KEKAYAAN MANDAILING NATAL
Wilayah Mandailing terletak di Kabupaten Mandaling Natal, Propinsi Sumatera Utara. Sebelum tahun 1992, wilayah ini terletak di Kabupaten Tapanuli Selatan. Batas-batas wilayahnya di sebelah utara dengan
Kecamatan Angkola (Simarongit, Desa Sihepeng) dan dengan Padang Bolak (Rudang
Sinabur). Ke arah barat berbatasan dengan wilayah Natal (Lingga
Bayu), sementara ke arah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pasaman (Ranjo
Batu), Propinsi Sumatra Barat. Perbatasannya ke arah timur berada di wilayah
Barumun. Sejak lama wilayah Mandailing dibagi atas dua sub-wilayah yaitu Mandailing Godang
dan Mandailing Julu.
Pada Pada masa sebelum kemerdekaan, raja-raja di Mandailing Godang umumnya bermarga Nasution dan di Mandailing Julu bermarga Lubis. Fakta ini menegaskan bahwa Mandailing dapat dilihat dari dua pengertian yaitu sebagai suku-bangsa dan wilayah geografis. Gunung merapi yang masih aktif Gunung Sorik Marapi berada di perbatasan Mandailing Godang dan Julu.
Adapun kekayaan yang ada di daerah Mandailing Natal terdiri dari berbagai aspek :
A. SUMBER DAYA ALAM HAYATI (TAMAN NASIONAL BATANG GADIS).
Kawasanyang baru saja ditunjuk sebagai Taman Nasional Batang Gadis
(TNBG), MandailingNatal (Madina), Sumatera
Utara, seluas 108.000 Ha ternyata memiliki kekayaan hayati yang tinggi. Fakta
ini terungkap lewat survei awal yang
dilakukan Conservation International (CI) Indonesia bersama Lembaga Ilmu
PengetahuanIndonesia (LIPI), Pusat Penelitian dan Pengembangan (PusLitBang)
Hutan danKonservasi Alam-Departemen Kehutanan dan pemerintah daerah Kabupaten
Mandailing-Natal. Survei ini dilakukan selama kurang lebih 6 minggu, dari 2
Februari hingga 20 Maret 2004.
Berdasarkanhasil penelitian flora, dalam plot seluas 200 meter persegi
terdapat 222 jenis tumbuhan berpembuluh (vascular plant) atau sekitar 0,9% dari flora yang ada di Indonesia
(terdapat sekitar 25.000 jenis tumbuhan berpembuluh diIndonesia). Sementara
dalam plot seluas 1 Ha, terdapat 184 jenis pohon yang berdiameter lebih dari 10
cm dengan jumlah pohon sebanyak 583. Survei ini juga berhasil menemukan bunga
Padma (Raffesiasp.) jenis baru. Hingga kini, bunga tersebut belum diberi nama
ilmiah dan masih diteliti oleh pakar di Herbarium Bogoriense, Pusat PenelitianBiologi-LIPI.
Sementara Tim yang dipimpin Drs. Boeadi, pakar reptil dan amfibi LIPI
berhasil menemukan amfibi tak berkaki (Ichtyopis glutinosa) merupakan jenis satwa purba dan katak bertanduk tiga (Megophyris nasuta) yang sudah langka. Sedangkan catatan jenis burung di
kawasan ini juga bertambah dari 140 menjadi 242 jenis. Dari 242 jenis tersebut,
45 merupakan jenis burung yang dilindungi di Indonesia, 8 jenis secara global
terancam punah, 11 jenis mendekati terancam punah.
Ditemukan juga dua jenis
burung yang selamaini dikategorikan sebagai ‘kekurangan data’ (data deficient) oleh IUCN karena sedikitnya catatan. Dari total jenis
burung tersebut 13 jenis masuk kedalam kategori Burung Sebaran Terbatas yang
berkontribusipada terbentuknya Daerah Burung Endemik dan Daerah Penting bagi
Burung (DPB). “Ada satu jenis burung yang keberadaannya di Sumatera masih
diragukan dan tim kami menemukannya, bahkan dengan bukti foto, yaitu pedendang
kaki sirip (Heliopais personata),” ujar Sunarto, ahli keanekaragaman hayati CI Indonesia.
Tambahnya, kawasan ini merupakan salah satu lokasi transit burung-burung migran
yang datang dari belahan bumi utara. Tim survei juga telah berhasil
mengumpulkan 1500 jenis mikroba yang terdiri dari bakteri, kapang dan jamur. Mikroba
ini banyak memberikan manfaat antara lain sebagai sumber obat-obatan, pupuk
organik, bio-insektisida ataupun bio-fungisida yang menunjang sektor pertanian
maupun penghasil enzim dan hormon yang dibutuhkan oleh sektor industry.
B. SUMBER DAYA ALAM MATERI
1. Tambang Panas Bumi dan Umum
Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor : 3124 K/80/MEM/ 2012 tentang daerah penghasil sumber daya alam pertambangan, minyak bumi dan gas, pertambangan panas bumi dan pertambangan umum untuk tahun 2013 bahwa daerah penghasil dan dasar perhitungan dana bagi hasil sumber daya pertambangan panas bumi yang berasal dari izin usaha pertambangan panas bumi tahun 2013 di Mandailing Natal berjumlah Rp 1.158.780.000,-, sedangkan dari pertambangan Umum sebanyak Rp 2.980.141.800,-
Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor : 3124 K/80/MEM/ 2012 tentang daerah penghasil sumber daya alam pertambangan, minyak bumi dan gas, pertambangan panas bumi dan pertambangan umum untuk tahun 2013 bahwa daerah penghasil dan dasar perhitungan dana bagi hasil sumber daya pertambangan panas bumi yang berasal dari izin usaha pertambangan panas bumi tahun 2013 di Mandailing Natal berjumlah Rp 1.158.780.000,-, sedangkan dari pertambangan Umum sebanyak Rp 2.980.141.800,-
2. Tambang Emas
Selain Danau Toba, ada tempat lain yang wajib dikunjungi saat ke Sumatera Utara, yaitu Naga Juang, di Kabupaten Mandailing Natal. Di sana, Anda bisa jalan-jalan sambil melihat tambang emas. Mandailing Natal merupakan kabupaten yang terletak di Sumutera Utara. Di kota ini terdapat banyak perbukitan. Salah satunya Naga Juang. Naga Juang adalah bukit yang terletak di Kabupaten Mandailing Natal. Kawasan ini merupakan tempat kegiatan penambangan emas. Penambang bukan hanya dari Kota Panyubangan saja, tapi juga dari berbagai kota lain. Para penambang di sana berasal dari berbagai suku. Naga Juang merupakan berkah yang diberikan oleh sang pencipta. Betapa tidak, tanah dalam badan bukit memiliki kandungan biji emas, mungkin itu makanya Mandailing Natal dikatakan orang sejak dahulu dengan sebutan Tano Sere (tanah emas
C. PENIGGALAN SEJARAH
1. Keramik dan Kuburan
Di daerah Panyabungan banyak terdapat kuburan-kuburan
lama dari jaman pra-Islam. Sebahagian
dari kuburan-kuburan tersebut telah hancur akibat ulah penggali-penggali liar
yang membongkar kuburan-kuburan ini guna mengambil harta benda yang terdapat di
kuburan ini, antara lain piring-piring keramik besar asal Cina serta
perhiasan-perhiasan dari tembaga. Desa
Huta Siantar, hanya beberapa kilometer jaraknya dari Panyabungan. Di desa Huta
Siantar ini terdapat berbagai kuburan-kuburan lama yang dibuat dari batu bata
dan kemungkinan berasal dari awal jaman masuknya agama Islam
2. Sangkalon Simbol Keadilan
2. Sangkalon Simbol Keadilan
Sangkalon adalah lambang keadilam dalam masyarakat
Mandailing. Patung ini juga dipanggil si pangan anak si pangan boru (si pemakan
anak lelaki, si pemakan anak perempuan), yang melambangkannya suatu sikap atau
nilai budaya bahwa demi tegaknya keadilan anak kandung sendiri harus dibunuh
kalau ternyata melakukan kesalahan yang menuntut hukuman itu. Dengan perkataan
lain, keadilan tidak pilih kasih
Meskipun bangsa Mandailing mempunyai aksara yang
dinamakan urup tulak-tulak dan dipergunakan untuk menulis kitab-kitab kuno yang
disebut pustaha, namun amat sulit menemukan catatan sejarah mengenai Mandailing
sebelum abad ke 19. Umumnya pustaha-pustaha ini berisi catatan pengobatan
tradisional, ilmu-ilmu ghaib, ramalan2 tentang waktu yang baik dan buruk serta
ramalan mimpi dan bukan tentang sejarah
D. BUDAYA DAN SENI
1. Gordang Sambilan
GORDANG SAMBILAN salah satu pesona wisata di
Kab. Mandailing Natal (Madina), salah satu warisan budaya bangsa Indonesia.
Bahkan diakui pakar etnomusikologi sebagai satu ensambel musik teristimewa di
dunia. Sebagai alat musik
adat dan sakral, Gordang Sambilan terdiri dari sembilan gendang. Ukuran besar
dan panjang ke sembilan gondang itu bertingkat, mulai paling besar sampai
paling kecil. Tabung
resonator Gordang Sambilan terbuat dari kayu yang dilubangi, dan salah satu
ujung lobangnya ditutup dengan membran terbuat dari kulit lembu dan ditegangkan
dengan rotan sebagai alat pengikat.
Untuk membunyikan alat kesenian itu digunakan pemukul terbuat dari kayu. Masing-masing gondang mempunyai nama sendiri. dan tidak sama di semua tempat di seluruh Madina, karena masyarakat Mandailing yang hidup dengan tradisi adat punya kebebasan untuk berbeda.
Untuk membunyikan alat kesenian itu digunakan pemukul terbuat dari kayu. Masing-masing gondang mempunyai nama sendiri. dan tidak sama di semua tempat di seluruh Madina, karena masyarakat Mandailing yang hidup dengan tradisi adat punya kebebasan untuk berbeda.
Disamping itu juga masih banyak alat musik yang merupakan budaya Mandailing Natal, diantaranya : Membranofon : gordang sambilan dangondang dua.
Aerofon : suling, salung, sordam, tulila, katoid, saleot, dan uyup-uyup.
Metalofon : ogung, momongan, doal, dan talisasayat.
Idiofon : etek, dongung-dongung, pior, gondang aek dan eor-eor.
Kordofon : gordang tano dan gondang bulu.
3. Ende (Nyanyian)
1. Ungut-ungut. 2. Sitogol. 3. Jeir. 4. Bue-bue
4. Cerita Bertutur
1. Raja Gorga di Langit; 2. Nan Sondang Milong-ilong; 3. Sitapi Surat Tagan, dan lain-lain.
5. Logu (Leitmotivic)
1. Uyup-uyup; 2. opat-opat; 3. Ende Panjang; 4. dan lain-lain.
6. Mardikir
E. WISATA
1. Air Panas Sorik Marapi
Mandi air panas di bekas aliran larva Gunung Sorik Marapi, Di
Desa Sibanggor Tonga, Huta Raja, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Mandailing Natal, Sumatera
Utara, ternyata berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit kronis, rasa hangat
suhu air ditambah campuran belerang alam membuat tubuh menjadi bugar. Para pengunjung percaya, jika mandi di aliran air panas tersebut dapat
menyembuhkan berbagai penyakit kronis, seperti reumatik, darah tinggi, hingga
strok.Selain itu belerang alam yang terkandung pada air juga berkhasiat menyembuhkan
berbagai penyakit kulit.
Karena khasiatnya itulah, maka setiap warga dari berbagai penjuru mandailing
natal mendatangi tempat ini hanya untuk mandi semata. Mulai pagi hari, tempat
pemandian ini ramai oleh pengunjung, mulai dari orang dewasa hingga anak-anak.
Pemandian air panas bumi ini terbentuk sejak tahun 1923, saat pertama kali
Gunung Sorik Marapi memuntahkan lava pijarnya.Meski saat itu seluruh kampung porak poranda, namun warga mendapat berkah
dengan terbentuknya aliran anak sungai yang airnya berasal dari panas bumi.2. Goa Pastap Beraura Ghaib
Goa Pastab terletak di desa
Pastab, Kecamatan Tambangan. Desa Pastab hanya berkisar 3 km dari jalan lintas
Sumatera. Goa Pastab sendiri hanya berkisar 300 meter dari pemukiman warga,
tepatnya di seberang sungai Aek Mais. Perjalanan menuju Goa ini cukup
mengesankan. Melewati titi gantung yang di bawahnya mengalir jenih sungai Aek
Mais. Kemudian sawah-sawah bertingkat yang semakin menambah indah suasana. Untuk
bisa masuk ke dalam goa, pengunjung harus naik sekitar 1,5 meter menuju pintu
masuk. Awalnya pintu masuk ini terlihat besar. Namun begitu ke dalam jalan
menuju ruang utama goa semakin sempit. Tentunya pengunjung harus hati-hati.
Selang beberapa meter turun ke
bawah, baru terlihat ruang utama goa ini. Luas ruang utama goa ini berkisar 5 x
6 meter dengan ketinggian sekitar 5 meter. Di dalam goa cukup terang karena
cahaya matahari bisa masuk melalui celah celah dinding goa, sehingga tidak
memerlukan penerangan khusus di dalam. Goa ini berdinding batu yang
berbuntu-buntu seperti jeruk purut. Demikian juga lantainya terbuat dari batu. Di
dalam goa juga terdapat beberapa lobang yang mungkin sebagai pintu masuk menuju
ke tempat atau ruangan lain. Setelah ditelusuri salah satu lobang ini ternyata
menuju ke atas bukit, tempat goa ini berada.
Berada dipuncak bukit ini
memberikan kesan yang luar biasa. Di depan terpampang pemandangan sawah yang
indah mengarah ke desa Pastab. Antara desa dan sawah mengalir sungai Aek Mais
dengan sebuah titi gantung di atasnya. Sementara lobang yang satu lagi terlihat
sangat sempit sehingga penulis mengurungkan niat untuk memasukinya, terlebih
lagi saat itu penulis hanya membawa perlengkapan seadanya sehingga tidak
memungkinkan untuk menelusurinya. Menurut, Bahrum Lubis (50) salah seorang
warga di sana, lobang tersebut tembus ke Gonting Landuk yang berada sekitar 6
km dari Pastab, tepatnya diperbatasan antara Desa Muara Mais Tambangan dengan
Kecamatan Kotanopan.
3. Sampuraga
F. MAKANAN DAN HASIL
3. Sampuraga
F. MAKANAN DAN HASIL
1. Kopi Mandheling
Kebun kopi Mandailing berusia ratusan tahun,
berpotensi sebagai kawasan ekowisata. Abdul Hamid Damanik, Affan Surya dan Erikson Sinaga Pakantan, pernah dijuluki sebagai negeri Gunung
Mas. Sebuah kejayaan yang pernah dialami daerah itu antara tahun 1835-1942. Ini
terjadi bersamaan dengan penjajahan Belanda atas Mandailing waktu itu. Tetapi,
julukan sebagai gunung mas kemudian berakhir seiring dengan masuknya Jepang
pada tahun 1942.
Kejayaan Pakantan yang mewakili Mandailing
sehingga mendapat julukan sebagai negeri gunung mas tak lain karena hasil kopi
arabica-nya yang melimpah. Kebun kopi yang ditanam di dua tempat, yakni di
Pakantan Lombang dan Pakantan Dolok memberikan kemakmuran bagi masyarakat
karena harganya juga sangat tinggi. Tak heran kalau waktu itu masyarakat
Pakantan dapat dengan mudah mengirim anaknya sekolah sampai ke Jawa. Banyak
diantaranya kini menjadi orang-orang sukses di Jakarta. Beberapa orangb terkenal di Jakarta asal Pakantan adalah
Adnan Buyung Nasution dan Diana Nasution
Kopi Mandailing atau lebih dikenal dengan Mandeling Coffee menjadi salah satu komoditas kopi Sumatra yang paling diincar kalangan eksportir. Alasan utamanya ialah karakter rasa yang seolah tidak ada duanya dibandingkan kopi dari belahan dunia.
2. Kipang
Kipang merupakan makanan khas Mandailing Natal sejak tahun 1930-an,dan sampai sekarang ini kipang juga masih banyak disukai oleh masyarakat Mandailing Natal,bahkan masih sering di konsumsi saat acara-acara besar.Kipang ini merupakan makanan ringan yang enak dan mudah di bawa kemana-kemana karna bentuknya yang kecil. Oleh karna itu Kipang sering di jadikan oleh-oleh bagi pengunjung yang berkunjung di daerah Mandailing Natal
3. Toge
Toge Panyabungan ini
sudah terkenal sampai ke luar negeri
dan juga telah dianggap sebagai makanan
ciri khas kota santri
atau di sebut juga Serambih Makkahnya Provinsi Sumatera
Utara. sebab seperti yang sama-sama kita ketahui Toge
Panyabungan sudah menjadi
makanan khas Panyabungan,
Kabupaten Mandailing Natal.
4. Itak Poul-Poul
G. TOKOH DAN PEJUANG
Itak poul-poul salah satu
makanan khas Mandailing yang dulunya sangat terkenal dan diminati. Namun,
belakangan ini mulai hilang. Saat ini untuk mencari jenis makanan yang satu ini
sangat susah di daerah Mandailing Natal (Madina), padahal makanan ini merupakan
ciri khas daerah yang perlu dilestarikan. Penelusuran yang dilakukan,
belakangan ini makanan khas yang rasanya sangat nikmat ini hanya dijumpai di
beberapa tempat. Misalnya di Kotanopan dan di Panyabungan. Untuk Kotanopan,
makanan ini dijual di warung Simpang Tiga Raya, itupun hanya hari Jum’at dan
Sabtu. Selebihnya untuk mencari itak poul-poul ini sangat susah. Kalaupun ada
diproduksi hanya sebatas untuk dikonsumsi keluarga, bukan untuk di jual.
Kalau kita ingin jumlah yang lebih banyak, kita harus memesan terlebih dahulu.
Sebagai makanan khas Mandailing, jenis makanan ini seharusnya dilestarikan,
jenis makanan ini mulai hilang, padahal rasanya sangat nikmat. Mungkin orang
sekarang lebih suka makanan yang instan disebabkan tidak ada waktu untuk
membuatnya. Padahal, makanan instan itu belum tentu lebih baik karena sudah
banyak yang bercampur kimia dan pengawet lainnya
G. TOKOH DAN PEJUANG
1. Jenderal Besar TNI (Purn) Abdul Haris Nasution
Jenderal Besar TNI Purn.
Abdul Haris Nasution lahir di Kotanopan, Sumatera Utara pada tanggal 3 Desember
1918. Setelah menamatkan pendidikannya di Hollands Inlandse School (HIS) di Kotanopan, Nasution diterima di Holland Inlandse Kweekschool(HIK) di Bukittinggi, sekolah guru yang orang
sana menyebut "Sekolah Raja". Nasution adalah angkatan terakhir di
HIK Bukittinggi karena sesudahnya sekolah ini ditutup akibat politik
penghematan yang dijalankan oleh pemerintah Belanda.
Ketika Belanda membuka
sekolah perwira cadangan bagi pemuda Indonesia dalam tahun 1940, Nasution ikut
mendaftar. Ia kemudian menjadi pembantu letnan di Surabaya. Pada 1942, ia
mengalami pertempuran pertamanya saat melawan Jepang di Surabaya. Setelah
kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, Nasution bersama para pemuda eks-PETA
mendirikan Badan Keamanan Rakyat. Pada Maret 1946, ia diangkat menjadi Panglima
Divisi III/Priangan. Mei 1946, ia dilantik Presiden Soekarno sebagai Panglima
Divisi Siliwangi. Pada Februari 1948, ia menjadi Wakil Panglima Besar TNI
(orang kedua setelah Jenderal Soedirman) dan diangkat menjadi Kepala Staf TNI
Angkatan Darat pada akhir tahun 1949.
Sebagai seorang tokoh
militer, Nasution sangat dikenal sebagai ahli perang gerilya. Pak Nas demikian
sebutannya dikenal juga sebagai penggagas dwifungsi ABRI. Orde Baru yang ikut
didirikannya (walaupun ia hanya sesaat saja berperan di dalamnya) telah menafsirkan
konsep dwifungsi itu ke dalam peran ganda militer yang sangat represif dan
eksesif. Selain konsep dwifungsi ABRI, ia juga dikenal sebagai peletak dasar
perang gerilya. Gagasan perang gerilya dituangkan dalam bukunya yang fenomenal, Fundamentals of Guerrilla Warfare.
Masa tugasnya sebagai
panglima Siliwangi bagi Nasution merupakan tonggak dalam kehidupan pribadinya.
Ia melamar Sunarti, putri Oondokusumo yang sudah dikenalnya sejak menjadi
taruna Akademi Militer di tahun 1940. Sunarti dinikahinya tanggal 30 Mei 1947
hingga lahirlah dua orang putri. Putri pertama lahir tahun 1952 dan yang kedua
lahir tahun 1960. Putri yang kedua ini, Ade Irma Suryani Nasution, tewas pada
usia lima tahun saat Peristiwa G 30 S.
Masa 1950 sampai 1960-an
merupakan masa pemberontakan dari dalam negeri. Dari Darul Islam (DI), APRA,
RMS, PRRI sampai Permesta. Sebagai akibat dari usaha sentralisasi dan
demobilisasi militer pada masa Kabinet Wilopo, TNI AD mengalami perpecahan. Ia
berada di pihak yang menyokong kebijaksanaan pemerintah pusat. Namun karena
Presiden Soekarno ketika itu lebih condong ke faksi militer di pusat, pada
tanggal 17 Oktober 1952, faksi militer yang prodemobilisasi mengadakan
demonstrasi di halaman istana presiden menuntut segera diatasinya krisis dalam
AD ini. Akibat peristiwa 17 Oktober 1952 tersebut Presiden Soekarno
menggantikan beberapa pimpinan AD di pusat, salah satu diantaranya adalah
Nasution. Selama tiga tahun non aktif dalam kepemimpinan AD, baru tahun 1955 ia
diangkat kembali dalam jabatan KSAD pada tahun 1955.
Tahun 1961, dalam
perjuangan mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Indonesia dibentuk Komando
Operasi tertinggi (KOTI). Soekarno menjadi panglima tertinggi KOTI dan Nasution
wakilnya. Ahmad Yani diangkat menjadi KSAD. Akibat pengaruh PKI dan dukungan
tokoh-tokoh militer pro-PKI seperti Omar Dhani, Presiden Soekarno berusaha
membatasi pengaruh Nasution yang populer di kalangan TNI. Nasution didudukkan
dalam pos departemental sebagai Menteri Pertahanan Keamanan, suatu posisi yang
tidak langsung berhubungan dengan komando militer.
Tanggal 16 September
1965 Oemar Dhani bertolak ke Cina secara rahasia atas instruksi Soekarno untuk
membicarakan kemungkinan bantuan militer Cina tanpa diketahui oleh Nasution
sebagai Menteri Pertahanan. Tanggal 27 September 1965, Kepala Staf Angkatan
Darat Letnan Jenderal Ahmad Yani dengan tegas menolak usul pembentukan angkatan
kelima dan nasakomisasi semua struktur militer. Maka pada malam 30 September -
1 Oktober 1965, terjadilah pembunuhan terhadap beberapa jenderal Angkatan Darat
di bawah komando Letkol Untung. Pada peristiwa itu, Jenderal Ahmad Yani tewas
bersama lima jenderal lainnya, tetapi Nasution berhasil meloloskan diri.
Di masa pensiun Nasution
mengisi waktunya dengan kegiatan menulis sejarah, khususnya sejarah TNI. Bakat
menulisnya telah muncul sejak tahun 1948. Di sela-sela kesibukannya sebagai
pemimpin TNI Nasution masih sempat menulis beberapa buku. Di antara karya-karya
Nasution yang terpenting adalah Pokok-pokok Gerilya, Catatan-catatan Sekitar
Politik Militer Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, Kekaryaan ABRI, Sekitar Perang
Kemerdekaan (11 jilid). Ia juga
menulis memoar dengan judul Memenuhi Panggilan Tugas (7 jilid). Di bidang pendidikan, Nasution aktif
sebagai ketua Yayasan Perguruan Cikini. Meninggal di Jakarta, 6 September 2000
dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.
2. DR. Radja Dorie Loebis (1807-1916) (Dokter Pertama dari Sumatera Utara)
2. DR. Radja Dorie Loebis (1807-1916) (Dokter Pertama dari Sumatera Utara)
Bahwa tokoh sejarah masa lampau harus
acap dihidupkan dalam kenangan adalah merupakan kepentingan, terutama lagi kita
di Indonesia, mengingat kepada jumlahnya yang masih sangat minim, baik karena
kenyataannya memang demikian, maupun karena tokoh-tokoh masyarakat yang tampil
sesudahnya kurang memperhatikan, kurang menghargai ataupun sebab-sebab lain
umpamanya akibat tidak acuh dan sebagainya.
Kenyataan ini dapat diperhatikan dari contohnya,
sebagaimana yang terjadi dengan tokoh pertama bangsa Indonesia untuk Sumatera
Utara dalam bidang kesehatan bernama Dr. Raja Dorie Loebis, yang pernah
bertugas dalam dua zaman, yaitu akhir abad ke XIX mencapai awal abad ke XX.
Almarhum Raja Dorie seorang lulusan Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta pada zamannya, adalah putera suku Mandailing yang lahir di desa Angin Barat (Kota Nopan) pada awal abad ke XIX, jelasnya dalam tahun 1807 dan berpulang ke rahmatullah masa beberapa tahun setelah memasuki abad ke XX, jelasnya dalam tahun 1916. Setelah menyelesaikan sekolah rendah di desanya dalam tahun 1824, dilanjutkannya ke Sekolah Menengah Keguruan (KweekSchool) di Bukitinggi yang dewasa itu sudah tergolong sekolah tinggi, lalu dalam tahun 1830 iapun melanjutkan studinya ke Jakarta memasuki Sekolah Dokter Djawa di sana, yang juga dewasa itu di Indonesia sudah tergolong perguruan tinggi. Dari hasil penyelesaian studinya di situ ia pun di butuhkan oleh Belanda untuk bertugas menjadi dokter pada rumah sakit militer di Bogor. Mencapai puluhan tahun di sana, hingga tiba di tahun 1877 ketika ia ditugaskan ke Sumatera Barat untuk bekerja pada rumah sakit di Padang.
Salah satu jasanya yang tidak dapat di sampingkan begitu saja, ialah ketika berjangkit penyakit kolera di Pasaman, daerah Sumatera Barat juga. Kemudian dalam tahun 1882 Radja Dorie membuka praktek di Air Bangis. Perhatian penguasa Belanda segera tertuju kepada Radja Dorie, ia diminta supaya langsung terjun ke daerah bahaya kolera di Pasaman itu. Hasilnya sukses.
Tahun 1889, setelah berusia lebih 80 tahun, ia diminta oleh Belanda supaya bertugas di rumah sakit zending di Panyabungan, di kawasan yang dewasa ini merebak kecuali pekung, juga kolera, sekaligus diminta padanya supaya bersedia pindah untuk bertempat tinggal di kawasan penyakit berbahaya dimaksud di atas. Lagi-lagi ia berhasil.
Untuk kebersihan tersebut yang oleh Belanda rupanya telah diperkirakan mencapai maksimal, Radja Dorie memperoleh anugerah bintang, suatu pebgakuan atas jasa dan ketrampilanya sebagai seorang yang aktif membasmi serangan berbagai penyakit, termasuk menular. Ia bertugas tanpa mengenal jerih, membuat Belanda tergugah untuk memberinya tanda jasa semacam medali kesetiaan bertugas (getrouwdheld). Siapapun yang berkuasa dewasa itu tentu tidak mengabaikan tanggung jawab memberi jasa, demi segi kemanusiaan. Tiba waktu dalam usia amat tua, Radja Dorie barulah berkesempatan untuk pensiun (1907). Namun atas dasar kemanusaan yang tinggi ketika perusahaan tambang minyak milik Rusia yang beroperasi di Simpang Gambir (Natal) ia menerima permintaan untuk bekerja di rumah sakit perusahaan golongan bangsa tersebut selama lebih kurang 4 tahun, walaupun waktu itu usianya sudah mencapai 100 tahun (sekali lagi : seratus tahun).
Rupanya Radja Dorie tidak tega untuk membiarkan rakyat harus terengah-engah akibat derita penyakit, diandai oleh fakta bahwa ketika ia sudah lanjut usia demikian, ia masih aktif dalam sisa hidupnya sejak pulang ke desa kelahirannya (Angin Barat) untuk melayani rakyat desa tersebut yang butuh perobatan.
Demikian hingga akhir hayatnya dalam usia 109 tahun ketika ia berpulang ke rahmatullah. Maka tidak dilebih-lebihkan untuk mencatat bahwa dewasa ini mustahillah seorang dokter yang telah begitu lanjut usianya masih menyediakan waktu secukupnya-cukupnya untuk menjalankan tugas kemanusiaan yang berat dan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, bahkan yang harus disertai oleh keahlian, di samping ketelatenan dan kesabaran, yang semuanya mencapai keberhasilan.
3. Todung Mulya Lubis (Advokat)
Todung Mulya Lubis, SH lahir di Tapanuli Selatan pada tanggal 4
Juli 1949. Masa kecil hingga remaja banyak Todung habiskan di Pulau Sumatra.
Setamat sekolah dasar di Jambi, dia melanjutkan ke sekolah menengah pertama di
Pekanbaru, Riau dan sekolah menengah atas di Medan. Setelah menyelesaikan
sekolahnya di SMA, Todung mulai tertarik dengan dunia hukum. Hal ini membuatnya
mengambil jurusan hukum ketika dia hijrah ke Jakarta dan melanjutkan studinya
di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Ketika
masih menjadi seorang mahasiswa, Todung sudah menjadi seorang aktivis. Debut
awalnya sebagai seorang penentang kekuasaan adalah ketika dia dan
rekan-rekannya melakukan protes terhadap pembangunan Taman Mini Indonesia.
Menurut Todung, peningkatan taraf hidup guru dan pelayanan publik yang baik
lebih mendesak dibandingkan dengan pembangunan sebuah taman yang cuma sekedar
tiruan dari apa yang telah dikerjakan di Muangthai.
Pada
tahun 1974, menjelang kuliah hukumnya selesai di Universitas Indonesia, Todung
magang di LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Jakarta dengan jabatan terakhir sebagai
Direktur Bidang Nonlitigasi. Todung kemudian mendirikan divisi hak-hak asasi
manusia di LBH. Tahun 1979 untuk pertama kali, LBH menerbitkan laporan tentang
keadaan hak-hak asasi manusia di Indonesia, yang menjadi asal-mula laporan
serupa yang diterbitkan secara rutin sampai sekarang. Setelah lulus dari
Universitas Indonesia, Todung sempat melanjutkan studi tentang hukum ke Law
School, University of California, Berkeley, USA dan Harvard Law School,
Cambridge, Massachusetts, USA.
Pada
tahun 1991, Todung mendirikan the Law Office of Mulya Lubis and Partners yang
sekarang lebih dikenal dengan nama Lubis Santosa and Maulana Law Offices.
Bersama dengan lembaganya ini, Todung Mulya Lubis banyak terlibat dalam
praktek korporasi dan komersial serta penyelesaian sengketa karya perusahaan.
Dia
memimpin kelompok praktik korporasi dan komersial perusahaan dalam jumlah
transaksi besar. Dia juga secara intensif terlibat dan memimpin penyelesaian
sengketa perusahaan kelompok praktek di litigasi profil tinggi perusahaan.
Todung pernah tercantum dalam Pengacara Bisnis sebagai pengacara terkemuka
dalam penyelesaian sengketa di Indonesia (The International Who’s Who of
Business Lawyers as a leading lawyer in dispute resolution in Indonesia). The
Asia Pacific Legal, edisi 500 – 2006/2007 juga memilih T Mulya Lubis sebagai
individu terkemuka yang berpengaruh besar dalam praktek penyelesaian sengketa
di Indonesia.
Sati Nasution gelar Sutan Iskandar
Baginda Mangaraja Enda, generasi III Dinasti Nasution, mempunyai tiga orang isteri yang melahirkan raja-raja Mandailing. Isteri pertama boru Lubis dari Roburan yang melahirkan putera mahkota Sutan Kumala Sang Yang Dipertuan Hutasiantar. Baginda Mangaraja Enda menobatkan Sutan Kumala Sang Yang Dipertuan Hutasiantar menjadi raja di Hutasiantar dengan kedudukan yang sama dengan dirinya.
Isteri kedua, boru Hasibuan dari Lumbanbalian yang melahirkan empat orang putera yang kelak menjadi raja. Mereka adalah Sutan Panjalinan raja di Lumbandolok, Mangaraja Lobi raja di Gunung Manaon, Mangaraja Porkas raja di Manyabar dan Mangaraja Upar atau Mangaraja Sojuangon raja di Panyabungan Jae.
Isteri ketiga, boru Pulungan dari Hutabargot yang melahirkan dua orang putera, ialah: Mangaraja Somorong raja di Panyabungan Julu dan Mangaraja Sian raja di Panyabungan Tonga.
Sutan Kumala Sang Yang Dipertuan Hutasiantar menobatkan tiga orang puteranya menjadi raja, masing-masing Baginda Soalohon raja di Pidoli Lombang, Batara Guru raja di Gunungtua, dan Mangaraja Mandailing raja di Pidoli Dolok.
Penobatan tiga putera Sutan Kumala Sang Yang Dipertuan Hutasiantar itu dilakukan menyusul pemberontakan yang dilancarkan raja-raja di tiga daerah tersebut terhadap Baginda Mangaraja Enda. Sutan Kumala Sang Yang Dipertuan Hutasiantar berhasil memadamkan pemberontakan terhadap ayahandanya itu. Sementara itu raja-raja yang berontak eksodus bersama sebagian rakyatnya ke daerah pantai dan pedalaman Pasaman.
Ada tiga tokoh penting dalam generasi XI Dinasti Nasution. Pertama, Sutan Kumala Yang Dipertuan Hutasiantar, yang biasa disingkat menjadi Yang Dipertuan. Tokoh ini dikenal sebagai raja ulama yang namanya banyak disebutkan oleh Multatuli di dalam karyanya Max Havelaar. Belanda menjulukinya Primaat Mandailing. Yang Dipertuan membantu kompeni melawan pasukan Paderi. Tokoh inilah yang bekerjasama dengan Asisten Residen Mandailing Angkola, 1848-1857, Alexander Philippus Godon (1816-1899), merancang dan membangun mega proyek jalan ekonomi dari Panyabungan ke pelabuhan Natal sepanjang kl. 90 kilometer.
Kedua, Sutan Muhammad Natal, yang banyak disebut Multatuli di dalam Max Havelaar dengan nama Tuanku Natal, seorang raja Natal yang muda dan cerdas, sahabat karib Multuli ketika menjabat Kontrolir Natal (1842-1843).
Ketiga, Sati gelar Sutan Iskandar ialah tokoh kita, Willem Iskander, yang lahir di Pidoli Lombang pada bulan Maret 1840.
Tuanku Natal dan Willem Iskander adalah cucu langsung dari Sutan Kumala Porang, raja Pidoli Lombang.
Pada usia 13 tahun, 1853, Sati masuk sekolah rendah dua tahun yang didirikan Godon di Panyabungan. Begitu lulus, 1855, Sati diangkat menjadi guru di sekolahnya. Barangkali Willem Iskander lah guru formal termuda, 15 tahun, dalam sejarah pendidikan Indonesia.
Pada saat yang sama ia juga diangkat oleh Godon menjadi juru tulis bumiputera (adjunct inlandsch schrijfer) di kantor Asisten Residen Mandailing Angkola di Panyabungan. Jabatan guru dan juru tulis itu dijabatnya dua tahun, menggantikan Haji Nawawi yang berasal dari Natal, sampai menjelang keberangkatannya ke Negeri Belanda bersama Godon, Februari 1857.
Salah satu penemuan saya tentang riwayat hidup Willem Iskander adalah Acte van bekenheid, ialah Surat Kenal sebagai pengganti Akte Kelahiran. Dokumen inilah antara lain yang saya pamerkan pada acara peringatan 100 tahun wafatnya Willem Iskander tanggal 8 Mei 1976 di Geliga Restaurant, Jln. Wahid Hasyim 77C, Jakarta Pusat.
Sejak itu masyarakat mengetahui tarikh kelahiran Willem Iskander, ialah pada bulan Maret 1840 di Pidoli Lombang, Mandailing Godang. Ibunya Si Anggur boru Lubis dari Rao-rao dan ayahnya Raja Tinating, Raja Pidoli Lombang.
Akte ini dibuat oleh sejumlah orang yang memberikan kesaksian tentang kelahiran Willem Iskander, ialah Arnoldus Johannes Pluggers amtenar di Onderafdeeling Groot Mandailing en Batang Natal, Johannes Hendrik Kloesman berusia 50 tahun amtenar yang berdiam di Tanobato, dan Philippus Brandon usia 40 tahun amtenar yang berdiam di Muarasoma. Akte bertanggal 28 Februari tahun 1874 ini ditandatangani oleh tiga amtenar tersebut, kemudian dilegalisasi oleh Residen Tapanuli, H.D. Canne, di Sibolga. Seterusnya akte ini dilegalisasi lagi oleh Sekretaris Ministerie van Kolonien, Henney, di Den Haag pada tanggal 7 Juni tahun 1876.
Nama Sati Nasution gelar Sutan Iskandar adalah nama yang dicantumkan di dalam teks Acte van Bekenheid. Nama Willem Iskander diberikan kepadanya ketika dia masuk Kristen di Arnhem pada tahun 1858, setahun sebelum ia belajar di Oefenschool di Amsterdam.
Seterusnya, nama Willem Iskander dipakainya di dalam karyanya, surat-surat, beslit, piagam, surat nikah dll. Jadi adalah salah kalau orang menulis namanya menjadi Willem Iskandar, yang benar adalah Willem Iskander
Baginda Mangaraja Enda, generasi III Dinasti Nasution, mempunyai tiga orang isteri yang melahirkan raja-raja Mandailing. Isteri pertama boru Lubis dari Roburan yang melahirkan putera mahkota Sutan Kumala Sang Yang Dipertuan Hutasiantar. Baginda Mangaraja Enda menobatkan Sutan Kumala Sang Yang Dipertuan Hutasiantar menjadi raja di Hutasiantar dengan kedudukan yang sama dengan dirinya.
Isteri kedua, boru Hasibuan dari Lumbanbalian yang melahirkan empat orang putera yang kelak menjadi raja. Mereka adalah Sutan Panjalinan raja di Lumbandolok, Mangaraja Lobi raja di Gunung Manaon, Mangaraja Porkas raja di Manyabar dan Mangaraja Upar atau Mangaraja Sojuangon raja di Panyabungan Jae.
Isteri ketiga, boru Pulungan dari Hutabargot yang melahirkan dua orang putera, ialah: Mangaraja Somorong raja di Panyabungan Julu dan Mangaraja Sian raja di Panyabungan Tonga.
Sutan Kumala Sang Yang Dipertuan Hutasiantar menobatkan tiga orang puteranya menjadi raja, masing-masing Baginda Soalohon raja di Pidoli Lombang, Batara Guru raja di Gunungtua, dan Mangaraja Mandailing raja di Pidoli Dolok.
Penobatan tiga putera Sutan Kumala Sang Yang Dipertuan Hutasiantar itu dilakukan menyusul pemberontakan yang dilancarkan raja-raja di tiga daerah tersebut terhadap Baginda Mangaraja Enda. Sutan Kumala Sang Yang Dipertuan Hutasiantar berhasil memadamkan pemberontakan terhadap ayahandanya itu. Sementara itu raja-raja yang berontak eksodus bersama sebagian rakyatnya ke daerah pantai dan pedalaman Pasaman.
Ada tiga tokoh penting dalam generasi XI Dinasti Nasution. Pertama, Sutan Kumala Yang Dipertuan Hutasiantar, yang biasa disingkat menjadi Yang Dipertuan. Tokoh ini dikenal sebagai raja ulama yang namanya banyak disebutkan oleh Multatuli di dalam karyanya Max Havelaar. Belanda menjulukinya Primaat Mandailing. Yang Dipertuan membantu kompeni melawan pasukan Paderi. Tokoh inilah yang bekerjasama dengan Asisten Residen Mandailing Angkola, 1848-1857, Alexander Philippus Godon (1816-1899), merancang dan membangun mega proyek jalan ekonomi dari Panyabungan ke pelabuhan Natal sepanjang kl. 90 kilometer.
Kedua, Sutan Muhammad Natal, yang banyak disebut Multatuli di dalam Max Havelaar dengan nama Tuanku Natal, seorang raja Natal yang muda dan cerdas, sahabat karib Multuli ketika menjabat Kontrolir Natal (1842-1843).
Ketiga, Sati gelar Sutan Iskandar ialah tokoh kita, Willem Iskander, yang lahir di Pidoli Lombang pada bulan Maret 1840.
Tuanku Natal dan Willem Iskander adalah cucu langsung dari Sutan Kumala Porang, raja Pidoli Lombang.
Pada usia 13 tahun, 1853, Sati masuk sekolah rendah dua tahun yang didirikan Godon di Panyabungan. Begitu lulus, 1855, Sati diangkat menjadi guru di sekolahnya. Barangkali Willem Iskander lah guru formal termuda, 15 tahun, dalam sejarah pendidikan Indonesia.
Pada saat yang sama ia juga diangkat oleh Godon menjadi juru tulis bumiputera (adjunct inlandsch schrijfer) di kantor Asisten Residen Mandailing Angkola di Panyabungan. Jabatan guru dan juru tulis itu dijabatnya dua tahun, menggantikan Haji Nawawi yang berasal dari Natal, sampai menjelang keberangkatannya ke Negeri Belanda bersama Godon, Februari 1857.
Salah satu penemuan saya tentang riwayat hidup Willem Iskander adalah Acte van bekenheid, ialah Surat Kenal sebagai pengganti Akte Kelahiran. Dokumen inilah antara lain yang saya pamerkan pada acara peringatan 100 tahun wafatnya Willem Iskander tanggal 8 Mei 1976 di Geliga Restaurant, Jln. Wahid Hasyim 77C, Jakarta Pusat.
Sejak itu masyarakat mengetahui tarikh kelahiran Willem Iskander, ialah pada bulan Maret 1840 di Pidoli Lombang, Mandailing Godang. Ibunya Si Anggur boru Lubis dari Rao-rao dan ayahnya Raja Tinating, Raja Pidoli Lombang.
Akte ini dibuat oleh sejumlah orang yang memberikan kesaksian tentang kelahiran Willem Iskander, ialah Arnoldus Johannes Pluggers amtenar di Onderafdeeling Groot Mandailing en Batang Natal, Johannes Hendrik Kloesman berusia 50 tahun amtenar yang berdiam di Tanobato, dan Philippus Brandon usia 40 tahun amtenar yang berdiam di Muarasoma. Akte bertanggal 28 Februari tahun 1874 ini ditandatangani oleh tiga amtenar tersebut, kemudian dilegalisasi oleh Residen Tapanuli, H.D. Canne, di Sibolga. Seterusnya akte ini dilegalisasi lagi oleh Sekretaris Ministerie van Kolonien, Henney, di Den Haag pada tanggal 7 Juni tahun 1876.
Nama Sati Nasution gelar Sutan Iskandar adalah nama yang dicantumkan di dalam teks Acte van Bekenheid. Nama Willem Iskander diberikan kepadanya ketika dia masuk Kristen di Arnhem pada tahun 1858, setahun sebelum ia belajar di Oefenschool di Amsterdam.
Seterusnya, nama Willem Iskander dipakainya di dalam karyanya, surat-surat, beslit, piagam, surat nikah dll. Jadi adalah salah kalau orang menulis namanya menjadi Willem Iskandar, yang benar adalah Willem Iskander
Dr. Ir. Muslimin
Nasution lahir di Tapanuli Sumatera Utara pada tanggal 26 Januari 1939. Lulusan
dari Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1958 lulus 1967. Karir Dr. Ir.
Muslimin Nasution (lahir di Tapanuli, 26 Januari 1939) adalah mantan Menteri
Kehutanan dan Perkebunan pada masa Kabinet Reformasi Pembangunan. Kuliah di
Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1958 dan lulus pada tahun 1967. Saat
wisuda pada 11 November 1967, ia memperoleh predikat Sarjana Teladan. Semasa
mahasiswa, Muslimin adalah seorang aktivis kampus. Pada awalnya ia menjadi
ketua masa perkenalan mahasiwa baru hingga kemudian menjadi ketua Dewan
Mahasiswa ITB. Beliau menjabat sebagai Menteri Kehutanan dan Perkebunan dalam
kabinet Reformasi Pembangunan masa kerja 23 Maret 1988 - 17 Maret
1993. Beliau juga menjadi Ketua Pendiri YayasanAl-Muslim Tambun Bekasi.
6. Darmin Nasution
Nama Lengkap : Darmin Nasution, Tempat Lahir : Tapanuli, Sumatera Utara Tanggal Lahir : Selasa, 21 Desember 1948. Sebelum menjabat Deputi
Gubernur Senior di Bank Indonesia, Darmin menjabat sebagai Direktur Jendral
Pajak periode 2006-2009, Ketua Bapepam dan Lembaga Keuangan periode 2005-2006
dan Direktur Jendral Lembaga Keuangan, 2000-2005.
Keputusan Presiden Republik Indonesia
tentang pemberhentian Prof. Dr. Boediono dari jabatan Gubernur Bank Indonesia,
yang kemudian menjadi Wakil Presiden, maka Deputi Gubernur Senior, Darmin
Nasution, menjalankan tugas pekerjaan Gubernur sebagai Pejabat Sementara
Gubernur Bank Indonesia dan pada akhirnya dilantik menjadi Pejabat tetap
periode 2009-2015
Darmin sependapat dengan mantan Deputi
Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom yang meminta Darmin
memperbarui Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Kerangka kebijakan
pengembangan industri perbankan Indonesia yang dinilai tidak lagi sesuai dengan
kondisi saat ini. Menurut Miranda, hal tersebut menjadi tugas pertama sekaligus
terberat bagi Darmin sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.
Hanya berselang beberapa hari setelah
dilantik menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Darmin Nasution terpilih
sebagai Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia periode 2009-2012 dalam
Kongres Ke-17 ISEI yang berlangsung di Buktitinggi, Sumatera Barat, 30 Juli
hingga 1 Agustus 2009. Darmin menggantikan mantan Gubernur BI Burhanuddin
Abdullah.
Kembali pada Ekonomi Pancasila, menjadi
gagasan utama Darmin pada saat Kongres ke-17 ISEI. Dengan rumusan tersebut dan
tingkat kebijakan makro dan krisis yang sudah dua kali menimpa Indonesia dalam
dua dekade terakhir maka perlu adanya penyempurnaan sistem. Sistem Ekonomi
Pancasila menjadi hal terpenting karena salah satu visinya yaitu mengembalikan
hajat hidup orang banyak. Itulah gagasan Darmin saat dia menjadi orang
terpenting di Bank Indonesia. Beliau mengecap Pendidikan S1 Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, S2 Paris-Sorbonne University dan S3 Paris-Sorbonne
University.
Adapun Karir beliau adalah :
- 2010-2015: Gubernur Bank Indonesia
- 2009-2014: Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia
- 2006-2009: Direktur Jenderal Pajak
- 2005-2006: Kepala Bapepam Lembaga Keuangan
- 2000-2005 :Direktur Jenderal Lembaga Keuangan
- Asisten Menteri Koordinator Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara
- Asisten Menteri Koordinator Produksi dan Distribusi
- Asisten Menteri Koordinator Industri dan Perdagangan
- Dirut LPEM-FEUI
Sumber:
http://mhdayub.blogspot.com/2013/09/kekayaan-mandailing-natal-wilayah.html
No comments:
Post a Comment