PERJALANAN TIM FASTRON EUROASIA EXPEDITION YEPE 2011 “Dari Merak ke Sumatra” # 4
H+5 Jumat, 2 September 2011
14.37, kami berhenti di sebuah warung Pondok Baselo Caniago – Pasaman. Caniago adalah nama salah satu yang berasal dari daerah Piliang, dekat Batusangkar kemarin. Sepupu Aldy, Febris, yang menceritakannya ketika kami melakukan perjalanan ke bukit karena kami melewati daerah Piliang.
Setelah melewati Padang Sidempuan pukul 19.20, kami sampai di Sibolga pukul 22.40. Penyambutan yang apik dan ‘mengenyangkan’ kami dapatkan di Pondok Yogya, salah satu warung ikan bakar di Kota Sibolga (jauh-jauh dari Pulau Jawa, makanannya tetap di Yogya! Hehe..). Hadir beberapa petinggi Sibolga malam itu. Pak Safiruddin, atau yang lebih akrab kami panggil dengan Pak Udin, yang mengenalkan kami kepada Ketua DPRD Sibolga, pengurus HIKKBAR (Himpunan Kerukunan Kekeluargaan Barus) Sibolga-Tap Teng, Angota KNPI. Adapun Om Bob Siragih juga menemani jamuan kami malam ini.
Sibolga berada di wilayah Tapanuli Tengah, termasuk Barus, salah satu Kota yang penuh sejarah yang akan kami kunjungi keesokan hari.
H+6. Sabtu, 3 September 2011
Kalau masih sekolah di bangku SD, SMP atau SMA, hari ini adalah hari study tour, dimana kami Tim ekspedisi melakukan kunjungan-kunjungan ke beberapa tempat dan bertemu dengan orang-orang yang dianggap memeiliki jabatan penting di Sibolga dan Barus.
Sarapan pagi ini kami kedatangan Raja Djafar Hutagalung, ustadz yang mengerti seluk beluk Sibolga dan Barus. Dengan menenteng buku: LOBU TUA SEJARAH AWAL BARUS, beliau mulai bercerita tentang sejarah yang ada di Barus. Kedatangan Tim di Barus memang disengaja untuk mengetahui tentang peninggalan Marcopolo yang konon pernah datang ke Barus dan membuang jangkarnya di daerah Sungai Macho. Dan memang terdapat sebuah meriam di kec. Andam Dewi Barus yang diyakini adalah salah satu muatan kapal marcopolo. Daerah yang kini sudah menjadi pemukiman warga ini, dahulu disinyalir sebagai laut dan muara dari Sungai Macho.
Kecamatan Barus juga memiliki bekas benteng VOC Belanda, berupa tembok yang membentuk ruang kotak dan warnanya mulai menghitam. Pada abad ke-7, Barus sudah menjadi kota pelabuhan dimana pedagang dari Persia banyak yang datang untuk melakukan perdagangan. Terdapat makam Mahligai yang merupakan makam dari syaikh-syaikh yang sempat berdagang di Barus. Potensi sejarah di Barus saat ini dalam masa pembenahan dan penataan kembali, setelah sebeumnya sempat tidak mendapatkan perhatian yang cukup baik dari pemerintah maupun masyarakat. Pak Udin lah salah satu tokoh yang merintis perenovasian jejak sejarah Barus. Sehingga nantinya diharapakan bisa menjadi The Heritage of West Sumatera Coast, seperti yang sempat diucapkan oleh Raja Dja’far pagi ini.
Note: Siapa yang tidak tahu
dengan kapur barus?! Bahan kamper berwarna putih yang banyak dijual di
pasaran saat ini, dahulu memang pernah ada di Barus. Bukan sintetik,
tapi alami dari Pohon Barus. Pada tahap awal, kapur Barus akan berwujud
minyak yang tersimpan di dalam batang kayu pohonnya. Setelah waktu yang
lama, ia akan mengeras berbentuk seperti kapur dan berbau wangi. Kapur
Barus ini banyak dikirim ke Mesir sebagai bahan campuran untuk
mengawetkan mumi. Sayangnya, tidak ada satu pohon Barus yang tersisa di
kecamatan ini. Dimungkinkan karena penebangan yang menyebabkan Pohon
Barus ikut tertebang. Namun di Bogor Jawa Barat, terdapat pembibitan
Pohon Barus yang mulai dilakukan dalam poll bag kecil.
Sumber:
http://yepemalang.wordpress.com/2011/09/07/perjalanan-tim-fastron-euroasia-expedition-yepe-2011-dari-merak-ke-sumatra4/
No comments:
Post a Comment