Suku Aceh
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Suku Aceh (Ureuëng Acèh) |
---|
Keumala Hayati, Sultan Iskandar Muda, Teungku Chik di Tiro, Cut Nyak Dhien Teuku Umar, Cut Nyak Meutia, Pocut Baren, Sultan Muhammad Daud Syah Daud Beureu'eh, Teuku Nyak Arief, Teuku Muhammad Hasan, Ali Hasjmy Syarief Thayeb, Hasan Tiro, Ismail Hassan Metareum, Sanusi Juned Surya Paloh, Teuku Jacob, Jacub Rais, P. Ramlee |
Jumlah populasi |
kurang lebih 5 juta |
Kawasan dengan populasi yang signifikan |
Aceh: > 3,6 juta[1][2][3] |
Bahasa |
Aceh |
Agama |
Islam |
Kelompok etnik terdekat |
Melayu, Champa, Minang dan semua suku minoritas yang menetap di aceh. |
Suku Aceh dikenal dengan kejayaan kerajaan Islam Aceh hingga perjuangan atas penaklukan kolonial Hindia Belanda.
Daftar isi
Sejarah
- Artikel utama: Sejarah Aceh
Penduduk Aceh merupakan keturunan berbagai suku, kaum, dan bangsa. Leluhur orang Aceh berasal dari Semenanjung Malaysia, Cham, Cochin, Kamboja.
Di samping itu banyak pula keturunan bangsa asing di tanah Aceh, bangsa Arab dan India dikenal erat hubungannya pasca penyebaran agama Islam di tanah Aceh. Bangsa Arab yang datang ke Aceh banyak yang berasal dari provinsi Hadramaut (Negeri Yaman), dibuktikan dengan marga-marga mereka al-Aydrus, al-Habsyi, al-Attas, al-Kathiri, Badjubier, Sungkar, Bawazier dan lain lain, yang semuanya merupakan marga marga bangsa Arab asal Yaman. Mereka datang sebagai ulama dan berdagang. Saat ini banyak dari mereka yang sudah kawin campur dengan penduduk asli Aceh, dan menghilangkan nama marganya.
S
edangkan bangsa India kebanyakan dari Gujarat dan Tamil. Dapat dibuktikan dengan penampilan wajah bangsa Aceh, serta variasi makanan (kari), dan juga warisan kebudayaan Hindu Tua (nama-nama desa yang diambil dari bahasa Hindi, contoh: Indra Puri). Keturunan India dapat ditemukan tersebar di seluruh Aceh. Karena letak geografis yang berdekatan maka keturunan India cukup dominan di Aceh.
Selain itu juga banyak keturunan bangsa Persia (Iran/Afghan) dan Turki, mereka pernah datang atas undangan Kerajaan Aceh untuk menjadi ulama, pedagang senjata, pelatih prajurit dan serdadu perang kerajaan Aceh, dan saat ini keturunan keturunan mereka kebanyakan tersebar di wilayah Aceh Besar. Hingga saat ini bangsa Aceh sangat menyukai nama-nama warisan Persia dan Turki. Bahkan sebutan Banda, dalam nama kota Banda Aceh pun adalah warisan bangsa Persia (Bandar arti: pelabuhan).
Di samping itu ada pula keturunan bangsa Portugis, di wilayah Kuala Daya, Lam No (pesisir barat Aceh). Mereka adalah keturunan dari pelaut-pelaut Portugis di bawah pimpinan nakhoda Kapten Pinto, yang berlayar hendak menuju Malaka (Malaysia), dan sempat singgah dan berdagang di wilayah Lam No, dan sebagian besar di antara mereka tetap tinggal dan menetap di Lam No. Sejarah mencatat peristiwa ini terjadi antara tahun 1492-1511, pada saat itu Lam No di bawah kekuasaan kerajaan kecil Lam No, pimpinan Raja Meureuhom Daya. Hingga saat ini masih dapat dilihat keturunan mereka yang masih memiliki profil wajah Eropa yang masih kental.
Tarian
Bahasa
- Artikel utama: Bahasa Aceh
Makanan Khas
- Artikel utama: Daftar makanan Aceh
Masakan
Kue/Penganan/Kudapan
- Timphan
- Keukarah
- Meuseukat
- Kanji Rumbi
- Pulot
- Rujak Aceh
- Adèe
Tokoh
- Artikel utama: Daftar tokoh Aceh
- Sultan Iskandar Muda, sultan Aceh terbesar
- Teungku Chik Di Tiro, mujahid besar penghidup kembali perjuangan Aceh melawan Belanda
- Tuanku Hasyim Banta Muda, panglima besar angkatan perang Aceh melawan Belanda
- Teuku Umar, pahlawan melawan Belanda
- Cut Nyak Dhien, pahlawan perempuan melawan Belanda
- Cut Nyak Meutia, pahlawan perempuan melawan Belanda
- Teungku Fakinah, ulama perempuan dan pahlawan Aceh melawan Belanda
- Daud Beureu'eh, pemimpin gerakan DI/TII Aceh
- Teuku Mohammad Hasan, gubernur Sumatera pertama
- Teuku Nyak Arief, gubernur pertama Aceh
- Hasan Tiro, pendiri Gerakan Aceh Merdeka
- Ismail al-Asyi, ulama besar Aceh
- Teuku Jacob, bapak paleoantropologi Indonesia
- Jacub Rais, bapak geomatika dan geodesi Indonesia
- Teuku Markam, pejuang kemerdekaan, pengusaha dan penyumbang 38 kg emas Monas
- Ibrahim Alfian, sejarawan dan mantan dekan Fakultas Sastra, UGM
- P.Ramlee, artis legenda Malaysia
- Tan Sri Sanusi Juned, mantan menteri Malaysia
Referensi
- ^ Making Noise: The Politics of Aceh and East Timor in the Diaspora
- ^ Making Noise: The Politics of Aceh and East Timor in the Diaspora
- ^ Acehnese in New York
- ^ Haslinda binti Haji Hasan.Sejarah Migrasi Penduduk Acheh ke Kedah: Dalam konteks hubungan Kedah-Acheh
- ^ M. Zainuddin. 1961. Tarich Atjeh dan Nusantara. Medan. Pustaka Iskandar Muda
Lihat pula
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Aceh
Suku Bante/Mante, Penduduk Asli Aceh
Penduduk asli Aceh Besar dan sekitarnya adalah suku Bante/Mante. Para ahli berpendapat bahwa mereka sebangsa dengan Orang Asli di Malaysia. (1)Telah diketahui bahwa Orang Asli di Malaysia telah bermigrasi setidaknya sejak 6.000 tahun yang lalu. (2)
Orang Asli ini termasuk dalam bangsa Mon-Khmer. Dan telah terbukti sekarang bahwa banyak kata-kata bahasa Aceh yang termasuk dalam rumpun bahasa Mon-Khmer. (3)
Ada yang mengatakan bahwa suku Bante itu adalah suku Gayo. Pernyataan ini jelas-jelas tertolak karena menurut wawancara saya dengan Teuku Anwar Amir (silakan cari di FB), beliau diceritakan oleh Abu Dahlan Tanoh Abee mengenai ciri-ciri suku Bante, yaitu:
- Berkulit coklat tua
- Tubuh pendek sekitar 150-an cm
- Memakai gelang di leher, anting pemberat di telinga, penusuk bibir.
- Perut buncit (bahasa Aceh: pruët bu’èng)
- Tidak mengenal pakaian lengkap
- Ada lagi yang saya lupa
1) Aceh Sepanjang Abad, Mohammad Said
2) Aslian: Mon-Khmer of the Malay Peninsula, James A. Matisoff
3) Dating the separation of Acehnese and Chamic by etymological analysis of the Aceh-Chamic lexicon, Paul Sidwell
Sumber:
http://nabilberri.wordpress.com/2010/03/08/suku-bantemante-penduduk-asli-aceh/
No comments:
Post a Comment