Menumbuhkan
(Kembali) Kearifan Lokal dalam
Pengelolaan
Sumberdaya Alam di Tapanuli Selatan
Zulkifli B.
Lubis
(Universitas
Sumatera Utara)
Abstract
Studies on
local knowledge are recently important in development program. Such studies
remind us to
learn from the community before we teach them. This article discusses how local
knowledge understood and used to encourage people participation in forest
conversation in South Tapanuli, North Sumatera. The author argues that local
knowledge in forest manage-
ment can be
revitalized to build participation if only all stakeholders able to make social
commitment
as part of social capital.
Key words: local knowledge; territoriality; tenure;
natural resources.
Pengantar
Sungguh
menarik untuk membicarakan kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya alam
sementara kita mengetahui apa yang disebut “kearifan” itu sendiri sudah menjadi
barang (sumberdaya) langka dewasa ini. Dalam banyak kasus di negeri ini, bahkan
di seantero dunia, kearifan komunitas lokal dalam mengelola sumberdaya alam
sudah punah bersamaan dengan musnahnya biodiversitas yang mengiringi kerusakan
lingkungan oleh aktor-aktor luar yang datang dan bekerja atas nama pembangunan
dan kapitalisme. Tetapi di penghujung abad ke-20, wacana tentang kearifan lokal
yang juga dikenal sebagai indigenous knowledge itu telah mencuat ke permukaan
dan diakui sebagai bagian penting dalam program pembangunan ke depan.
Pengetahuan asli yang dimiliki suatu komunitas, kata Chambers & Richards (1995:xiii)
tidak lagi dipandang sebagai takhayul (superstition), tetapi telah mengajarkan
kita pada kerendahan hati dan kebutuhan untuk belajar dari suatu komunitas sebelum
kita mengajari mereka.
Seperti
apakah pengetahuan asli atau kearifan komunitas-komunitas yang ada di Kabupaten
Tapanuli Selatan dalam mengelola sumberdaya alamnya, dan bagaimana sebaiknya mendayagunakan
khasanah budaya tersebut untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam
penyelamatan
hutan di Tapsel? Gambaran ringkas yang disajikan dalam tulisan ini lebih
dimaksudkan
sebagai bahan pengantar diskusi ketimbang sebagai sebuah jawaban/solusi untuk pertanyaan
di atas. Tulisan ini berangkat dari asumsi bahwa kearifan lokal yang (pernah)
ada dalam pengelolaan sumberdaya alam (khususnya hutan) dapat direvitalisasi
untuk membangun partisipasi jika semua stakeholder terkait mampu menumbuhkan
dan membangun modal sosial di antara mereka berlandaskan konsensus dan komitmen
baru (yang diperbarui) yang dirumuskan secara bersama-sama.
SELENGKAPNYA
di http://anthropology.fisip.ui.ac.id/httpdocs/jurnal/2005/03/zulkifli%20lubis.pdf
No comments:
Post a Comment