Hasil Penelitian Ceruk Mendale Di Seminarkan
Hasil penelitian tentang asal usul suku Gayo diseminarkan
dalam Sarasehan bertajuk“Gayo Merangkai Identitas”
Digelar di Takengon, kabupaten Aceh Tengah. Rabu Seminar yang membahas Hasil
penelitian dan eskavasi Loyang Mendale dan sekitarnya yang dilakukan oleh
sejumlah arkeolog dari Balai Arkeologi Medan Sumatera Utara serta uji tes
deoxyribonucleic acid (DNA) terhadap ratusan warga dataran tinggi Gayo dan
sampel gigi kerangka masusia pra sejarah Loyang Mendale Kabupaten Aceh Tengah
di gelar di Gedung Olah Seni Takengon.
Hadir sebagai pemateri Drs. Ketut
Wiradnyana arkeolog
dari Balai Arkeologi Medan Sumatera Utara, Drs. Muhammad Syukri, MPd,
mewakili Bupati Aceh Tengah, Yusra Habib Abdul Gani yang merupakan Director Institute for Ethnics
Civilization Research, Denmark, serta Prof DR M Dien Majid yang merupakan guru besar di Universitas
Islam Nasional (UIN) Jakarta dan Dr. Safarina G Malik dari Eikjman Institute.
Acara yang dipandu oleh Khalisuddin ini diikuti oleh berbagai kalangan di
masyarakat Gayo.
Dalam acara tersebut juga
diluncurkan buku berjudul “Gayo Merangkai Identitas,” yang ditulis
2 orang arkeolog dari Balar Medan, Drs. Ketut Wiradnyana dan
Taufikurrahman Setiawan dengan pengantar dari Prof. DR. Bungaran Antonius
Simanjuntak dan penerbit Obor, untuk cetakan pertama, Pemkab Aceh Tengah
mencetak buku tersebut sebanyak 1200 eksmplar.
Ketut Wiradnyana dalam pemaparan hasil
hasil penelitian dalam uji DNA dari Lembaga Molekuler Eijkman Jakarta, Dr.
Safarina Giofani Malik berjudul “Asal Usul Urang Gayo”. Dan terakhir sebagai
pembanding tampil Muchlis Gayo SH dengan judul makalah “Urang Gayo dan
Kebudayaan”.
Dr. Safarina G Malik dari Eikjman
Institute dalam pemaparan
materinya mengatakan, hasil tes DNA terhadap sampel darah
300 lebih siswa dan siswi SMA di Takengon yang diambil awal tahun 2011 lalu,
Dia menyatakan bahwa dari hasil tes DNA tersebut dapat disimpulkan bahwa
kekerabatan genetik antara populasi Gayo dengan Karo sangat dekat, setelah
membandingkan 3 populasi yaitu Gayo-Karo-Toraja.
Menurutnya, yang tinggi adalah
keanekaragam genetik pada populasi suku Gayo. Mayoritas populasi suku Gayo
masuk dalam haplogroup M yaitu salah satu haplogroup bangsa Austronesia.
Populasi Austronesia berada di Indonesia bagian Barat, dan populasi Austroloid
di Indonesia bagian Timur dengan daerah antara di kepulauan Nusa Tenggara
Timur.
Menyangkut dengan kekerabatan
genetik antara populasi Gayo dengan Karo, selama ini diasumsikan bahwa orang
Karo yang bermigrasi ke Gayo. Namun berdasarkan hasil penelitian arkeologis di
Ceruk Mendale, sebagaimana diungkapkan Prof DR Bungaran A Simanjuntak dalam
buku “Gayo Merangkai Identitas” (2011) terungkap adanya migrasi masa Neolitik
melalui jalur Barat.
Sejalan dengan itu, tulis
Bungaran, juga memunculkan hipotesis akan akar budaya Neolitik di Sumatera
bagian Utara yang dimungkinkan dimulai dari wilayah Tanah Gayo dan kemudian
menyebar ke Tanah Batak. “Ini mematahkan asumsi selama ini yang menyatakan
bahwa suku Gayo berasal dari orang Batak yang bermigrasi ke daerah ini,” tegas
Ketut Wiradnyana dalam pemaparan materinya.
“Acara ini merupakan
serangkain kegiatan yang dilakukan dalam rangka mencari indentitas suku Gayo,
kita berharap hasil penelitian ini akan menjadi referensi bagi generasi muda
Gayo untuk mengetahui asal usul mereka” ujar Khalisuddin yang merupakan salah
satu penggagas acara tersebut.
Sumber:
http://gayonote.blogspot.com/2011/12/hasil-penelitian-ceruk-mendale-di.html
Sumber: http://www.e-jurnal.com/2013/10/variasi-genetik-suku-batak-yang-tinggal.html
VARIASI GENETIK SUKU BATAK YANG TINGGAL DI KOTA DENPASAR DAN KABUPATEN BADUNG BERDASARKAN TIGA LOKUS MIKROSATELIT DNA AUTOSOM
INTISARI: Penelitian tentang
variasi genetik menggunakan tiga lokus mikrosatelit DNA D2S1338, D13S317 dan
D16S539 dilakukan untuk memperoleh ragam alel pada 76 sampel suku Batak yang
tidak berhubungan keluarga yang tinggal di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.
Sampel DNA diektraksi dari darah menggunakan metode fenol-khloroform dan
presipitasi etanol. Amplifikasi DNA
dilakukan dengan menggunakan metode PCR (SuperMix, Invitrogen). Ditemukan
sebanyak 14 alel pada lokus D2S1338, 10 alel pada lokus D13S317 dan 8 alel pada
lokus D16S539. Ketiga lokus menunjukkan keragaman genetik yang tinggi baik pada
masing-masing lokus maupun pada pada masing-masing sub-suku Batak dengan
keragaman genetik sebesar 0,8637 pada subsuku Batak Toba, 0,7314 pada subsuku
Batak Karo dan 0,7692 pada subsuku Batak Simalungun.
Kata kunci: DNA mikrosatelit,
Suku Batak, keragaman genetik, frekuensi alel, heterozigositas
Penulis: YOSSY CAROLINA UNADI,
INNA NARAYANI, I KETUT JUNITHASumber: http://www.e-jurnal.com/2013/10/variasi-genetik-suku-batak-yang-tinggal.html
No comments:
Post a Comment