Resensi Buku | |
Mengenal Barus Setelah Seribu Tahun Yang Lalu | |
Penulis : Rusman/GFI | |
Barus termasuk dalam golongan kota-kota kuno yang terkenal di Seluruh Asia sejak sekurang-kurangnya abad ke 6 Masehi. Berkat hasil hutannya, kamper dan kemenyan, serta emas, Barus menjadi kota yang kerap dikunjungi oleh banyak saudagar-saudagar di seluruh dunia. Selain itu, nama Barus juga muncul dalam sejarah perabadan Melayu lewat Hamzah Fansyuri, penyair sufi terkenal.
| |
Seperti yang dikutip dalam kata pengantar, penerbitan buku berjudul “BARUS Seribu Tahun Yang Lalu” ini merupakan salah satu hasil kegiatan kerja sama antara Ecole francaise d’Ectreme-Orient dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional Indonesia.
Buku ini mengungkapkan, usaha memecahkan rahasia sejarah Barus sudah dilakukan sejak hampir satu setengah abad yang lalu, khususnya dalam bidang epigrafi dan pembahasan sumber-sumber tertulis. Namun, penelitian yang mendalam di lapangan baru mulai dilakukan pada akhir tahun 1980-an atas usaha Pusat Penelitian Akeologi Nasional .
Kemudian pada tahun 1995, berkat persetujuan Prof. Dr. Hasan M. Ambary (yang ketika itu menjabat sebagai kepala lembaga PPAN), bersama dengan Ecole francaise d’Ectreme-Orient diluncurkan sebuah program penelitian arkeologi di Barus, khususnya di Lobu Tua, dimana pernah ditemukan banyak benda kuno, seperti perhiasan dan mata uang dari emas dan perak, prasasti-prasasti, serta fragmen arca.
Buku ini merupakan judul ke-9 dalam seri Terjemahan Arkeologi. Dan sebenarnya buku ini merupakan terjemahan dari buku berbahasa Prancis yang berjudul Histore de Barus: Le Site deLobu Tua II. Etude archeologique et Documents, terbitan Association Achipel, Paris, 2003.
Buku “BARUS Seribu Tahun Yang Lalu” ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama memuat penggambaran teknis penggaliannya, beserta kesimpulan sejarah mengenai berbagai aspek kehidupan pelabuhan Barus pada Abad Pertengahan. Bagian kedua memberikan tumpuan kepada uraian temuan-temuan yang didapatkan selama penggalian tersebut .
Buku “BARUS Seribu Tahun Yang Lalu” terdiri dari 14 bab. Hampir di setiap bab membahas hasil temuan-temuan. Simak saja , pada bab ketiga, membahas tentang temuan tembikar yang berasal dari Asia Selatan. Dalam bab ini menjelaskan, Barus jelas bukan satu-satunya daerah di Dunia Melayu, tempat ditemukannya tembikar Asia Selatan.
Sedangkan pada bab kelima, buku ini menginformasikan beragam temuan tembikar yang berasal dari Timur Tengah.
Sementara pada bab terakhir buku ini oleh penulis Ludvik Kalus, diangkat tema bersumber Epigragrafi Islam di Barus. Bab ini menyebutkan, sumber-sumber epigrafi di Barus hanya berbentuk batu nisan.
Ludvik Kalus menyebutkan, ada sebuah tempat di perbukitan di wilayah Barus yang masih disebut-sebut masyarakat setempat dan memerlukan perhatian khusus. “Makam terpencil yang ditandai dengan dua batu nisan vertikal ini dipercaya sebagai makam seorang sufi atau seorang wali,” sebut Ludvik.
Yang dimaksud oleh Ludvik adalah makam “Papan Tenggi” yang memang berada diatas bukit setinggi 215 meter di atas permukaan laut. Menuju makam tersebut harus melewati 730 anak tangga. Konon di makam ini, ada sebuah guci yang airnya terus ada walau dimusim kemarau. Namun belakang guci itu pecah karena tak terawat.
Ludvik menyebutkan, dari segi bahasa, hampir di setiap batu nisan utama bertuliskan dalam bahasa Arab, sementara disatu sisi dalam bahasa Persia. “ Hal ini sangat jarang ditemukan, bukan hanya di Barus tetapi di seluruh Nusantara pada umumnya.”
Bagi para penggemar sejarah, buku yang memiliki cover berwarna kuning ini layak menjadi bahan bacaan. Pasalnya, buku yang ditulis oleh sembilan penulis ini memaparkan kekayaan masa lalu di Barus, yang tidak lain bagian dari kekayaan Nusantara. (rusman/GFI)
Informasi Buku:
Sumbert=:
|
BARUS-SERIBU TAHUN YANG LALU
Kategori: Buku
Jenis Riwayat
Penulis: CLAUDE GUILLOT dkk.
PENERBIT : KPG
HARGA : Rp. 70.000
HARGA bacabaca : Rp. 59.500
ISBN : 979-91-0092-5
Barus termasuk dalam golongan kota-kota kuno yang terkenal di seluruh Asia sekurang-kurangnya abad ke-6 M.
Usaha untuk menyingkap sejarah Barus sudah dilakukan sejak hampir satu setengah abad yang lalu, khususnya di bidang epigrafi dan pembahasan sumber-sumber tertulis. Namun, penelitian di lapangan yang mendalam baru dilakukan pada akhir 1980-an atas usaha Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
Kemudian, pafa 1995, sebuah program penelitian arkeologi diluncurkan untuk menggali situs Lobu Tua. Program ini merupakan kerjasama antara Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan Ecole Francaise d’Extreme-Orient.
Penggalian ini (1995-1999) menghasilkan banyak temuan: tembikar dari Asia Selatan, Keramik Cina, Tembikar Asal TImur Tengah, Kendi dengan bahan halus, tembikar “local”, kaca, manik-manik, logam, mata uang dan emas, batu dan batu bata.
Temuan tersebut menunjukan bahwa Lobu Tua pernah menjadi tempat perdagangan asing pada pertengahan abad ke-9 M yang fifirikan oleh pedagang dari India Selatan atau Srilangka. Mereka disusul oleh para pedagang dari Timur Tengah dan Jawa. Lobu Tua berfungsi sebagai tempat persinggahan dan tempat pemuatan bagi pedagang asing yang mencari bahan baku, wangi-wangian, dan obat-obatan dari pedalaman.
Namun demikian, sejak zaman itu kaum pedagang tidak hanya menjalankan perdagangan tetapi juga ikut serta dalam pembudidayaan pulaunya, termasuk penambangan emas, dengan kerja sama orang Jawa dari kerajaan Mataram, kediri, dan Banten. Lobu Tua ditinggalkan secara tiba-tiba pada awal abad ke-12 akibat serangan musuh yang masih belum jelas asalnya.
Barus akhirnya menjadi sebuah titik temu budaya Nusantara, India, dan Timur Tengah yang khas dan mewah. Dari tempat-tempat seperti ini muncullah peradaban dan bahasa Melayu Modern.
Di samping membahas Lobu Tua, buku ini juga memaparkan sejumlah sumber epigrafi Isalm dari Barus yang berkenaan dengan zaman setelah itu.
Sumber:
http://bacabacapojokbuku.multiply.com/reviews/item/53?&show_interstitial=1&u=%2Freviews%2Fitem
No comments:
Post a Comment