Monday, March 12, 2012

Trombo merga matanari pakpak pegagan


Trombo merga matanari pakpak pegagan


REVISI TROMBO MERGA MATANARI PAKPAK PEGAGAN YANG DISUSUN PENULIS, 01 AUGUSTUS 2008
Oleh: Ir. Jawaller Matanari, MS. Medan 07 Desember 2008


Terbentuknya Sub-suku Batak

Suku Batak adalah berasal dari Hindia Belakang/Selatan, keturunan Melayu Tua (Proto Melayu) dan kemudian kawin dengan Melayu Muda (Deutro Melayu). Kemudian terjadi assimilasi kebudayaan imigran atau transmigran pertama yakni Melayu Tua, dengan pendatang (imigran atau transmigran) berikutnya yakni Melayu Muda menjadi kebudayaan yang lebih berkembang (lebih maju). Proto Melayu (Melayu Tua) adalah berasal dari Hindia Belakang, yang menjadi Suku Batak datang dari dua arah yaitu pertama dari pantai barat pulau Sumatera (baik imigran dari Hindia Belakang maupun Transmigran dari kerajaan Sriwijaya maupun Kerajaan Melayu Jambi), dan kedua adalah dari arah pantai Timur pulau Sumatera terutama dari daerah Aceh Timur (kerajaan Haru, kerajaan Tamiang dan lain lain).


Deutro Melayu (Melayu Muda) masuk melalui pantai Timur pulau Sumatera. Masing-masing pendatang (imigran atau transmigran bergerak menuju kawasan Danau Toba. Pergerakan manusia Proto Melayu dan Deutro Melayu menuju kawasan Danau Toba disebabkan (dipengaruhi) pasang-surut kekuasaan kerajan yang ada berkuasa di pulau Sumatera (kerajan kecil yang tahluk kepada kerajaan besar di Nusantara yakni kerajaan Sriwijaya) dan pulau Jawa (kerajaan Majapahit) sekitar abad ke-6 sampai abad- ke-14 M, serta kemudian akibat pengaruh penyebaran agama Islam di daerah Aceh, daerah Deli dan daerah Sumatera Barat..


Dengan demikian Suku Batak berasal dari (1) imigran masuk dari pantai Timur pulau Sumatera dan/atau trasmigran dari kerajaan Tamiang, kerajan Haru, kerajaan Pasai, yang menyebar menuju kawasan Danau Toba dipengaruhi oleh pasang-surut kekuasaan kerajaan tersebut dan pengaruh Penyebaran Agama Islam, dan (2) imigran yang masuk dari pantai Barat pulau Sumatera dan/atau transmigran dari daerah Barus dan daerah Mandailing Natal, dari sekitar Candi Portibi, penyebaran mereka menuju kawasan Danau Toba dipengaruhi oleh pasang-surut kekuasaan kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Melayu Jambi serta perkembangan agama Islam di daerah Sumatera Selatan.


Kerajaan Sriwijaya pada zamannya mempunyai pasukan yang bertugas menerima upeti dari kerajaan kerajaan kecil yang ada di Nusantara. Sewaktu kerajaan Sriwijaya ditahlukkan kerajaan Colamandala tahun 1025 M menyebabkan sebahagian pasukan yang sedang bertugas meminta upeti dikerajaan kecil di daerah Aceh dan Sumatera Utara tidak kembali ke pusat kerajaan Sriwijaya. Pasukan kerajaan Sriwijaya ini bersama penduduk asli (Proto Melayu) kawin dan berassimilasi budaya membentuk masyarakat Proto Batak.Masyarakat Proto Batak adalah sekelompok manusia yang telah mempunyai kebudayan yang telah dipengaruhi agama Hindu dan agama Animisme yang relatip sulit dimasuki ajaran agama Islam pada zaman dahulu. Berdasarkan pertimbangan hal-hal yang diuraikan di atas dan berdasarkan kemiripan bahasa, sastra dan aksara, maka asal-usul sub-suku Batak (Proto-Batak) dapat dibedakan terdiri dari 2 bagian yaitu, (1) Proto-Batak Utara (yang terdiri dari: Pakpak, Karo. dan Alas/Gayo) dan (2) Proto Batak Selatan (yang terdiri dari: Simalungun, Toba, Angkola dan Mandailing) seperti ditunjukkan pada gambar-denah berikut:





Imigran ataupun Transmigran yang masuk ke daerah kawasan danau Toba datang secara bertahap atau bergelombang dalam periode waktu berbeda, dan kemudian terjadi perkawinan ataupun assimilasi budaya. Setiap gelombang bergerak menuju daerah yang dianggap paling subur. Pendatang yang lebih awal akan mendapat (bertahan tinggal) di daerah yang lebih subur, sebaliknya pendatang yang lebih belakangan akan mendapat daerah yang lebih tandus. Pada mulanya suku Batak adalah hidup nomade (manusia yang tingkat kebudayaannya hidup dari memungut hasil tumbuhan secara alami dan menangkap ikan serta berburu binatang/burung dan tempat tinggal berpindah-pindah), kemudian berkembang ke tingkat budaya pertanian berpindah-pindah, pertanian tradisional dan hingga pertanian modern (sekarang).


Memperhatikan tingkat kesuburan tanah daerah kawasan danau Toba, yang tergolong tanah yang lebih tandus adalah daerah yang ditempati Sub-suku Batak Toba (yang paling luas). Apakah hal ini dapat menjadi indikator bahwa suku Batak Toba adalah Imigran atau Transmigran yang belakangan dari kelompok Sub-suku Batak Karo, dan Pakpak (yang menempati tanah yang lebih subur)..…?.Kondisi lahan yang kurang subur, menempa penduduknya (Sub-suku Batak Toba) harus lebih agresip, berwatak yang harus lebih keras berpikir, harus lebih bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, dan kemudian menyebabkan sebagian penduduknya pergi merantau ke daerah lain (karena keterbatasan sumberdaya alam di tempat tinggal mereka). Orang perantau terdikondisikan menjadi lebih rajin dibanding penduduk yang dijumpainya. Masyarakat pada daerah lebih tandus terpaksa harus lebih rajin, bekerja keras, ulet dan akhirnya lebih pintar atau lebih maju dibanding masyarakat daerah yang lebih subur. Kenyataan ini terwujud secara rata-rata pada suku Batak Toba yang umumnya menjadi pribadi yang lebih rajin, bekerja keras, ulet, sifat terbuka, lebih berkembang kemajuannya dibanding Sub-suku Batak lainnya.


Proto Batak Pakpak adalah keturunan Proto Batak Utara (Alas/Gayo, Karo, Pakpak) hasil perkawinan (assimilasi) kelompok imigran dan transmigran lokal suku keturunan bangsa Colamandala dari India Selatan melalui pantai kota Barus, Mandailing-Natal, pasukan kerajan Sriwijaya maupun kerajan Melayu Jambi dan Melayu-tua dari kerajaan Tamiang di Aceh Timur, yang telah menganut sistim demokrasi. Dalam menjalankan Demokrasi pada suku Batak dianut “The Trias Manner of Batak Culture” yakni 3 alur/sikap (perilaku) utama dalam budaya (hubungan antar manusia) suku Batak.


Pada Batak Pakpak 3 prilaku utama tersebut, yang dilaksanakan dalam hidup berbudaya adalah meliputi (1) Sembah Merkula-kula, (2) Manat merdengngan tubuh, ( 3) Elek merberru, yang dilaksanakan dalam kelompok yang relatip besar yakni masyarakat beradat yang disebut Silima Sulang. Silima Sulang adalah 5 unsur kekerabatan dari masing-masing kelompok (kula-kula dan anak berru), yaitu (1) Perisang-isang (anak tertua), (2) Pertulan Tengah (anak pertengahan), (4) Perekor-ekor (anak bungsu), (4) Puncanidip atau Puncaniadop (saudara semarga atau satu kakek) dan (5) Anak Berru. Sulang dapat diartikan memberikan makanan sebagai wujud rasa hormat kepada kula-kula dan sebaliknya rasa kasih-sayang kepaada berru (disebut menggohon-gohoni) Pada Batak Karo dikenal 3 cara tersebut adalah Rakut Sitellu yang dilaksankankan dalam adat daerah berdasarkan Tutur Siwaluh. Pada keturunan Proto Batak Selatan 3 cara tersebut disebut Dalihan Natolu.

Silsilah Pakpak Pegagan

Proto Batak Pakpak berkembang menjadi sub suku Batak Pakpak, yang terdiri dari lima suak, yakni (1) Pakpak Pegagan, (2) Pakpak Keppas, (3) Pakpak Simsim, (4) Pakpak Keppas dan (5) Pakpak Boang, Pitu Guru Pakpak Sindelanen adalah dukun (Datu) dari keturunan Batak Pakpak (yaitu 7 Guru/Raja yakni Raja Api, RajaAngin, RajaTawar, Raja Lae/Lau/Lawe, RajaAji, Raja Besi dan Raja Bisa) yang mempunyai ilmu kebatinan dengan keahlian (aliran) khas masing-masing. Ilmu ini diturunkan (turun-temurun) kepada para murid masing-masing. Murid yang paling mahir tetap dianggap sebagai Raja/Guru dari ilmu aliran masing-masing. Suatu ketika, para murid yang dijuluki Raja atau Guru pada 7 aliran ilmu tersebut bertemu di daerah pegunungan antara daerah Pegagan dengan Tanah Karo. Sesuai perkembangan agama, maka ilmu mereka ke 7 guru/raja lambat laun semakin pudar (kecil) pengaruhnya kepada masyarakat, kemudian mereka yang terakhir diyakini meninggal di pegunungan antara daerah Pegagan dan Tanah Karo.


Pakpak Pegagan adalah keturunan Guru/Raja Api (Raja Gagan) yang pertama, (yang mempunyai aliran ilmu tenaga dalam yang menyerupai tenaga api). Keturunan Guru/Raja yang pertama ada 3 marga yaitu Matanari, Manik dan Lingga, yang disebut Pakpak Pegagan. Marga Matanari tinggal di daerah kuta Balna Sikabeng-kabeng dan Kuta Gugung. Marga Manik di Kuta Manik dan Kuta Raja. Marga Lingga di Kuta Singa dan Kuta Posong. Jumlah generasi mulai dari Proto Pakpak sampai terbentuk marga Matanari belum diketahui secara pasti, namun diduga ada sekitar 11 generasi, karena marga Matanari sudah ada sekitar 19-20 generasi. Jadi Proto Batak Pakpak diduga sudah ada sejak sekitar 30 generasi x 20 tahun = 600 tahun yang lampau.



Silsilah Generasi-1 s/d 8 Matanari dan Tokoh Berrunya.

Anak Raja Matanari adalah Marcinta Ratus (generasi ke-2) dengan putri satu-satunya adalah Pingga Matio istri Raja Silalahisabungan (upahnya karena berhasil mengobati penyakit istri Raja Matanari). Pada generasi ke-3 adalah Kembung Mbaliang (keturunnya adalah per kuta Balna Sikabeng-kabeng), dan Mbalang Tiktik (keturunanya adalah per Kuta Gugung), serta 3 orang putri, yaitu putrid-I (adalah Ranimbani (disebut juga: Ranimtamende) istri Raja Sihaloho), putri ke-2 (istri marga atau Raja Bintang), dan putri ke-3 (istri marga atau Raja Maha).


Pada generasi ke-6 Matanari keturunan Kembung Mbaliang adalahRaja Beak Matanari (orang kaya pada zamannya) mempunyai seorang putra dan seorang putri namanya Rumintang berru Matanari (generasi ke-7) yang kawin ke Raja Onggu Sondi Raja (keturunan Raja Silalahisabungan). Raja Onngu dihukum mati karena menghina orang pakpak pada saat hampir selesai pembangun Rumah Adat milik Raja Beak Matanari. Rumintang berru Matanari mati Gantung diri atas hukuman mati suaminya si Raja Onggu. Karena kematian Raja Onngu dan Rumintang tidak biasa, maka diyakini arwah mereka menempati pohon beringin (jabi-jabi) yang ditanam Pinggan Matio (disebut eks tongkat Pinggan Matio) di Balna Sikabeng-kabeng (disebut: Sembahan si Raja Onggu- Rumintang berru Matanari).


Generasi ke-8 Matanari terdiri dari, anak keturunan Kembung Mbaliang adalah (1) Belangenjodi, (2) Mantellumata, (3) Sibarita, serta seorang putri namanya Siberru Taren berru Matanari (yaitu anak berru si Taren atau Mpu Sambar yaitu cucu dari Mpu Taren) yang kawin ke Raja Manungkun Pintu Batu, yang mendapat tanah sebagai Rading Berru di Tamberro, dekat kuta Balna Sikabeng-kabeng. Sedangkan pada keturunan Mbalang Tiktik (per Kuta Gugung) adalah (1) Mpu Kaing, (3) Mpu Kerahan, dan (3) Mpu Kepar.dan seorang berru. namanya Saing yang kawin ke kuta Sukana.








1. Matanari generasi ke-8 (Marimbaru) sampai ke-16 (Nullah)











2. Matanari generasi ke-8 (Marimbaru) sampai ke-17 (Onel)















3. Matanari generasi ke-8 (Marimbaru) sampai ke-16 (Lindung)











4. Matanari generasi ke-8 (Marimbaru) sampai ke-16 (Tanjung)











5. Matanari generasi ke-8 (Mantellumata) sampai ke-16 (Firman)
Benarkah informasi bahwa si Arden Matanari ada talian darah (keturunan) dengan Djauli Padang Batanghari (yang mengaku mereka sampai generasi ke-8 gerada di Balna Sikabeng-kabeng, kemudian terusir dan kembali ke Sileuh akibat perang, dan sebagian mereka merobah marga menjadi Matanari)…?











6. Matanari generasi ke-8 (Mantellumata) sampai ke-15 (Mogang)











7. Matanari generasi ke-8 (Mantellumata) sampai ke-17 (Ramos)Anak ke-4 dari PuDERA adalah PuUNJAM (generasi ke-11) ke kuta Sikonihan, anaknya bernama siNIHAN (munkin asal kata kuta Sikonihan adalah si + ko = kau + Nihan = nama keturunan Matanari dari kuta Balna Sikabeng-kabeng).











8. Matanari generasi ke-8 (Mantellumata) sampai ke-17 (Josua)











9. Matanari generasi ke-8 (Mantellumata) sampai ke-17 (Mangiring)
Anak ke-2 dari Pertogi (generasi ke-12) adalah Raja Mban (generasi ke-13) mempunyai anak si Teggung (generasi ke-14) diduga pergi ke daerah Pulau Jawa, sehingga belum diketahui siapa keturunannya dan di mana keberadaannya…










10. Matanari generasi ke-8 (Mantellumata) sampai ke-17 (Rekson)









11. Matanari generasi ke-8 (Mantellumata) sampai ke-17 (Sofyan)








12. Matanari generasi ke-8 (Mantellumata) sampai ke-16 (Parulian)







13. Matanari generasi ke-8 (Mantellumata) sampai ke-17 (Kota)
Pu Unjam (generasi ke-11) adalah ke kuta Sikonihan, sedangkan Pendekkar (generasi ke-11) belum diketahui keberadaannya dan keturunannya, di mana…?





14. Matanari Generasi ke-8 (Sibarita) s/d ke-17 (Laster)
Keturunan si Nari (generasi ke-9)….?, si Degger (generasi ke-11)……? dan si Pangalo (generasi ke-12)….? belum diketahui keberadaannya, siapa-siapa…?, dan dimana…?. Apakah sudah berubah menjadi marga lain…?
Pada generasi ke-12 si Berru Gundung kawin ke marga Kudadiri.





15. Matanari generasi ke-8 (Mpu Kaing) sampai generasi ke-18 (Ranap)
Si berru Kaing (generasi ke-9) kawin ke marga Padang ke kuta Ujung Parira, yang keturunannya kemudian di kuta Karing. Keturunan Pu Selli (generasi ke-12) yakni pada generasi ke-13 ada berru yang kawin (sijahe) ke marga Pasi dan Bintang.
TEGAH (generasi ke-15) adalah Kepala Kampung ke-II zaman Belanda (yang pertama adalah BANGAH; generasi ke-14).





16. Matanari generasi ke-8 (Mpu Kaing) sampai ke-17 (Benri)
Anak ke-2 dari mpu Kaing adalah Mpu Gala (pu Gala) yakni generasi ke-9, disebut juga Perbuahaji yang bertempat tinggal di kuta Simanduma.





17. Matanari generasi ke-8 (Mpu Kaing) sampai ke-18 (Hot Tua)
Pada generasi ke-10 ada si berru Jabalena berru Matanari kawin ke marga Simalango ke kuta Sukana.





18. Matanari generasi ke-8 (Mpu Kaing) sampai ke-17 (Jansen)





19. Matanari generasi ke-8 (Mpu Kaing) sampai ke-18 (Natar)
Pada generasi ke-11 ada berru yaitu si berru NITI dan generasi ke-12 ada berru si Gatang/si Geddang, keduanya berru ini kawin ke marga Padang yaitu keturunannya adalah keluarga par-toko MONORA Sidikalang.
BANGAH (generasi ke-14) adalah Kepala Kampung Pertama zaman Belanda.





20. Matanari generasi ke-8 (Mpu Kaing) sampai ke-18 (Kumpul)
Pada generasi ke-13 ada 5 berru si Pu Silli masing-masing kawin ke marga, Bintang, Pasi, Padang (keturunannya adalah Janampu Padang), Brampu dan Angkat.





21. Matanari generasi ke-8 (Mpu Kaing) sampai ke-18 (Ondi)





22. Matanari generasi ke-8 (Mpu Kaing) sampai ke-17 (Ardin)





23. Matanari generasi ke-8 (Mpu Kaing) sampai ke-16 (Umar)
Benarkah informasi bahwa si Umar mengaku, bahwa beliau ada talian darah (garis keturunan) dengan Djauli Padang Batanghari….?. Mungkinkah mpung si Djauli Padang Batanghari adalah keturunan Raja Matanari, sehingga mereka mengetahui ceritra Pinggan Matio dan Peroltep (hulubalang Raja Matanari)…?





24. Matanari generasi ke-8 (Mpu Kaing) sampai ke-18 (Togu)





25. Matanari generasi ke-8 (Mpu Kaing) sampai ke-16 (Nasrun)





26. Matanari generasi ke-8 (Mpu Kaing) sampai ke-16 (Tarapi)
Keturunan Mpu Gala (Perbuahaji) yakni generasi ke-9, di kuta Simanduma. Rajah (generasi ke-15 adalah Rajah Kepala Kampung SIMANDUMA pada masa Pemerintahan Belanda. Keturunan Tarapi ada 3 berru (generasi ke-17) yaitu berru yang kawin ke marga Kudadiri, Bintang dan Sinaga.





27. Mpu Kaing (genersi ke-8) sampai generasi ke-17 (Bincar)
Pada generasi ke-15 ada berru dari si Geddang (generasi ke-14) yang kawin ke marga Simaibang.





28. Mpu Kaing (generasi ke-8) sampai generasi ke-17 (Rekes)





29. Matanari generasi ke-8 (MpuKerahan) sampai ke-18 (Riady)
Mpu Nurgas dan si Seal (generasi ke-13) belum diketahui siapa-siapa dan di mana keberadaan keturunannya. Kornes mempunyai 2 orang laki-laki, dan Togi mempunyai 3 orang adik laki-laki. Riady mempunyai satu orang adik laki-laki.





30. Matanari generasi ke-8 (MpuKerahan) sampai ke-18 (Hotman ). Oloan mempunyai adik leki-laki yang namanya adalah; Maruli, Sangap, Bantu, Johannes, Jonas, Deson, Rahman.





31. Matanari generasi ke-8 (MpuKerahan) sampai ke-17 (Sich Jerry)





32. Matanari generasi ke-8 (MpuKerahan) sampai ke-17 (Jhonny)




33. Matanari generasi ke-8 (MpuKerahan) sampai ke-16 (Kaman)




34. Matanari generasi ke-8 (MpuKerahan) sampai ke-16 (Nelson)




35. Matanari generasi ke-8 (MpuKerahan) sampai ke-16 (Asiroha)




36. Matanari generasi ke-8 (MpuKerahan) sampai ke-17 (Agung)




37. Matanari generasi ke-8 (MpuKerahan) sampai ke-18 (Ruben)




38. Matanari generasi ke-8 (MpuKerahan) sampai ke-17 (Maruhum). Maruhum mepunyai adik 5 orang laki-laki)




39. Matanari generasi ke-8 (MpuKerahan) sampai ke-18 (Anak si Rajin). Rajin mempunyai satu orang adik laki-laki par Buluh Rintang Tigalingga.




40. Matanari generasi ke-8 (MpuKerahan) sampai ke-17 (Anak si Siman)




41. Matanari generasi ke-8 (MpuKerahan) sampai ke-17 (Anak si Mangantar)




42. Matanari generasi ke-8 (MpuKerahan) sampai ke-16 (Anak si Taram..?)




43. Matanari Generasi ke-8 (Mpu Kerahan) s/d Generasi ke-17 (Anak si Sahat)




44. Mpu Kepar (generasi ke-8) sampai generasi ke-17 (Asiroha)




45. Mpu Kepar (generasi ke-8) sampai generasi ke-16 (Jaman)




46. Mpu Kepar (generasi ke-8) sampai generasi ke-18 (Juri)




47. Mpu Kepar (generasi ke-8) sampai generasi ke-16 (Hinter)




48. Mpu Kepar (generasi ke-8) sampai generasi ke-18 (Cucu Kismer)




49. Mpu Kepar (generasi ke-8) sampai generasi ke-17 (AGUS)




50. Mpu Kepar (generasi ke-8) sampai generasi ke-16 (Karmen)




51. Mpu Kepar (generasi ke-8) sampai generasi ke-16 (Marolop)











CATATAN PENTING
Hubungan Matanari, Manik, Lingga dengan Sihotang

Silsilah (Trombo) Matanari Pakpak Pegagan ini masih kurang sempurna, karena keterbatasan mendapatkan informasi dari pihak-pihak keturunan Raja Matanari yang ada di tempat perantauan. Karena Trombo disusun berdasarkan ceritra para keturunan Raja Matanari, maka besar kemungkinan ada yang tidak tercantum keturunan Raja Matanari dalam Trombo ini (ada yang belum menyampaikan ceritra turun-temurun dari mereka tentang silsilah mereka sebagai bagian dari keturunan Raja Matanari). Untuk itu kita masih menunggu dan mencari informasi tentang silsilah keturunan Raja Matanari yang belum tercantum dalam trombo ini.


Sebelum ada Trombo Matanari secara tertulis, maka Trombo Matanari adalah berbentuk ceritra dari mulut ke mulut (lisan) para tokoh (orang tua = pertua) marga Matanari. Hal ini mempermudah terjadi ketidaksempurnaan, penyimpangan (akibat pengaruh luar) dan ada yang terlupakan dari kenyataan yang sebenarnya. Misalnya, karena pengaruh masuknya marga Sihotang ke daerah Pegagan yang dapat menciptakan hubungan persaudaraan yang erat dengan marga-marga Pakpak Pegagan (Matanari, Manik dan Lingga) sehingga terbentuk Ikatan (Pesta) Silima Tali sekitar tahun 1957 di Sumbul Pegagan. Silima Tali adalah terdiri dari 5 unsur yaitu, marga Matanari, Manik, Lingga, Sihotang dan Berru. Keempat marga tersebut menjalin ikatan persaudaraan Sisada Anak Sisada Berru. Selanjunya menyebabkan sebahagian marga Matanari, Manik dan Lingga mengaku keturunan Sihotang, bahkan di tempat perantauan ada yang sudah menganti marganya menjadi marga Sihotang, Karo-Karo, Sinulingga, Sitepu atau marga lain.


Pengaruh berbagai faktor yakni antara lain; pengaruh Ikatan (Pesta) Silima Tali, pesatnya pertambahan Batak Toba di Pegagan, dan Pusat Pemerintahan di Tarutung menyebabkan sebagian marga Matanari mengaku Sihotang dan menarik Tarombo Matanari anak dari Oppu Saggapulo putra Oppu Borsak Sihotang Pardabuan Uruk (generasi ke-5 dari Sihotang, atau generasi ke-6 dari Siraja Oloan). Demikian juga marga Manik (disebut Manik Siketang) adalah keturunan dari Raja Tima dan Barita Laut putra Oppu Borsak Sihotang Pardabuan Uruk.


Informasi lisan dari penetua adat (orang tua Banjir Kaban di Pokok Mangga- Medan dan orang tua Oslan Lingga di Pangambatan- Merek) bahwa dari Lingga Raja –Pegagan marga Lingga berkembang/ menyebar menjadi keturunan (1) Sibayak Lingga (marga Sinulingga), (2) Kacaribu, (3) Surbakti dan (4) Kaban. Lebih lanjut marga Lingga banyak dijumpai di daerah Aceh Alas/Gayo dan Simalungun. Pada awalnya Lingga di Pakpak Pegagan dan keturunan Lingga di Tanah Karo, Simalungun dan Gayo adalah menyatu, tetapi kemudian setelah pertambahan jumlah penduduk dan pemisahan Wilayah Pemerintahan, mau-tidak mau terjadi sedikit- banyak perbedaan di antara mereka. Aek Popo- Merek kabupaten Tanah Karo adalah salah satu kampong yang banyak penduduknya marga Lingga yang berbudaya Batak Simalungun. Aek Popo tidak jauh dan tidak terpisah dengan daerah Pakpak Pegagan (kabupaten Dairi) dan juga daerah Seribudolok (kabupaten Simalungun). Di daerah Seribudolok dijumpai banyak marga Lingga yang telah berbudaya Batak Simalungun, di daerah Tanah Karo banyak dijumpai keturunan marga Lingga yang telah berbudaya Batak Karo, dan demikian di daerah Aceh Alas/Gayo. Tetapi yang paling disayangkan di daerah Pakpak Pegagan, Lingga Raja (diduga pusat awal marga Lingga) marga Lingga keturunan Pakpak Pegagan pada umumnya sudah berbudaya Batak Toba (sebahagian mengaku keturunan oppu Tunggul Sihotang Pardabuan Toruan (generasi ke-5 dari marga Sihotang).


Kenyataan marga Matanari, Manik dan Lingga adalah keturunan Pakpak Pegagan. Seandainya marga Matanari, Manik dan Lingga adalah keturunan Sihotang….., siapa yang mengajari mereka berbahasa dan berbudaya Pakpak….???. Pakpak suak Pegagan hanya terdiri dari 3 marga yakni Matanari, Manik dan Lingga. Sebelum pengaruh Batak Toba (terutama Sihotang dan marga keturunan Siraja Oloan lainnya) berkembang di Pakpak suak Pegagan dan Pakpak suak Keppas, maka antar marga-marga Pakpak Pegagan dan Pakpak Keppas dapat kawin (marsiolian). Walaupun marga Matanari termasuk marga yang jumlah keturunannya relatip sedikit dan laju pertambahan generasinya relatip lambat, namun marga Matanari sudah ada sekitar 19 bahkan 20 generasi, apakah marga Sihotang sudah ada sekarang sekitar 25 atau 26 generasi…?.


Adakah Pertalian Matanari dengan Padang Batanghari…???


Beberapa dari keturunan Raja Matanari belum diketahui di mana keberadaannya..?, atau siapa namanya..?, apa masih tetap marga Matanari atau sudah merobah marganya..?. Sesama keturunan Raja Matanari sering terjadi perkelahian, perselisihan yang dapat memicu ada yang pergi merantau dan mungkin pernah tidak kembali ke kampung asal…?, melupakan asal-usulnya…?., mengganti marganya..? Untuk hal ini kita sangat mengharapkan. Bahwa saudara kita tersebut dapat mengingat kembali asal-usulnya. Dari Trombo di atas, banyak nama-nama anak berru, mungkin keturunan Raja Matanari masih kurang baik menjalin hubungan terhadap anak berru, belum mampu menerapkan “elek merberru”.


Menurut Drs. R.M. Kaloko (via SMS) 27 Desember 2008, bahwa ceritra dari Djauli Padang Batanghari dan A. Solin tetua marga Solin pada 12 Oktober 2008, bahwa Padang Batanghari adalah putra dari berru Padang (cucu Soritandang), adiknya adalah Sorigigi anak na Berutu, dan Pungutansori anak na Solin. Ketiganya adalah satu ibu (berru Padang) lain bapa. Padang Batanghari dilahirkan berru Padang tanpa ayah dan lahir balutan, diletakkan di atas batang pohon yang sudah tumbang (batang-batang) pada siang hari dijumpai marga Sitakar, kemudian diadopsi di rawat hingga besar, serta kemudian dikawinkan dengan berru Solin.


Siraja Batak (generasi pertama Batak Toba) keturunanya Situmorang (generasi ke-5), Situmorang Suhutnihuta (generasi ke-8), Ompu Surungmalela (genrasi ke-9), Andornabolak (generasi ke-10), generasi ke-11 adalah Soritandang (nanaknya Padang = Situmorang…?, generasi ke-12), Sorigiri (anaknya Brutu = Sinaga….?, generasi ke-12), dan Pungutansori (anaknya Solin = Pandiangan…?, generasi ke-12). Berru Padang (generasi ke-12) melahirkan Padang Batanghari (generasi ke-13)….???.yang lahir balutan tidak diketahui ayahnya….???


Limbongmulana, Langgatlimbong, Papagannalomak, Togahabeahan,……….., yang mempunyai 4 anak yaitu (Tinendung, Padang = Padang Batanghari,,?, Sitakar, dan Kabeakan) di Binanga Sitolu Kerajaan Pakpak Bharat.
Menurut Drs. R.M. Kaloko (via SMS) 27 Desember 2008, bahwa di hadapan Panitia Tarombo Silalahi, Djauli Padang Batanghari menyebutkan mereka adalah keturunan marga Pasaribu. Di Tanah Pinem (kabupaten Dairi) Djauli Padang Batanghari landek (menari) dengan Tarigan mergana dan juga dengan Parangin-angin mergana, sehingga orang Karo bingung marga apa sebenarnya Djauli Padang Batanghari ini…?. Menurut Pendeta Abednego putra Djauli Padang Batanghari, mereka bukan keturunan Batak Toba melainkan keturunan Batak Pakpak yakni keturunan Parrube Haji…..yang mana yang benar ya..?.


Pendeta Abednego dan Djauli Padang Batanghari mengaku mpung mereka Silantak (Paroltep) Padang Batanghari sampai generasi ke-8 (Sibeter Padang Batanghari) tinggal di Balna Sikabeng-kabeng (kuta Matanari Pakpak Pegagan) tetapi kemudian generasi ke-9 terusir dan kembali ke Sileuh kampung asalnya karena kalah perang, 99 rumah terbakar, sebahagian mereka tertawan dan kemudian merobah marganya menjadi Matanari. Siapa-siapa nama mpung mereka yang 99 keluarga/rumah tersebut..?, siapa yang kembali ke Sileuh dan siapa pula yang tertawan yang kemudian menjadi marga Matanari…?. Dalam Silsilah yang ditulis Pendeta Abednego, anak dari si Beter (generasi ke-8 dari Silantak hanya satu orang yaitu si Naring,. Kalau untuk menyerang satu orang/keluarga saja kenapa mesti 99 rumah yang dibakar ya …?, wah membingungkan ini, siapa yang terusir dan siapa yang ditawan ya…?, tidak logis ceritra Pendeta Abednego putra Djauli Padang Batanghari ini ya….?. Maaf…………Mungkinkah mereka ini keturunan Raja Matanari yang pergi merantau dan selanjutnya merobah marga menjadi Padang Batanghari, sehingga mereka juga mengetahui ceritra Pinggan Matio….?


Sebahagian keturunan Raja Matanari belum diketahui siapa keturunannya dan di mana tempat tinggal mereka. Sebaliknya ada marga Matanari yang tidak mudah dimasukkan dalam silsilah (trombo) ini karena keterbatasan informasi tentang nama-nama mpung (kakek) mereka. Beberapa informasi lisan menyebutkan bahwa dibeberapa kuta/daerah dijumpai marga Matanari yang mungkin belum ada tercantum dalam silsilah ini, misalnya:
Marga Matanari yang ber kuta di Sikonihan
Marga Matanari di kuta Pasi-Sumbul Brampu.
Marga Matanari sekitar kuta Simanduma
Marga Matanari dari kuta Ujung Teran-Bukit Lehu
Marga Matanari di daerah Singkil-Boang
Marga Matanari di Kalimantan
dan lain lain


Sebagai contoh, keturunan Kembung Mbaliang (generasi ke-8) anak ke-3 nya adalah Sibarita (generasi ke-9). Anak ke-2 Sibarita adalah si Nari (generasi ke-10) belum diketahui siapa keturunannya dan di mana keberadaannya. Demikian juga keturunan dari si Degger (generasi ke-11) dan keturunan Pangalo (generasi ke-12) belum diketahui siapa dan di mana kebberadaannya. Menurut ceritra para pertua Matanari, bahwa dahulu kala, sering terjadi perselisihan atau perkelahian sesame marga Matanari, yang menyebabkan ada yang pergi merantau ke daerah lain. Kemungkinan ada diantara mereka yang sakit hati sehingga enggan pulang ke kanpung asalnya, ataupun memberikan kabar keberadaannya di perantauan kepada saudaranya yang ada di kampong asalnya. Semoga saudara kita ini dapat kembali mengetahui kampong asal mereka adalah kuta Balna Sikabeng-kabeng dan Kuta Gugung kuta asal dari keturunan Raja Matanari Pakpak Suak Pegagan.




DAFTAR PUSTAKA


Tarombo Merga Matanari ini disusun penulis berdasarkan beberapa sumber tulisan dan masukan/pendapat (hasil wawancara kepada) perorangan yakni meliputi:
1. BUKU TAROMBO MATANARI PAKPAK PEGAGAN disusun oleh KARAP DOS NI ARIHTA, Pistar Matanari (Baknam 01-05-2003)
2. Pendapat perorangan yang disampaikan secara lisan kepada penulis.
3. Tarombo yang disusun kelompok (keturunan mpung) marga Matanari, misalnya Tarombo Matanari keturunan Mpu KERAHAN yang disampaikan lisan oleh Pendeta Ds Josep (Mpu Sich Jerry) Matanari kepada keturunan saudaranya yaitu Banua (Mpu Ruben) Matanari.
4. Silsilah (Trombo) Marga Matanari yang disusun oleh Jamaruli (mpung Ranap) Matanari, Torsa (mpung Demak/Juri) Matanari, dan Lumban (mpung Ranap Matanari, Sikabeng-kabeng tahun 1977.
5. Riwayat Singkat Raja Sigodang Ulu Sihotang, yang disarikan oleh ST. M. Sihotang (op. Kartini), Medan 18 Nop. 1995
6. Sejarah Asal Mula Matanari Menjadi Mertua Silalahi Sabungan yang Kawin Dengan Sipinggan Matio Berru Matanari Dari Balna Sikabeng-Kabeng Pegagan, yang disusun 23 Orang Marga Matanari 01 Oktober 2003. Pernantin
7. Ilmu Pengetahuan Sosial (Geografi, Sejarah, Sosiologi, Ekonomi) untuk kelas VII SMP (oleh: Mamat Ruhimat, Nana Supriatna, Kosim) tahun 2006 Penerbit Grafindo Media Pratama Jakarta.
8. Warisan Leluhur, Sastra Lama dan Aksara Batak, disusun oleh Uli Kozok, penyelaras bahasa Robert Sibarani, tahun 1999 Ecole francise d’Extreme-Orient KPG (Kepustakaan Populer Gramedia. Jakarta.
9. Habonaron Nauli Habatahon, disusun oleh Capt Bonar Napitupulu, M.M. tahun 29 July 2008, Batam.





Sumber:
http://silahisabungan.idweblink.com/index.php/silalahi/detail/128/TROMBO-MERGA-MATANARI-PAKPAK-PEGAGANREVISI-TROMBO-MERGA-MATANARI-PAKPAK-PEGAGAN-YANG-DISUSUN-PENULIS-01-AUGUSTUS-2008Oleh-Ir-Jawaller-Matanari-MS-Medan-07-Desember-2008Terbentuknya-Sub-suku-BatakSuku-Batak-adalah-berasal-dari-Hindia-Belakang-Selatan-keturunan-Melayu-Tua-Proto-Melayu-dan-kemudian-kawin-dengan-Melayu-Muda-Deutro-Melayu-Kemudian-terjadi-assimilasi-kebudayaan-imigran-atau-transmigran-pertama-yakni-Melayu-Tua-dengan-pendatang-imigran-atau-transmigran-berikutnya-yakni-Melayu-Muda-menjadi-kebudayaan-yang-lebih-berkembang-lebih-maju-Proto-Melayu-Melayu-Tua-adalah-berasal-dari-Hindia-Belakang-yang-menjadi-Suku-Batak-datang-dari-dua-arah-yaitu-pertama-dari-pantai-barat-pulau-Sumatera-baik-imigran-dari-Hindia-Belakang-maupun-Transmigran-dari-kerajaan-Sriwijaya-maupun-Kerajaan-Melayu-Jambi-dan-kedua-adalah-dari-arah-pantai-Timur-pulau-Sumatera-terutama-dari-daerah-Aceh-Timur-kerajaan-Haru-kerajaan-Tamiang-dan-lain-lain-Deutro-Melayu-Melayu-Muda-masuk-melalui-pantai-Timur-pulau-Sum

4 comments:

  1. APAKAH MARGA MATANARI SEMUA DARI KUTA GUGUNG SUDAH TERCANTUM DIATAS.

    AQ ADALAH KETURUNAN MARGA MATANARI SSIAN HUA GUGUNG YG SEKARANG TIGGAL DI DESA PARGAMBIRAN..

    ReplyDelete
  2. Soalnya kita tetap merujuk kepada trombo merga Matanari di atas. Sedang Matanari dari Kuta Gugung bisa saja datang dari daerah lain, tetapi trombonya seperti di atas. Terima kasih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Merga Matanari atau merga matanari kami bukan pendatang melainkan kami keturunan asli merga matanari dari kuta gugung..
      merga matanari itu di kec sumbul ada dua desa yaitu di desa kuta gugung sama balna..
      sering aku bertanya pada nenek moyang kami katanya kami asli keturunan dari kuta gugung..
      dan yang sering aku dengar cerita tentang pinggan matio..
      boleh ga aku minta sekit cerita tentang pinggan matio..biar lebih jelas...

      Delete
    2. Silahkan saja bercerita kalau mau bercerita ...

      Delete