Saturday, April 21, 2012

Erupsi gunung api super

Erupsi gunung api super


Letusan gunung api, merupakan fenomena biasa di Indonesia, yang merupakan negara yang memiliki gunung api terbanyak di dunia. Juga bagi masyarakat dunia, letusan gunung api dianggap sebagai bencana alam yang lazim, seperti halnya gempa bumi, banjir atau longsor. Tapi letusan gunung api super dapat memicu bencana global. Setiap tahunnya, di seluruh dunia terjadi rata-rata 50 letusan gunung api kecil maupun besar. Tentu saja dalam bencana alam semacam itu, akan banyak jatuh korban jiwa dan harta benda. Akan tetapi, jika yang dibicarakan adalah letusan gunung api super, maka yang terbayang adalah bencana luar biasa, yang mungkin memusnahkan hampir seluruh makhluk hidup di muka Bumi. Tapi apa gunung api super itu? Apakah memang ada gunung api yang dampak letusannya begitu dahysat? Banyak yang membayangkan, letusan gunung api Tambora pada tahun 1815, atau letusan gunung api Krakatau pada tahun 1883 sebagai letusan gunung api super.

Memang letusan kedua gunung api di Indonesia itu tergolong dahsyat, akan tetapi belum dapat disebutkan letusan gunung api super. Letusan gunung api super, yang diteliti secara intensif oleh para ahli geologi, adalah yang terjadi 74.000 tahun lalu di gunung api Toba di Sumatra. Pada saat meletus, gunung api Toba menyemburkan materialnya sampai ketinggian 40 kilometer, dalam radius 3.000 kilometer. Material yang disemburkan dari dapur magma, volumenya mencapai 3.000 kilometer kubik. Akibat letusannya, terbentuk kaldera sepanjang 100 kilometer selebar 60 kilometer di ketinggian 900 meter, yang kemudian tertutup air menjadi danau Toba. Penelitian yang dilakukan Michael Rampino pakar vulkanologi dari Universitas New York menunjukan, akibat debu material gunung api yang yang menyerap energi matahari di atmosfir, temperatur global diduga mengalami penurunan antara 5 sampai 15 derajat. Bumi mengalami musim dingin seperti musim dingin yang terjadi akibat perang nuklir.


Dampak global
Dampak globalnya diduga sangat mengerikan. Akibat letusan gunung api super Toba, keberadaan manusia di zaman itu terancam musnah. Catatan para arkeolog menunjukan, antara 70.000 sampai 80.000 tahun lalu, terjadi bencana yang memusnahkan banyak jenis makhluk hidup. Walaupun belum diketahui pasti penyebabnya, namun salah satu faktor terpentingnya, diduga munculnya zaman es kecil akibat letusan gunung api Toba. Musnahnya manusia lembah Neander di Eropa , atau Homo erectus di Asia, dalam kurun waktu tsb diduga disebabkan dampak hebat letusan gunung api super Toba. Penelitian sedimen abu letusan di kawasan Eropa dan Asia, menunjukan terjadinya musim dingin selama enam tahun berturut-turut, sebagai akibat tidak langsung letusan gunung api Toba. Akibatnya banyak tanaman atau binatang mati. Pada gilirannya, manusia lembah Neander atau Homo erectus juga kehilangan sumber makanannya. Manusia purba itu, ibaratnya berada di ambang kemusnahan. Para ahli geologi memperkirakan, jumlah populasi manusia purba di seluruh dunia, hanya tinggal beberapa puluh ribu saja.
Teori bencana akibat letusan gunung api super inilah, yang antara lain digunakan, untuk menerangkan mengapa kode genetika manusia modern nyaris identik. Diduga, manusia modern yang hidup saat ini, berkembang dari hanya beberapa orang nenek moyang saja. Mereka ini, adalah kelompok yang selamat dari bencana musim dingin hebat, yang dipicu letusan gunung api super Toba, atau gabungan dengan fenomena alam lainnya. Sebuah penelitian bahkan menunjukan, nenek moyang bangsa Eropa hanya tujuh orang ibu, yang asalnya dari kawasan Timur Tengah.

Pro dan kontra
Tentu saja selain yang mendukung teori semacam itu, ada pula yang menentangnya. Para ilmuwan penentang mempertanyakan, apakah dampak letusan gunung api super Toba memang sehebat itu? Tentu saja yang pro dan yang kontra, mengajukan bukti-bukti dari argumen mereka. Kelompok yang pro teori bencana dahsyat, yang hampir memusnahkan umat manusia, mengajukan argumen yang cukup meyakinkan. Sebagai bandingannya, ditunjukan letusan gunung api Tambora di Sumbawa pada tahun 1815. Ketika itu, material letusan Tambora volumenya hanya sekitar 20 kilometer kubik, jauh lebih kecil dari volume material Toba yang 3.000 kilomter kubik. Namun dampaknya amat mengerikan.

Bukan hanya menyangkut korban jiwa, dimana 10.000 orang tewas sebagai akibat langsung dari letusan itu. Namun, tahun 1816, dicatat oleh warga Eropa, sebagai tahun tanpa musim panas. Hujan salju masih turun di bulan Juni hingga Agustus, yang seharusnya musim panas. Panen di Eropa mengalami kegagalan. Dimana-mana didirikan dapur umum untuk memberi makan warga yang kelaparan. Lapisan es menutupi alur pelayaran di samudra Atlantik. Sementara lapisan es abadi di puncak pegunungan Alpina di Eropa, ketika itu, sampai menutupi kaki gunung. Bayangkan bencara sebesar apa yang terjadi 74.000 tahun lalu, ketika gunung api Toba meletus. Jika penelitian di Eropa memang akurat, dimana lapisan sedimen debu Toba menunjukan musim dingin selama enam tahun berturut-turut, jumlah manusia purba yang tewas sebagai akibat tidak langsung pasti lebih besar.

Beralasan, jika dibuat perkiraan hampir musnahnya ras manusia. Juga dari sejarah pembentukan Bumi, letusan gunung api super semacam itu, terbukti menyebabkan berkali-kali nyaris musnahnya seluruh makhluk hidup di muka planet biru ini. Tapi, penentang teori bencana hebat itu, juga mengajukan bukti lain. Kelompok ahli geologi dari Taiwan, di bawah pimpinan Meng-Yang Lee mengajukan bukti pengeboran sedimen letusan gunung api Toba di dasar samudra Hindia dan di laut Kuning. Yang diteliti adalah letusan Toba yang pertama, yang terjadi sekitar 800.000 tahun lalu. Volume letusannya hanya sepertiga letusan kedua, 74.000 tahun lalu. Hasil penelitian pakar geologi Taiwan, menunjukan, letusannya tidak cukup hebat untuk memicu zaman es. Tentu saja, para pendukung teori kiamat letusan Toba, menyatakan perbandingannya tidak relevan.

Ancaman aktual
Namun terlepas dari perbedaan pendapat itu, terbukti, ancaman letusan gunung api super pasti memicu bencana hebat. Selain itu, Michael Rampino pakar geologi dari Universitas New York memperhitungkan, setiap 50.000 tahun sekali pasti terjadi letusan gunung api super. Juga jika gunung api Toba sudah meletus 74.000 tahun lalu, berarti masih terdapat ancaman besar. Bisa digambarkan, betapa hebatnya dampak yang ditimbulkan, jika sebuah gunung api super meletus di zaman modern ini.  Berapa ratus juta orang yang akan meninggal? Baik akibat langsung erupsi magma maupun sebagai dampak sampingannya. Ancaman paling dekat, ternyata ada di Amerika Setikat, yakni di gunung api super Yelowstone. Kaldera gunung api super Yelowstone panjangnya 70 kilometer dan lebarnya 30 kilometer. Memang relatif lebih kecil dari kaldera gunung api Toba.

Penelitian oleh Robert Christiansen peneliti gunung api dari California, menunjukan, gunung api super Yelowstone meletus setiap 600.000 tahun sekali. Pengukuran oleh Robert Smith dari Universitas Utah, menunjukan gunung api Yelowstone tetap hidup. Dari tahun 1923 sampai tahun 1985 permukaan tanah naik 74 sentimeter, namun turun lagi di tahun 1995. Sejauh ini, aktivitas gunung api super Yelowstone tetap dipantau, untuk peramalan dini terjadinya letusan berikutnya.(muj)


http://www.kelas-mikrokontrol.com/jurnal/iptek/bagian-4/erupsi-gunung-api-super.html

No comments:

Post a Comment