KISAH SEDIH KOPI SIDIKALANG
Kopi Sidikalang, jika
melihat namanya, umumnya pasti orang akan beranggapan bahwa kopi
tersebut pasti berasal dari Sidikalang atau Pakpak barat, dan anggapan
tersebut memang benar. Tetapi, yang membuat namanya terkenal bukan saja
asalnya, tetapi kenikmatan rasa dan aroma khasnya yang sudah mencirikan
budaya
orang dari wilayah Sidikalang dan Pakpak barat. Sudah menjadi kebiasaan
orang Pakpak, apabila mereka silaturahmi berkunjung kepada para
keluarga kerabat atau sahabat, sewaktu mereka akan memulai percakapan,
pasti didahului dengan tawaran secangkir kopi. Semakin kental kopinya
akan memperpanjang cerita, karena biasanya walaupun minuman kopinya
sudah habis, tapi langsung ditambahkan lagi dengan air putih.
Sejarah yang tertuang secara lisan di antara masyarakat Dairi mencatat bahwa kopi jenis robusta pernah memakmurkan petani Dairi. Bahkan, sampai ada anekdot yang beredar di kalangan luar daerah Dairi yang mengatakan,
“Petani kopi Dairi akan mencuci tangannya dengan minuman bir manakala mereka ingin makan.”
Kenyataannya, memang mereka pernah mengecap masa kejayaan dari hasil produksi kopi robusta.
Dalam kancah perkopian nasional bahkan internasional, predikat Kopi
Sidikalang pernah mencapai masa keemasan. Tak heran pula bahwa
kenikmatan kopi jenis robusta itu bahkan pernah secara ekonomis
sampai mengangkat harkat masyarakat Dairi sendiri, sehingga kemakmuran
ekonomi dirasakan oleh para petani kopi setempat.
Tapi, waktu pula yang membuat segalanya
berubah. Seperti dikatakan oleh beberapa pengusaha kopi, pengoplosan
yang sering dilakukan oknum-oknum tertentu untuk meraih keuntungan yang
lebih besar, telah merusak pasar ekspor kopi robusta. Tentu saja pengoplosan ini mengecewakan konsumen. Mencampur bubuk kopi robusta dengan bahan lain, jelas mengakibatkan mutu dan rasanya berubah. Akibatnya, harga beli pun ikut anjlok.
Saat kopi robusta akhirnya nyaris tenggelam karena harga pasar yang tidak menjamin lagi, mengakibatkan petani disana mulai beralih menanam tanaman kopi jenis arabika yang lebih menguntungkan, tapi dengan kualitas yang berbeda dari sebelumnya.
Untuk mengembalikan masa kejayaan itu,
perlu proses yang tidak mudah, namun bisa dilakukan dengan cara
mempromosikan dan meningkatkan kualitas, baik dengan cara penyuluhan
kepada para petani, dan bekerja sama antara pengusaha kopi dengan
Pemerintah setempat. Pemerintah juga harus aktif membantu masyarakatnya
untuk mempromosikan ke taraf lebih tinggi lagi baik nasional maupun
internasional. kalau kopi sidakalang sudah mempunyai kualitas yang
bagus.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS),
Lahan pertanian Kabupaten Dairi memperlihatkan kecenderungan pergeseran
luas lahan produksi dan jumlah volume produksi yang secara drastis
mengalami penurunan. Tercatat bahwa pada tahun 1996 produksi kopi jenis robusta
mencapai sekitar 7.941 ton dengan luas lahan 16.524 hektar. Sangat
berbeda halnya dengan kopi jenis arabika yang jumlah produksinya hanya
sekitar 1.061 ton dengan luas lahan 3.103 hektar
Jumlah ini terus-menerus bergeser, hingga
akhirnya bedasarkan pendataan BPS pada tahun 2006 bahwa pada tahun
2005, tercatat jumlah produski robusta yang jauh drastis
menurun hingga hanya mencapai 2.776 ton saja dengan luas lahan produksi
11.154 hektar. Sebaliknya, produksi kopi arabika meningkat menjadi 9.442 ton dengan luas lahan produksi 9.373 hektar.
Perubahan besar ini tentu membuat istilah
Kopi Sidikalang yang sebenarnya semakin bias dari kenyataan. Bisa kita
bayangkan, apa yang akan terjadi dengan produksi kopi robusta Sidikalang asli dalam jangka waktu beberapa puluh tahun kedepan.
Kopi Sidikalang, bagaimanakah nasibmu
dimasa yang akan datang? apakah akan kembali berjaya seperti masa
keemasannya dulu? atau akan musnah menjadi kenangan manis masa lalu,
seperti ratusan bahkan ribuan produk pertanian unggulan di negeri
tercinta kita Republik Indonesia ini.
Pertanyaan itu, biarlah waktu juga yang akan menjawabnya.
Julayjo
Sumber:
http://bukukopiblog.wordpress.com/2014/05/01/kisah-sedih-kopi-sidikalang/
No comments:
Post a Comment