Kerajaan Pannai atau Panai merupakan kerajaan Budhhis yang pernah berdiri pada abad ke-11 sampai ke-14 di Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta), sekarang. Sebagai kerajaan kecil, kemungkinan ia merupakan vazal (daerah koloni) dari Kerajaan Sriwijaya atau Dharmasraya.
Keberadaan kerajaan ini diketahui dari prasasti berbahasa Tamil berangka tahun 1025 dan 1030 Saka yang dibuat Raja Rajendra Chola I, di India Selatan, yang menyebutkan tentang penyerangan ke Sriwijaya. Kitab Nagarakertagama, naskah kuno Kerajaan Majapahit tulisan Empu Prapanca tahun 1365 Saka, juga menyebutkan kerajaan ini. Kerajaan ini meninggalkan satu komplek percandian Padanglawas, sebanyak 16 bangunan, misalnya Candi Bahal.
Nama Panai sendiri banyak terdapat di berbagai wilayah di Sumatera. Misalnya di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara terdapat tiga kecamatan menggunakan nama “Panai” yaitu Kecamatan Panai Tengah, Hulu dan Hilir. Apakah ada hubungan antara nama suku Panai dengan semua hal itu masih perlu penelitian lebih lanjut.
Deskripsi:
Nama kerajaan ini pertama kali disebutkan pada Prasasti Tanjore yang berasal dari tahun 1025/1030 M yang menyebutkan bahwa setelah dilakukan penyerangan terhadap Sriwijaya, Panei merupakan target serangan berikutnya oleh Rajendra Cola dari Coromandel
Ada banyak perbedaan pendapat mengenai letak Kerajaan Panei yang disebut dalam prasasti tersebut. Menurut Coedes Panei terletak di Pantai Timur Sumatra dekat Malaka akan tetapi beberapa sarjana beranggapan Panei yang disebut dalam Prasasti Tanjore haruslah berlokasi di mulut Sungai Barumun di dekat Labuhan Bilik dan Hsu Yun-ts’iao mengaitkan Panei dengan tinggalan-tinggalan purbakala di Padang Lawas
Menurut Groeneveldt Poli berada di pantai utara Sumatera sementara beberapa ahli lain menyatakan bahwa kerajaan tersebut terletak di Kalimantan, di pantai barat Semenanjung Melayu, di Asahan, di Pulau Bangka, dan bahkan Pelliot menempatkannya di Bali. Diantara sekian banyak pendapat kebanyakan ahli memilih untuk menempatkan Poli di Sumatra.
Sumber lain yang dikaitkan dengan Kerajaan Panei adalah nama ‘Poli’ yang disebutkan dalam berita-berita Cina.
Berita dari Dinasti Liang (502-556 M) menyebutkan Poli terletak di sebelah tenggara Canton, merupakan sebuah pulau yang berjarak dua bulan perjalanan dari Canton. Dari timur ke barat negeri itu dapat dicapai dalam lima puluh hari
dan dari utara ke selatan dapat dicapai dalam dua puluh hari. Terdapat 136 desa di dalamnya, iklimnya hangat seperti saat musim panas di Cina. Padi dapat dipanen dua kali setahun, hasil lautnya adalah kerang-kerangan. Mereka memiliki sejenis batu yang disebut kampara yang sangat lembut saat pertama kali diambil dan bisa dipotong-potong dan dikeringkan setelah menjadi keras.
Berita Dinasti Sui (581-617 M) menyebutkan ketika dari Giau-chi (Annam Utara) pergi ke barat lewat laut maka akan melewati Chih-t’u dan Tan-tan lalu akan tiba di Poli. Nama keluarga raja adalah Ch’a-ri-ya-ka dan nama raja itu sendiri adalah Hu-lan-na-po. Keahlian penduduk negeri ini adalah melempar pisau
Berita Dinasti T’ang (618 -906 M) menyebutkan bahwa Poli terletak di tenggara Kamboja dapat di capai dari Annam Utara (Giau-chi) melalui jalur laut dan melewati teluk Siam dan Malaka. Negeri tersebut luas dan memiliki banyak penduduk. Mereka memiliki kekayaan alam berupa fire pearls dan telur ayam yang berbentuk bundar dan berwarna putih. Kerajaan ini juga menghasilkan cangkang kura-kura, kerang, dan batu yang disebut kampara. Benda ini pada awalnya sangat lembut sehingga bisa di potong dan kemudian menjadi keras. Nama keluarga raja adalah Ch’a-ri-ya-ka dan nama raja tersebut adalah Hu-lu-na-po.
Kata kampara yang disebutkan dalam berita-berita Cina di duga merupakan kapur barus. Pohon kapur barus hanya tumbuh di beberapa wilayah di Sumatra, Semenanjung Melayu sebelah selatan, dan Kalimantan tetapi sama sekali tidak ditemukan di Jawa. Dalam bahasa Cina kapur barus disebut Polu (parfum) yang bisa ditranskripsikan menjadi barus
Sementara itu sebuah sumber Arab menyebutkan sebuah daerah bernama Fansur yang sangat terkenal karena memproduksi kapur barus. Fansur merupakan nama tempat yang berada dalam satu wilayah dengan Barus. Barus sendiri berada cukup dekat dengan wilayah Padang Lawas yang di duga merupakan wilayah kerajaan Panei.
Penyerangan yang dilakukan Cola terhadap Panei mungkin karena Panei merupakan kerajaan penting di Sumatra sehingga mau tidak mau Cola harus menyerangnya pada tahun 1025 M. Akan tetapi prasasti-prasasti yang ada di beberapa biaro-biaro di Padang Lawas sama sekali tidak menyebutkan peristiwa yang seharusnya cukup penting ini.
Penyerangan Cola terhadap Panei dan Sriwijaya mungkin dikarenakan adanya kerja sama pedagang Tamil dengan Kerajaan Cola. Sriwijaya yang berkuasa di lautan berkuasa atas pemungutan pajak yang mungkin jumlahnya memberatkan. Pedagang-pedagang Tamil lalu melapor pada Raja Cola. Ada sebuah teori yang mengatakan bahwa ada hubungan yang erat antara pedagang Tamil dan Raja Cola sehingga peristiwa pemberatan pajak menyebabkan Sriwijaya diserang dan berlanjut dengan penyerangan terhadap Panei sebagaimana yang di sebutkan dalam prasasti
Sumber dari dalam Indonesia sendiri yang menyebutkan nama kerajaan Panei adalah Nagarakrtagama yang dikarang oleh Prapanca pada tahun 1365 M. Nama Panei disebutkan dalam pupuh XIII mengenai negara-negara bawahan Majapahit. Kata ‘Pane’ juga disebutkan dalam terjemahan Nagarakrtagama pupuh XIII yang dilakukan oleh Th. Pigeud walaupun penyebutan beberapa nama daerah lain berbeda-beda.
Sumber:
https://pardedejabijabi.wordpress.com/2011/11/28/kerajaan-pannai-panai-panei-atau-pane/
No comments:
Post a Comment