaitu masing-masing bermarga :
* Saragih
* Sinaga
* Purba
Kemudian mereka dijadikan menantu oleh Raja Nagur dan selanjutnya mendirikan kerajaan-kerajaan:
* Silou (Purba Tambak)
* Tanoh Djawa (Sinaga)
* Raya (Saragih)
Selama abad ke-13 hingga ke-15, kerajaan-kerajaan kecil ini mendapatkan serangan dari kerajaan-kerajaan lain seperti Singhasari, Majapahit, Rajendra Chola (India) dan dari Sultan Aceh, Sultan-sultan Melayu hingga Belanda.
2. Sedih
Pada masa kedatangan Belanda, raja-raja di daerah Simalungun mengadakan perlawanan. Raja yang terkenal mengadakan perlawanan diantaranya adalah Raja Rondahaim dari Raya dan Raja Naualuh (Nawaluh) dari Siantar. Karena keterbatasan di bidang persenjataan dan logistik, akhirnya perlawanan raja-raja tersebut dapat diakhiri Belanda dengan penandatanganan Korte Verklaring (Perjanjian Pendek) tahun 1907.
Sama seperti suku-suku lain di sekitarnya, pakaian adat suku Simalungun tidak terlepas dari penggunaan kain Ulos (disebut Uis di suku Karo). Kekhasan pada suku Simalungun adalah pada kain khas serupa Ulos yang disebut Hiou dengan berbagai ornamennya. Ulos pada mulanya identik dengan ajimat, dipercaya mengandung “kekuatan” yang bersifat religius magis dan dianggap keramat serta memiliki daya istimewa untuk memberikan perlindungan.
Menurut beberapa penelitian penggunaan ulos oleh Suku bangsa Batak, memperlihatkan kemiripan dengan bangsa Karen wilayahnya terletak di perbatasan Myanmar, Muangthai dan Laos, khususnya pada ikat kepala, kain dan ulosnya.
Sumber:
http://www.facebook.com/topic.php?uid=87860003317&topic=12184
No comments:
Post a Comment