Friday, October 24, 2014

Menggugat Kanibalisme di Tanah Batak

Menggugat Kanibalisme di Tanah Batak

2014-01-03 0:27

PERISTIWAnews.com- Komunitas Mahasiswa Pecinta Sejarah (KoMPaS) UNIMED kembali menggelar diskusi yang bertajuk “Benarkah Batak Kanibal” diskusi yang dilakukan di Universitas Negeri Medan yang dihadiri beberapa mahasiswa sejarah dan beberapa budayawan dan menghadirkan pembicara utama Jones Gultom selaku redaktur harian medan bisnis. Menurut Talenta Sidabutar, selaku Sekjend Komunitas Mahasiswa Pecinta Sejarah (KoMPaS), diskusi ini dilakukan atas terbitnya buku “Sumatera" (sejarah dan masyarakatnya) terbitan Ombak yang sedikit banyak membicarakan praktek kanibalisme di tanah batak, dan merasa mempertanyakan hal tersebut dan layak untuk mendiskusikannya dengan konsep bedah buku dan menghadirkan beberapa pembicara yang dianggap pantas dengan tujuan untuk memperdalam pengetahuan terkait kanibalisme di tanah batak sesuai dengan pandangan-pandangan peneliti terdahulu.

Jones Gultom selaku pembicara utama membantah bahwa batak kanibal, sebab seperti yang kita ketahui bahwa batak telah memiliki peradaban yang tinggi jika dilihat dari sisi budaya, bangsa batak paling sempurna tatanannya dibanding suku lain hal itu mengacu pada kompleksitas dan kemapanan perangkat kebudayaan yang membentuknya seperti, adanya bahasa, aksara, konsep spiritual yang memandang semesta atas 3 tempat yakni banua ginjang (atas), tonga(tengah), toru (bawah) dan spiritual batak juga menengenal konsep gender, transgender dan memberi ruang bagi mereka, adanya sistem sosial dalihan natolu, adanya Kitab Suci dan masih banyak lagi.

Pengaruh Hindu juga cukup kental di Tanah Batak, jadi tidaklah betul jika batak selalu dikaitkan dengan Kanibal sebab dalam konsep berperang orang batak bisa dikatakan cukup maju dan tidak bisa main hakim sendiri, sebab haruslah melihat kawan yang seimbang dan tidak boleh menyerang orang yang lemah, perang terlebih dahulu diumumkan dan tidak boleh menyerang dari belakang.

Hal itu juga ditambahkan oleh Wandry Lumban Raja, bahwa Junghun dalam diarinya yang menulis praktik kanibalisme di tanah batak, dilakukan untuk tujuan ketika seorang melakukan zina, dan penghianat yang membelot kepada pihak musuh dan akan langsung bisa dimakan, tetapi hal itu bisa dilepas dengan membayar 180 Gulden. Wandry memaparkan bahwa sangat jelas terjadi ekonomi politik disini semakin banyak tahanan, maka uang yang dihasilkan, padahal semestinya kepala haruslah tebus kepala tidak mungkin dinilai dengan uang.

Begitu juga dengan Poloria Sitorus yang juga menambahkan bahwa situs yang di Sidabutar yang ceritannya praktik Kanibalisme terjadi di sana itu bisa dikatakan mengada-ada dan di duga ada kaitannya dengan pariwisata, supaya lebih menjual dan dianggap seram, sehingga pariwisata yang dijual lebih menjual.

Jadi penelitian-penelitian Barat selama ini perlu dipertanyakan sebab itu sarat kepentingan untuk sebuah misi, jadi bisa saja isu yang ada di tanah batak dibesar-besarkan  demi kepentingan tertentu. Jika mengacu pada kasus di atas yang ditulis Junghun, kondisi pada saat itu sudah mengenal mata uang. Terlebih jika kita melihat kondisi geografis tanah Batak yang hidup dari tanah pertanian jadi tidak mungkin Batak itu kanibal, karena alam masih menyediakan sumber daya alam yang bisa dikonsumsi.

Belum lagi seperti pendapat Phil Ihwan Azhari, sejarawan Universitas Negeri Medan, mengatakan hasil pengamatan yang diberikan Junghun masih dipertanyakan sebab hal penelitian yang dilakukanlah hanya sementara dan bisa  dikatakan “Refortase Musafir” jadi dapat disimpulkan bahwa peserta diskusi sepakat bahwa pratek Kanibalisme tidaklah betul terjadi di tanah Batak. (Jf/eRHa).


Sumber:
http://peristiwanews.com/mod_news/read/17

No comments:

Post a Comment