SEJARAH BATAK - I
Permulaan Generasi Pertama Manusia
Tersebutlah dalam kitab-kitab suci bangsa Timur Tengah bahwa Adam, yang dianggap sebagai manusia pertama dan Nabi pertama, mulai mengembangkan generasinya bersama Siti Hawa, Nenek Moyang Manusia yang ditemukan kembali setelah didamparkan di daerah India dari Surga.
Generasi berikutnya mulai melahirkan beberapa kelompok Bangsa.
Bangsa Semetik kemudian menurunkan Bangsa Arab dan Israel yang selalu berperang. Khabarnya perpecahan kedua bangsa ini dimulai sejak Nabi Ibrahim.
Bangsa Syam yang kemudian dikenal sebagai ras Aryan, menurunkan Bangsa Yunani dan Roma yang menjadi cikal bakal Eropa (Hitler merupakan tokoh ras ini yang ingin memurnikan bangsa Aryan di samping Bangsa Braminik yang chauvinistik dan menjadi penguasa kasta tinggi di agama Hindu), Nordik, Patan, Kaukasian, Slavia, Persia (Iran), dan India Utara (semisal Punjabi, Kashmir dan Gujarat) berkulit putih serta bule-bule lain sebangsanya.
Bangsa Negroid menurunkan bangsa Afrika dan beberapa bangsa berkulit hitam lainnya di dunia seperti Bangsa Dravidian (India berkulit Hitam), Papua, Samoa, Aborigin di Autralia, Asmat, dan bangsa lain yang hidup di kepulauan Polinesia, Samudera Pasifik.
Bangsa Tatar menurunkan Ras Mongoloid yang terdiri dari bangsa Mongol; Cina, Korea, Uzbek, Tazik, Kazakh, Kazan di Rusia, bangsa Nomad penghuni Kutub Utara dan Selatan bermata sipit, Hokkian yang menjadi Konglomerat dan Mafia di Indonesia serta Bangsa Maya, Suku Indian, dan lain sebagainya yang menjadi penduduk asli benua Amerika dan yang kedua; Ras Austronesia, yang menyebar di Madagaskar, Afrika, Batak; Proto Malayan dan Neo Malayan; Melayu, Jawa dan lain-lain.
Penyebaran populasi manusia terjadi paska “Tsunami” pertama atau dikenal sebagai Banjir Bah di jaman Nabi Nuh AS. Di jaman ini pula ada sebuah komunitas manusia yang konon mempunyai tinggi badan 15-30 meter punah ditelan banjir karena kesombongannya. Peneliti antropologi Amerika di awal abad 20 menemukan kembali bangsa ini di pedalaman Afrika, namun lokasinya dirahasiakan oleh pihak militer yang tertarik untuk mengambil sampel komunitas ini untuk rekayasa gen tentara AS. Penelitian juga diarahkan untuk menghidupkan kembali Bangsa Dinosaurus, sejenis binatang purba, yang juga mati tenggelam karena tidak sempat dan tidak ‘muat’ dimasukkan di kapal Nabi Nuh.
73.000-30.000 SM
Penduduk nomaden mendiami sekitar pegunungan Batak, yang meledak membentuk danau Toba, keberadaan mereka berdasarkan penggalian sejarah.
3000-1000 SM (Sebelum masehi)
Bangsa Batak yang merupakan bagian dari Ras Proto Malayan hidup damai bermukim di perbatasan Burma/Myanmar dengan India. Beberapa komunitas tersebut yang kemudian menjadi cikal-bakal bangsa adalah kelompok Bangsa Karen, Toradja, Tayal, Ranau, Bontoc, Meo serta trio Naga, Manipur, Mizoram. Tiga yang terakhir ini sekarang berwarga negara India. Adat istiadat mereka dan aksesoris pakaian yang dimiliki sampai sekarang masih mirp dengan pakaian Batak, misalnya pernik dan warna ulos.
Sifat dominan dari ras ini adalah kebiasaan hidup dalam splendid isolation di lembah lembah sungai dan di puncak-puncak pegunungan. Mereka sangat jarang membuat kontak bersifat permanen dengan pendatang yang berasal dari komunitas lainnya misalnya komunitas yang berada di tepi pantai, pesisir, yang saat itu banyak dipengaruhi oleh ideologi yang berbeda dengan mereka, misalnya Hinduisme (Yang disinyalir sebagai ajaran turunan dari agama Nabi Nuh AS), Zoroaster, Animisme gaya Yunani dan Romawi, dan juga paham-paham baru seperti Buddha, Tao, dan Shintoisme
Sifat tersebut masih membekas dan terus dipertahankan oleh orang-orang Batak hingga abad 19M. Sampai saat ini, diperkirakan suku bangsa yang berasal dari ras ini masih mempertahankan kebiasaan ini, terutama Bangsa Tayal, bangsa pribumi di Taiwan, Orang-orang Bontoc dan Batak Palawan penghuni pertama daerah Filipina.
1000 SM
Bangsa Mongol yang dikenal bengis dan mempunyai kemajuan teknologi yang lebih tinggi berkat hubungan mereka yang konsisten dengan berbagai bangsa mulai bergerak ke arah Selatan. Di sana, keturunan mereka menyebut dirinya Bangsa Syan dan kemudian menciptakan komunitas Burma, Siam (Thai) dan Kamboja yang kemudian menjadi cikal-bakal negara.
Ras Proto Malayan mulai terdesak. Ketertutupan mereka menjadi bumerang karena teknologi mereka tidak up to date. Sebagian dari mereka kemudian mulai meninggalkan daerah-daerah tersebut, menempuh perjalanan untuk mencari daerah baru bahkan ke seberang lautan, di mana mereka akan menikmati hidup dalam ‘splendid isolation’ kembali.
Bangsa Bontoc bergerak ke daerah Filipina, Bangsa Toraja ke Selatannya, di Sulawesi. Di Filipina, Batak Palawan merupakan sebuah suku yang sampai sekarang menggunakan istilah Batak. Saudara mereka bangsa Tayal membuka daerah di Kepulauan Formosa, yang kemudian, beberapa abad setelah itu, daerah mereka diserobot dan kedamaian hidup mereka terusak oleh orang-orang Cina nasionalis yang kemudian menamakannya Taiwan.
Yang lain, Bangsa Ranau terdampar di Lampung. Bangsa Karen tidak sempat mempersiapkan diri untuk migrasi, mereka tertinggal di hutan belantara Burma/Myanmar dan sampai sekarang masih melakukan pemberontakan atas dominasi Suku Burma atau Myanmar yang memerintah.
Selebihnya, Bangsa Meo berhasil mempertahankan eksistensinya di Thailand. Bangsa Naga, Manipur, Mizo, Assamese mendirikan negara-negara bagian di India dan setiap tahun mereka harus berjuang dan berperang untuk mempertahankan identitas mereka dari supremasi bangsa Arya-Dravidian, yakni Bangsa India, yang mulai menduduki daerah tersebut karena over populasi.
Bangsa Batak sendiri, selain terdampar di Filipina, sebagian terdampat di kepulauan Andaman (sekarang merupakan bagian dari India) dan Andalas dalam tiga gelombang.
Yang pertama mendarat di Nias, Mentawai, Siberut dan sampai ke Pulau Enggano. Gelombang kedua terdampar di muara Sungai Simpang. Mereka kemudian bergerak memasuki pedalaman Pulau Andalas menyusuri sungai Simpang Kiri dan mulai mendirikan tempat di Kotacane. Komunitas ini berkembang dan membuat identitas sendiri yang bernama Batak Gayo. Mereka yang menyusuri Sungai Simpang Kanan membentuk Komunitas Batak Alas dan Pakpak. Batak Gayo dan Alas kemudian dimasukkan Belanda ke peta Aceh.
Mainstream dari Suku bangsa Batak mendarat di Muara Sungai Sorkam. Mereka kemudian bergerak ke pedalaman, perbukitan. Melewati Pakkat, Dolok Sanggul, dan dataran tinggi Tele mencapai Pantai Barat Danau Toba. Mereka kemudian mendirikan perkampungan pertama di Pusuk Buhit di Sianjur Sagala Limbong Mulana di seberang kota Pangururan yang sekarang. Mitos Pusuk Buhit pun tercipta.
Masih dalam budaya ‘splendid isolation’, di sini, Bangsa Batak dapat berkembang dengan damai sesuai dengan kodratnya. Komunitas ini kemudian terbagi dalam dua kubu. Pertama Tatea Bulan yang dianggap secara adat sebagai kubu tertua dan yang kedua; Kubu Isumbaon yang di dalam adat dianggap yang bungsu.
Sementara itu komunitas awal Bangsa Batak, jumlahnya sangat kecil, yang hijrah dan migrasi jauh sebelumnya, mulai menyadari kelemahan budayanya dan mengolah hasil-hasil hutan dan melakukan kontak dagang dengan Bangsa Arab, Yunani dan Romawi kuno melalui pelabuhan Barus. Di Mesir hasil produksi mereka, kapur Barus, digunakan sebagai bahan dasar pengawetan mumi, raja-raja tuhan Fir’aun yang sudah meninggal. Tentunya di masa inilah hidup seorang pembawa agama yang dikenal sebagai Nabi Musa AS.
1000 SM – 1510 M
Komunitas Batak berkembang dan struktur masyarakat berfungsi. Persaingan dan Kerjasama menciptakan sebuah pemerintahan yang berkuasa mengatur dan menetapkan sistem adat.
Ratusan tahun sebelum lahirnya Nabi Isa Al Masih, Nabi Bangsa Israel di Tanah Palestina, Dinasti Sori Mangaraja telah berkuasa dan menciptakan tatanan bangsa yang maju selama 90 generasi di Sianjur Sagala Limbong Mulana.
Dinasti tersebut bersama menteri-menterinya yang sebagian besar adalah Datu, Magician, mengatur pemerintahan atas seluruh Bangsa Batak, di daerah tersebut, dalam sebuah pemerintahan berbentuk Teokrasi.
Dinasti Sorimangaraja terdiri dari orang-orang bermarga Sagala cabang Tatea Bulan. Mereka sangat disegani oleh Bangsa Batak di bagian Selatan yang keturunan dari Tatea Bulan.
Dengan bertambahnya penduduk, maka berkurang pula lahan yang digunakan untuk pertanian, yang menjadi sumber makanan untuk mempertahankan regenerasi. Maka perpindahan terpaksa dilakukan untuk mencari lokasi baru. Alasan lain dari perpindahan tersebut adalah karena para tenaga medis kerajaan gagal membasmi penyakit menular yang sudah menjangkiti penduduk sampai menjadi epidemik yang parah.
Perpindahan diarahkan ke segala arah, sebagian membuka pemukiman baru di daerah hutan belukar di arah Selatan yang kemudian bernama Rao, sekarang di Sumatera Barat. Beberapa kelompok di antaranya turun ke arah Timur, menetap dan membuka tanah, sekarang dikenal sebagai Tanjung Morawa, daerah di pinggir Kota Medan.
Satu kerajaan lain yang berdiri di era ini adalah Kerajaan Hatorusan yang didirikan oleh Raja Uti di Sianjur Mula-mula. Pusat kerajaan kemudian dipindahkan ke Barus dan Singkil. Raja Uti adalah cucu langsung Si Raja Batak dari anaknya Guru Tatebulan.
200 SM-150 M
Orang-orang Mesir (masa Ramses) mengunjungi tanah Batak, tepatnya, Barus untuk membeli kapur barus. Sumber-sumber sejarah Yunani, misalnya dari Ptolomeus abad ke-2 SM mengatakan bahwa kapal-kapal Athena telah singgah di kota Barus pada abad-abad terakhir sebelum tibanya tarikh Masehi.
Ptolomeus membicarakan Barus sebanyak lima kali di dalam laporannya dengan pandangan negatif terhadap penduduk pribumi Sumatera, khususnya orang Batak yang dikatakannya sebagai orang-orang kanibal (Wolters hal. 9; Krom h. 57-59).
Begitu pula rombongan kapal Fir’aun dari Mesir telah berkali-kali berlabuh di Barus antara lain untuk membeli kapur barus (kamper), bahan yang sangat diperlukan untuk pembuatan mummi. Mereka adalah orang-orang Arab pra-Islam Funisia, Kartago yang sekarang menjadi Libya dan Mesir, Afrika Utara.
100 SM
Sementara itu di pedalaman Batak, Sianjur Mula-mula, beberapa kerajaan huta telah berdiri. Tahun 100 SM Kerajaan Batahan Pulo Morsa eksis. Kerajaan ini memakai sistem raja na opat atau raja berempat yang terdiri; Pulo Morsa Julu, dengan Raja Suma Hang Deha, Pulo Morsa Tonga, Raja Batahan Jonggi Nabolon, Pulo Morsa Jau dengan Raja Situan I Rugi-rugi dan Pulo Morsa Jae dengan Raja Umung Bane. Kerajaan ini bertahan selama 24 keturunan.
450 M
Daerah Toba telah diolah dan dikelola secara luas oleh rakyat kerajaan tersebut. Mereka yang dominan terutama dari kubu Isumbaon, kelompok marga Si Bagot Ni Pohan, leluhur Annisa Pohan, menantu SBY, Presiden pilihan langsung pertama RI. Di daerah ini bermukim juga kaum Tatea Bulan yang membentuk kelompok minoritas terutama dari marga Lubis.
Sebagian dari Lubis terdesak ke luar Toba dan merantau ke Selatan. Sebagian lagi menetap di Toba dan Uluan hingga kini. Keturunannya di Medan mendirikan banyak lembaga sosial terutama Pesantren Modern Darul Arafah di Pinggiran Kota Medan.
Di daerah Selatan kelompok marga Lubis harus bertarung melawan orang-orang Minang. Kalah. Perantauan berhenti dan mendirikan tanah Pekantan Dolok di Mandailing yang dikelilingi benteng pertahanan.
Mereka kemudian berhadapan dengan bangsa Lubu, Bangsa berkulit Hitam ras Dravidian yang terusir dari India, melalui Kepulauan Andaman berkelana sampai daerah muara Sungai Batang Toru. Bangsa Lobu tersingkir dan kemudian menetap di hutan-hutan sekitar Muara Sipongi. Bila di India Bangsa Arya meletakkan mereka sebagai bangsa terhina, ‘untouchable’; haram dilihat dan disentuh, maka nasib sama hampir menimpa mereka di sini. Saudara Bangsa Lubu, Bangsa Tamil migrasi beberapa abad kemudian, dari India Selatan, membonceng perusahaan-perusahaan Eropa dan membentuk Kampung Keling di Kerajaan Melayu Deli, Medan.
497 M
Para pengikut parmalim menyakini bahwa tahun 497 M atau 1450 tahun Batak, merupakan tahun kebangkitan pemikiran keagamaan di kepemimpinan Raja-raja Uti. Raja Uti dinobatkan sebagai Tokoh Spiritual Batak dan Rasul Batak
502-557 M
Orang-orang Cina datang ke Barus. Orang Cina mengenal Barus dengan istilah P’o-lu-shih yang berarti pelabuhan peng-expor kapur. Sebuah itilah yang berasal dari kata Cina yang berarti harum: “P’o-lu” (Drakard 1993:3). Dalam teks-teks Cina pada zaman Dinasti Liang (502-557), saat itu, kapur dikenal dengan nama “obat salap dari P’o-lu atau Barus” atau P’o-lu-shih.
600-700 M
Pada abad ke-7, utusan dagang kerajaan Barus Hatorusan berangkat dari Barus menuju ke Cina membicarakan perdagangan bilateral antara Sumatera dan Cina (Wolters 33).
600-1200 M
Komunitas Batak di Simalungun memberontak dan memisahkan diri dari Dinasti Batak, Dinasti Sori Mangaraja di pusat. Mereka mendirikan Kerajaan Nagur. Mereka ini keturunan Batak yang bermukim di Tomok, Ambarita dan Simanindo di Pulau Samosir. Di kemudian hari Kerajaan Nagur di tangan orang Batak Gayo mendirikan kerajaan Islam Aceh.
Simalungun merupakan tanah yang subur akibat bekas siraman lava. Siraman lava dan magma tersebut berasal dari ledakan gunung berapi terbesar di dunia, di zaman pra sejarah. Ledakan itu membentuk danau Toba. Orang Simalungun berhasil membudidayakan tanaman, selain padi yang menjadi tanaman kesukaan orang Batak; Pohon Karet.
Hasil-hasil pohon karet tersebut mengundang kedatangan ras Mongoloid lainnya yang mengusir mereka dari daratan benua Asia; orang-orang Cina yang sudah pintar berperahu pada zaman Dinasti Swi, 570-620 M. Di antaranya Bangsa Yunnan yang sangat ramah dan banyak beradaptasi dengan pribumi dan suku bangsa Hokkian, suku bangsa yang dikucilkan di Cina daratan, yang mengekspor tabiat jahat dan menjadi bajak laut di Lautan Cina Selatan.
Kolaborasi dengan bangsa Cina tersebut membentuk kembali kebudayaan maritim di masyarakat setempat. Mereka mendirikan kota pelabuhan Sang Pang To di tepi sungai Bah Bolon lebih kurang tiga kilometer dari kota Perdagangan. Orang-orang dari Dinasti Swi tersebut meninggalkan batu-batu bersurat di pedalaman Simalungun.
Di daerah pesisir Barat, Barus, kota maritim yang bertambah pesat yang sekarang masuk di Kerajaan Batak mulai didatangi pelaut-pelaut baru, terutama Cina, Pedagang Gujarat, Persia dan Arab. Pelaut-pelaut Romawi Kuno dan Yunani Kuno sudah digantikan oleh keturunan mereka pelaut-pelaut Eropa yang lebih canggih, dididikan Arab Spanyol. Islam mulai diterima sebagai kepercayaan resmi oleh sebagian elemen pedagang Bangsa Batak yang mengimpor bahan perhiasan dan alat-alat teknologi lainnya serta mengekpor kemenyan komoditas satu-satunya tanah Batak yang sangat diminati dunia.
Islam mulai dikenal dan diterima sebagai agama resmi orang-orang Batak di pesisir; khususnya Singkil dan Barus.
600-700 M
Sriwijaya menjajah Barus. Sementara itu laporan Cina yang lain mengatakan bahwa Sriwijaya pada abad ke-7 dan 8 merupakan kerajaan ganda satu diantaranya ialah Barus (Wolters 9). Diyakini lokasi strategis Barus dan volume perdagangan di wilayah tersebut membuat kerajaan Hatorusan terlibat dalam pertikaian politik dengan kerajaan Sriwijaya dari Sumatera Selatan dan Jawa, sehingga saling menganeksasi.
Hubungan Barus dengan Sriwijaya dibicarakan di dalam kitab Sunda lama “Carita Parahyangan” yang mengatakan bahwa Barus merupakan daerah taklukan dari Raja Sanjaya, raja Sumatera dari Sriwijaya yang berkuasa di Jawa dan mendirikan candi Borobudur (Krom 126).
850 M
Kelompok Marga Harahap dari Kubu Tatea Bulan, bekas populasi Habinsaran bermigrasi massal ke arah Timur. Menetap di aliran sungai Kualu dan Barumun di Padang Lawas. Kelompok ini sangat hobbi berkuda sebagai kendaraan bermigrasi.
Karena ini, dalam jangka waktu yang singkat, sekitar dua tahun, mereka sudah menguasai hampir seluruh daerah Padang Lawas antara Sungai Asahan dan Rokan. Sebuah daerah padang rumput yang justru sangat baik untuk mengembangbiakkan kuda-kuda mereka.
Sebagian dari kelompok marga ini, melalui Sipirok, menduduki daerah Angkola dan di sini tradisi mengembala dan menunggang kuda hilang, mereka kembali menjadi komunitas agraris. Sementara di Padang Lawas mereka menjadi penguasa feodalistik dan mulai memperkenalkan perdagangan budak ke Tanah Batak Selatan.
851 M
Laporan Sulaiman pada tahun 851 M membicarakan tentang penambangan emas dan perkebunan barus (kamper) di Barus (Ferrand 36).
Ahli sejarah menemukan bukti-bukti arkeologis yang memperkuat dugaan bahwa sebelum munculnya kerajaan-kerajaan Islam yang awal di Sumatera seperti Peurlak dan Samudera Pasai, yaitu sekitar abad-9 dan 10, di Barus telah terdapat kelompok-kelompok masyarakat Muslim dengan kehidupan yang cukup mapan.
900 M
Marga Nasution mulai tebentuk di Mandailing. Beberapa ratus tahun sebelumnya, sejak tahun-tahun pertama masyarakat Batak di sini, disinyalir saat itu zaman Nabi Sulaiman di Timur Tengah (Buku Ompu Parlindungan), perbauran penduduk dengan pendatang sudah menjadi tradisi di beberapa tempat, khusunya yang di tepi pantai.
Penduduk dataran tinggi, para pendatang di pelabuhan Natal dan Muaralabu (dikenal dengan sebutan Singkuang atau Sing Kwang oleh ejaan Cina), dan terutama elemen-elemen bangsa Pelaut Bugis dari Sulawesi, yang singgah sebelum berlayar berdagang menuju Madagaskar, telah berasimilasi dengan penuh toleransi dengan bangsa Batak.
Para pendatang tersebut dengan sukarela interaksi dan menerima adat Dalihan Natolu agar dapat mempersunting wanita-wanita setempat setelah puluhan tahun di tengah laut. Datu Nasangti Sibagot Ni Pohan dari Toba, seorang yang disegani saat itu, menyatukan mereka; campuran penduduk peribumi dan pendatang tersebut, membentuk marga Nasution.
Sementara itu perebutan kekuasaan terjadi di Pusat Pemerintahan Kerajaan Batak, martua Raja Doli dari Siangjur Sagala Limbong Mulana dengan pasukannya merebut wilayah Lottung di Samosir Timur. Percampuran keduanya membentuk kelompok Marga Lottung Si Sia Marina, yang terdiri atas; Situmorang, Sinaga, Nainggolan, Pandiangan, Simatupang, Aritonang dan Siregar.
Ibnu Rustih, mengunjungi Barus kurang lebih pada tahun 900 M, menyebut Fansur, nama kota di Barus, sebagai negeri yang paling masyhur di kepulauan Nusantara (Ferrand 79).
902 M
Ibn Faqih, mengunjungi Barus, melaporkan bahwa Barus merupakan pelabuhan terpenting di pantai barat Sumatera (Krom 204).
1050 M
Karena minimnya peralatan medis, epidemik melanda daerah Lottung kembali. Masyarakat Lottung Si Sia Marina berhamburan ke luar dari wilayah tersebut menuju daerah yang “sehat”. Akibatnya, kelompok Marga Siregar terpecah dua menjadi Siregar Sigumpar dan Siregar Muara, keduanya bermukin di Toba.
1070-1120 M
Kemasyhuran Barus juga mengundang imigran asing bermukim dan berdagang serta menjadi buruh di beberapa sentral industri. Sebuah inskripsi Tamil bertarikh 1088 M dari zaman pemerintahan Kulottungga I (1070-1120) dari kerajaan Cola menyebut Barus terletak di Lobu Tua, dan banyak orang Tamil tinggal di kota ini sebagai saudagar dan pengrajin (Krom 59-60).
Guru Marsakkot Pardosi, Salah satu Dinasti Pardosi di Barus menjadi Raja di Lobu Tua, Barus. Nenek moyangnya berasal dari Tukka, Pakkat di Negeri Rambe yang datang dari Balige, Toba.
Pada permulaan abad ke-12, seorang ahli geografi Arab, Idrisi, memberitakan mengenai eskport kapur di Sumatera (Marschall 1968:72). Kapur bahasa latinnya adalah camphora produk dari sebuah pohon yang bernama latin dryobalanops aromatica gaertn. Orang Batak yang menjadi produsen kapur menyebutnya hapur atau todung atau haboruan.
Beberapa istilah asing mengenai Sumatera adalah al-Kafur al-Fansuri dengan istilah latin Canfora di Fanfur atau Hapur Barus dalam bahasa Batak dikenal sebagai produk terbaik di dunia (Drakard 1990:4) dan produk lain adalah Benzoin dengan bahasa latinnya Styrax benzoin. Semua ini adalah produk-produk di Sumatera Barat Laut dimana penduduk aslinya adalah orang-orang Pakpak dan Toba.
1200-1285 M
Kerajaan Nagur tetap eksis di hulu sungai Pasai. Marah Silu, Raja huta Kerajaan Nagur, mantan prajurit/pegawai Kesultanan Daya Pasai saat itu, masuk Islam dan mengganti namanya menjadi Sultan Malik Al Shaleh. Di atas puing-puing kerajaan Nagur tersebut, sang Raja, yang asli Batak Gayo, berhasil melakukan ekspansi dan mendirikan Kerajaan Samudera Pasai sekaligus menjadikannya sebagai Sultan pertama.
Kerabat Sultan Malik Al Shaleh, yakni Syarif Hidayat Fatahillah merupakan tokoh yang mendirikan kota Jakarta dan menjadi Sultan Banten (Emeritus) dan ikut serta mendirikan Kesultanan Cirebon. Dia, yang dikenal sebagai Sunan Gunung Jati, adalah tokoh yang berhasil menyelamatkan penduduk pribumi dari amukan bangsa Portugis.
Sultan Malik Al Shaleh sendiri lahir di Nagur, di tanah Batak Gayo. Dia adalah mantan prajurit Kesultanan Daya Pasai, sebuah kerajaan yang berdiri di sisa-sisa kerajaan Nagur atau tanah Nagur. Nama lahirnya adalah Marah Silu. Marah berasal dari kata Meurah yang artinya ketua. Sedangkan Silu adalah marga Batak Gayo.
Sepeninggalannya (1285-1296) dia digantikan oleh anaknya Sultan Malik Al Tahir (1296-1327). Putranya yang lain Malik Al Mansyur pada tahun 1295 berkuasa di Barumun dan mendirikan Kesultanan Aru Barumun pada tahun 1299.
Dinasti Batak Gayo di Kesultanan Aru Barumun adalah sebagai berikut:
1. Sultan Malik Al Mansyur (1299-1322)
2. Sultan Hassan Al Gafur (1322-1336)
3. Sultan Firman Al Karim (1336-1361), pada era nya banyak bertikai dengan kekuatan imperialis Jawa Majapahit. Di bawah panglima Laksamana Hang Tuah dan Hang Lekir, pasukan marinir Aru Barumun berkali-kali membendung kekuatan Hindu Majapahit dari Jawa.
4. Sultan Sadik Al Quds (1361). Wafat akibat serangan jantung.
5. Sultan Alwi Al Musawwir (1361-1379)
6. Sultan Ridwan Al Hafidz (1379-1407). Banyak melakukan hubungan diplomatik dengan pihak Cina
7. Sultan Hussin Dzul Arsa yang bergelar Sultan Haji. Pada tahun 1409 dia ikut dalam rombongan kapal induk Laksamana Cengho mengunjungi Mekkah dan Peking di zaman Yung Lo. Dia terkenal dalam annals dari Cina pada era Dinasti Ming dengan nama “Adji Alasa” (A Dji A La Sa). Orang Batak yang paling dikenal di Cina.
8. Sultan Djafar Al Baki (1428-1459). Meninggal dalam pergulatan dengan seekor Harimau.
9. Sultan Hamid Al Muktadir (1459-1462), gugur dalam sebuah pandemi.
10. Sultan Zulkifli Al Majid. Lahir cacat; kebutaan dan pendengaran. Pada tahun 1469, kesultanan Aru Barumun diserang oleh Kesultanan Malakka, atas perintah Sultan Mansyur Syah yang memerintah antara tahun 1441-1476. Kota pelabuhan Labuhanbilik dibumihanguskan dan Angkatan Laut Kesultanan Aru Barumun dimusnahkan.
11. Sultan Karim Al Mukji (1471-1489)
12. Sultan Muhammad Al Wahid (1489-1512). Gugur dalam pertempuran melawan bajak laut Portugis.
13. Sultan Ibrahim Al Jalil (1512-1523) ditawan dan diperalat oleh Portugis.
1292-1302 M
Sultan Marah Pangsu Pardosi naik tahta, memerintah di Barus Hulu yang mencakup beberapa negeri diantaranya Negeri Rambe, menggantikan ayahnya Sultan Mualif Pardosi, (700-710 H). Kakeknya Sultan Kadir Pardosi merupakan turunan pertama, dari Dinasti Pardosi, dari Tukka, yang masuk Islam.
Dinasti Pardosi sejak dahulu kala sampai abad ke-19 adalah:
1. Raja Kesaktian (Bermarga Pohan di Toba)
2. Alang Pardosi pindah ke Rambe dan mendirikan istana di Gotting, Tukka
3. Pucaro Duan Pardosi di Tukka
4. Guru Marsakot Pardosi di Lobu Tua
5. Raja Tutung Pardosi di Tukka, berselisih dengan Raja Rambe di Pakkat.
6. Tuan Namora Raja Pardosi
7. nnnXXXXnnnn.... Ada gap yang lama, beberapa raja di fase ini tidak terdokumentasi
8. Raja Tua Pardosi
9. Raja Kadir Pardosi (Pertama masuk Islam)
10. Raja Mualif Pardosi
11. Sultan Marah Pangsu Pardosi (700-an Hijriyah)
12. Sultan Marah Sifat Pardosi
13. Tuanku Maharaja Bongsu Pardosi (1054 H)
14. Tuanku Raja Kecil Pardosi
15. Sultan Daeng Pardosi
16. Sultan Marah Tulang Pardosi
17. Sultan Munawar Syah Pardosi
18. Sultan Marah Pangkat Pardosi (1170 H)
19. Sultan Baginda Raja Adil Pardosi (1213 H)
20. Sultan Sailan Pardosi (1241 H )
21. Sultan Limba Tua Pardosi
22. Sultan Ma’in Intan Pardosi
23. Sultan Agama yang bernama Sultan Subum Pardosi
24. Sultan Marah Tulang yang bernama Sultan Nangu Pardosi (1270 H).
1292 M
Pada abad-13 Ibnu Said membicarakan peranan Barus sebagai pelabuhan dagang utama untuk wilayah Sumatera (Ferrand 112). Marco Polo mengunjungi Sumatera pada tahun 1292 M, dan menulis bahwa Barus merupakan sebuah kerajaan, yang agak tergantung kepada Cina, tetapi merupakan pelabuhan rempah-rempah yang penting dan memiliki otonomi (Krom 339).
Sumber:
http://sejarah/batak.com
Permulaan Generasi Pertama Manusia
Tersebutlah dalam kitab-kitab suci bangsa Timur Tengah bahwa Adam, yang dianggap sebagai manusia pertama dan Nabi pertama, mulai mengembangkan generasinya bersama Siti Hawa, Nenek Moyang Manusia yang ditemukan kembali setelah didamparkan di daerah India dari Surga.
Generasi berikutnya mulai melahirkan beberapa kelompok Bangsa.
Bangsa Semetik kemudian menurunkan Bangsa Arab dan Israel yang selalu berperang. Khabarnya perpecahan kedua bangsa ini dimulai sejak Nabi Ibrahim.
Bangsa Syam yang kemudian dikenal sebagai ras Aryan, menurunkan Bangsa Yunani dan Roma yang menjadi cikal bakal Eropa (Hitler merupakan tokoh ras ini yang ingin memurnikan bangsa Aryan di samping Bangsa Braminik yang chauvinistik dan menjadi penguasa kasta tinggi di agama Hindu), Nordik, Patan, Kaukasian, Slavia, Persia (Iran), dan India Utara (semisal Punjabi, Kashmir dan Gujarat) berkulit putih serta bule-bule lain sebangsanya.
Bangsa Negroid menurunkan bangsa Afrika dan beberapa bangsa berkulit hitam lainnya di dunia seperti Bangsa Dravidian (India berkulit Hitam), Papua, Samoa, Aborigin di Autralia, Asmat, dan bangsa lain yang hidup di kepulauan Polinesia, Samudera Pasifik.
Bangsa Tatar menurunkan Ras Mongoloid yang terdiri dari bangsa Mongol; Cina, Korea, Uzbek, Tazik, Kazakh, Kazan di Rusia, bangsa Nomad penghuni Kutub Utara dan Selatan bermata sipit, Hokkian yang menjadi Konglomerat dan Mafia di Indonesia serta Bangsa Maya, Suku Indian, dan lain sebagainya yang menjadi penduduk asli benua Amerika dan yang kedua; Ras Austronesia, yang menyebar di Madagaskar, Afrika, Batak; Proto Malayan dan Neo Malayan; Melayu, Jawa dan lain-lain.
Penyebaran populasi manusia terjadi paska “Tsunami” pertama atau dikenal sebagai Banjir Bah di jaman Nabi Nuh AS. Di jaman ini pula ada sebuah komunitas manusia yang konon mempunyai tinggi badan 15-30 meter punah ditelan banjir karena kesombongannya. Peneliti antropologi Amerika di awal abad 20 menemukan kembali bangsa ini di pedalaman Afrika, namun lokasinya dirahasiakan oleh pihak militer yang tertarik untuk mengambil sampel komunitas ini untuk rekayasa gen tentara AS. Penelitian juga diarahkan untuk menghidupkan kembali Bangsa Dinosaurus, sejenis binatang purba, yang juga mati tenggelam karena tidak sempat dan tidak ‘muat’ dimasukkan di kapal Nabi Nuh.
73.000-30.000 SM
Penduduk nomaden mendiami sekitar pegunungan Batak, yang meledak membentuk danau Toba, keberadaan mereka berdasarkan penggalian sejarah.
3000-1000 SM (Sebelum masehi)
Bangsa Batak yang merupakan bagian dari Ras Proto Malayan hidup damai bermukim di perbatasan Burma/Myanmar dengan India. Beberapa komunitas tersebut yang kemudian menjadi cikal-bakal bangsa adalah kelompok Bangsa Karen, Toradja, Tayal, Ranau, Bontoc, Meo serta trio Naga, Manipur, Mizoram. Tiga yang terakhir ini sekarang berwarga negara India. Adat istiadat mereka dan aksesoris pakaian yang dimiliki sampai sekarang masih mirp dengan pakaian Batak, misalnya pernik dan warna ulos.
Sifat dominan dari ras ini adalah kebiasaan hidup dalam splendid isolation di lembah lembah sungai dan di puncak-puncak pegunungan. Mereka sangat jarang membuat kontak bersifat permanen dengan pendatang yang berasal dari komunitas lainnya misalnya komunitas yang berada di tepi pantai, pesisir, yang saat itu banyak dipengaruhi oleh ideologi yang berbeda dengan mereka, misalnya Hinduisme (Yang disinyalir sebagai ajaran turunan dari agama Nabi Nuh AS), Zoroaster, Animisme gaya Yunani dan Romawi, dan juga paham-paham baru seperti Buddha, Tao, dan Shintoisme
Sifat tersebut masih membekas dan terus dipertahankan oleh orang-orang Batak hingga abad 19M. Sampai saat ini, diperkirakan suku bangsa yang berasal dari ras ini masih mempertahankan kebiasaan ini, terutama Bangsa Tayal, bangsa pribumi di Taiwan, Orang-orang Bontoc dan Batak Palawan penghuni pertama daerah Filipina.
1000 SM
Bangsa Mongol yang dikenal bengis dan mempunyai kemajuan teknologi yang lebih tinggi berkat hubungan mereka yang konsisten dengan berbagai bangsa mulai bergerak ke arah Selatan. Di sana, keturunan mereka menyebut dirinya Bangsa Syan dan kemudian menciptakan komunitas Burma, Siam (Thai) dan Kamboja yang kemudian menjadi cikal-bakal negara.
Ras Proto Malayan mulai terdesak. Ketertutupan mereka menjadi bumerang karena teknologi mereka tidak up to date. Sebagian dari mereka kemudian mulai meninggalkan daerah-daerah tersebut, menempuh perjalanan untuk mencari daerah baru bahkan ke seberang lautan, di mana mereka akan menikmati hidup dalam ‘splendid isolation’ kembali.
Bangsa Bontoc bergerak ke daerah Filipina, Bangsa Toraja ke Selatannya, di Sulawesi. Di Filipina, Batak Palawan merupakan sebuah suku yang sampai sekarang menggunakan istilah Batak. Saudara mereka bangsa Tayal membuka daerah di Kepulauan Formosa, yang kemudian, beberapa abad setelah itu, daerah mereka diserobot dan kedamaian hidup mereka terusak oleh orang-orang Cina nasionalis yang kemudian menamakannya Taiwan.
Yang lain, Bangsa Ranau terdampar di Lampung. Bangsa Karen tidak sempat mempersiapkan diri untuk migrasi, mereka tertinggal di hutan belantara Burma/Myanmar dan sampai sekarang masih melakukan pemberontakan atas dominasi Suku Burma atau Myanmar yang memerintah.
Selebihnya, Bangsa Meo berhasil mempertahankan eksistensinya di Thailand. Bangsa Naga, Manipur, Mizo, Assamese mendirikan negara-negara bagian di India dan setiap tahun mereka harus berjuang dan berperang untuk mempertahankan identitas mereka dari supremasi bangsa Arya-Dravidian, yakni Bangsa India, yang mulai menduduki daerah tersebut karena over populasi.
Bangsa Batak sendiri, selain terdampar di Filipina, sebagian terdampat di kepulauan Andaman (sekarang merupakan bagian dari India) dan Andalas dalam tiga gelombang.
Yang pertama mendarat di Nias, Mentawai, Siberut dan sampai ke Pulau Enggano. Gelombang kedua terdampar di muara Sungai Simpang. Mereka kemudian bergerak memasuki pedalaman Pulau Andalas menyusuri sungai Simpang Kiri dan mulai mendirikan tempat di Kotacane. Komunitas ini berkembang dan membuat identitas sendiri yang bernama Batak Gayo. Mereka yang menyusuri Sungai Simpang Kanan membentuk Komunitas Batak Alas dan Pakpak. Batak Gayo dan Alas kemudian dimasukkan Belanda ke peta Aceh.
Mainstream dari Suku bangsa Batak mendarat di Muara Sungai Sorkam. Mereka kemudian bergerak ke pedalaman, perbukitan. Melewati Pakkat, Dolok Sanggul, dan dataran tinggi Tele mencapai Pantai Barat Danau Toba. Mereka kemudian mendirikan perkampungan pertama di Pusuk Buhit di Sianjur Sagala Limbong Mulana di seberang kota Pangururan yang sekarang. Mitos Pusuk Buhit pun tercipta.
Masih dalam budaya ‘splendid isolation’, di sini, Bangsa Batak dapat berkembang dengan damai sesuai dengan kodratnya. Komunitas ini kemudian terbagi dalam dua kubu. Pertama Tatea Bulan yang dianggap secara adat sebagai kubu tertua dan yang kedua; Kubu Isumbaon yang di dalam adat dianggap yang bungsu.
Sementara itu komunitas awal Bangsa Batak, jumlahnya sangat kecil, yang hijrah dan migrasi jauh sebelumnya, mulai menyadari kelemahan budayanya dan mengolah hasil-hasil hutan dan melakukan kontak dagang dengan Bangsa Arab, Yunani dan Romawi kuno melalui pelabuhan Barus. Di Mesir hasil produksi mereka, kapur Barus, digunakan sebagai bahan dasar pengawetan mumi, raja-raja tuhan Fir’aun yang sudah meninggal. Tentunya di masa inilah hidup seorang pembawa agama yang dikenal sebagai Nabi Musa AS.
1000 SM – 1510 M
Komunitas Batak berkembang dan struktur masyarakat berfungsi. Persaingan dan Kerjasama menciptakan sebuah pemerintahan yang berkuasa mengatur dan menetapkan sistem adat.
Ratusan tahun sebelum lahirnya Nabi Isa Al Masih, Nabi Bangsa Israel di Tanah Palestina, Dinasti Sori Mangaraja telah berkuasa dan menciptakan tatanan bangsa yang maju selama 90 generasi di Sianjur Sagala Limbong Mulana.
Dinasti tersebut bersama menteri-menterinya yang sebagian besar adalah Datu, Magician, mengatur pemerintahan atas seluruh Bangsa Batak, di daerah tersebut, dalam sebuah pemerintahan berbentuk Teokrasi.
Dinasti Sorimangaraja terdiri dari orang-orang bermarga Sagala cabang Tatea Bulan. Mereka sangat disegani oleh Bangsa Batak di bagian Selatan yang keturunan dari Tatea Bulan.
Dengan bertambahnya penduduk, maka berkurang pula lahan yang digunakan untuk pertanian, yang menjadi sumber makanan untuk mempertahankan regenerasi. Maka perpindahan terpaksa dilakukan untuk mencari lokasi baru. Alasan lain dari perpindahan tersebut adalah karena para tenaga medis kerajaan gagal membasmi penyakit menular yang sudah menjangkiti penduduk sampai menjadi epidemik yang parah.
Perpindahan diarahkan ke segala arah, sebagian membuka pemukiman baru di daerah hutan belukar di arah Selatan yang kemudian bernama Rao, sekarang di Sumatera Barat. Beberapa kelompok di antaranya turun ke arah Timur, menetap dan membuka tanah, sekarang dikenal sebagai Tanjung Morawa, daerah di pinggir Kota Medan.
Satu kerajaan lain yang berdiri di era ini adalah Kerajaan Hatorusan yang didirikan oleh Raja Uti di Sianjur Mula-mula. Pusat kerajaan kemudian dipindahkan ke Barus dan Singkil. Raja Uti adalah cucu langsung Si Raja Batak dari anaknya Guru Tatebulan.
200 SM-150 M
Orang-orang Mesir (masa Ramses) mengunjungi tanah Batak, tepatnya, Barus untuk membeli kapur barus. Sumber-sumber sejarah Yunani, misalnya dari Ptolomeus abad ke-2 SM mengatakan bahwa kapal-kapal Athena telah singgah di kota Barus pada abad-abad terakhir sebelum tibanya tarikh Masehi.
Ptolomeus membicarakan Barus sebanyak lima kali di dalam laporannya dengan pandangan negatif terhadap penduduk pribumi Sumatera, khususnya orang Batak yang dikatakannya sebagai orang-orang kanibal (Wolters hal. 9; Krom h. 57-59).
Begitu pula rombongan kapal Fir’aun dari Mesir telah berkali-kali berlabuh di Barus antara lain untuk membeli kapur barus (kamper), bahan yang sangat diperlukan untuk pembuatan mummi. Mereka adalah orang-orang Arab pra-Islam Funisia, Kartago yang sekarang menjadi Libya dan Mesir, Afrika Utara.
100 SM
Sementara itu di pedalaman Batak, Sianjur Mula-mula, beberapa kerajaan huta telah berdiri. Tahun 100 SM Kerajaan Batahan Pulo Morsa eksis. Kerajaan ini memakai sistem raja na opat atau raja berempat yang terdiri; Pulo Morsa Julu, dengan Raja Suma Hang Deha, Pulo Morsa Tonga, Raja Batahan Jonggi Nabolon, Pulo Morsa Jau dengan Raja Situan I Rugi-rugi dan Pulo Morsa Jae dengan Raja Umung Bane. Kerajaan ini bertahan selama 24 keturunan.
450 M
Daerah Toba telah diolah dan dikelola secara luas oleh rakyat kerajaan tersebut. Mereka yang dominan terutama dari kubu Isumbaon, kelompok marga Si Bagot Ni Pohan, leluhur Annisa Pohan, menantu SBY, Presiden pilihan langsung pertama RI. Di daerah ini bermukim juga kaum Tatea Bulan yang membentuk kelompok minoritas terutama dari marga Lubis.
Sebagian dari Lubis terdesak ke luar Toba dan merantau ke Selatan. Sebagian lagi menetap di Toba dan Uluan hingga kini. Keturunannya di Medan mendirikan banyak lembaga sosial terutama Pesantren Modern Darul Arafah di Pinggiran Kota Medan.
Di daerah Selatan kelompok marga Lubis harus bertarung melawan orang-orang Minang. Kalah. Perantauan berhenti dan mendirikan tanah Pekantan Dolok di Mandailing yang dikelilingi benteng pertahanan.
Mereka kemudian berhadapan dengan bangsa Lubu, Bangsa berkulit Hitam ras Dravidian yang terusir dari India, melalui Kepulauan Andaman berkelana sampai daerah muara Sungai Batang Toru. Bangsa Lobu tersingkir dan kemudian menetap di hutan-hutan sekitar Muara Sipongi. Bila di India Bangsa Arya meletakkan mereka sebagai bangsa terhina, ‘untouchable’; haram dilihat dan disentuh, maka nasib sama hampir menimpa mereka di sini. Saudara Bangsa Lubu, Bangsa Tamil migrasi beberapa abad kemudian, dari India Selatan, membonceng perusahaan-perusahaan Eropa dan membentuk Kampung Keling di Kerajaan Melayu Deli, Medan.
497 M
Para pengikut parmalim menyakini bahwa tahun 497 M atau 1450 tahun Batak, merupakan tahun kebangkitan pemikiran keagamaan di kepemimpinan Raja-raja Uti. Raja Uti dinobatkan sebagai Tokoh Spiritual Batak dan Rasul Batak
502-557 M
Orang-orang Cina datang ke Barus. Orang Cina mengenal Barus dengan istilah P’o-lu-shih yang berarti pelabuhan peng-expor kapur. Sebuah itilah yang berasal dari kata Cina yang berarti harum: “P’o-lu” (Drakard 1993:3). Dalam teks-teks Cina pada zaman Dinasti Liang (502-557), saat itu, kapur dikenal dengan nama “obat salap dari P’o-lu atau Barus” atau P’o-lu-shih.
600-700 M
Pada abad ke-7, utusan dagang kerajaan Barus Hatorusan berangkat dari Barus menuju ke Cina membicarakan perdagangan bilateral antara Sumatera dan Cina (Wolters 33).
600-1200 M
Komunitas Batak di Simalungun memberontak dan memisahkan diri dari Dinasti Batak, Dinasti Sori Mangaraja di pusat. Mereka mendirikan Kerajaan Nagur. Mereka ini keturunan Batak yang bermukim di Tomok, Ambarita dan Simanindo di Pulau Samosir. Di kemudian hari Kerajaan Nagur di tangan orang Batak Gayo mendirikan kerajaan Islam Aceh.
Simalungun merupakan tanah yang subur akibat bekas siraman lava. Siraman lava dan magma tersebut berasal dari ledakan gunung berapi terbesar di dunia, di zaman pra sejarah. Ledakan itu membentuk danau Toba. Orang Simalungun berhasil membudidayakan tanaman, selain padi yang menjadi tanaman kesukaan orang Batak; Pohon Karet.
Hasil-hasil pohon karet tersebut mengundang kedatangan ras Mongoloid lainnya yang mengusir mereka dari daratan benua Asia; orang-orang Cina yang sudah pintar berperahu pada zaman Dinasti Swi, 570-620 M. Di antaranya Bangsa Yunnan yang sangat ramah dan banyak beradaptasi dengan pribumi dan suku bangsa Hokkian, suku bangsa yang dikucilkan di Cina daratan, yang mengekspor tabiat jahat dan menjadi bajak laut di Lautan Cina Selatan.
Kolaborasi dengan bangsa Cina tersebut membentuk kembali kebudayaan maritim di masyarakat setempat. Mereka mendirikan kota pelabuhan Sang Pang To di tepi sungai Bah Bolon lebih kurang tiga kilometer dari kota Perdagangan. Orang-orang dari Dinasti Swi tersebut meninggalkan batu-batu bersurat di pedalaman Simalungun.
Di daerah pesisir Barat, Barus, kota maritim yang bertambah pesat yang sekarang masuk di Kerajaan Batak mulai didatangi pelaut-pelaut baru, terutama Cina, Pedagang Gujarat, Persia dan Arab. Pelaut-pelaut Romawi Kuno dan Yunani Kuno sudah digantikan oleh keturunan mereka pelaut-pelaut Eropa yang lebih canggih, dididikan Arab Spanyol. Islam mulai diterima sebagai kepercayaan resmi oleh sebagian elemen pedagang Bangsa Batak yang mengimpor bahan perhiasan dan alat-alat teknologi lainnya serta mengekpor kemenyan komoditas satu-satunya tanah Batak yang sangat diminati dunia.
Islam mulai dikenal dan diterima sebagai agama resmi orang-orang Batak di pesisir; khususnya Singkil dan Barus.
600-700 M
Sriwijaya menjajah Barus. Sementara itu laporan Cina yang lain mengatakan bahwa Sriwijaya pada abad ke-7 dan 8 merupakan kerajaan ganda satu diantaranya ialah Barus (Wolters 9). Diyakini lokasi strategis Barus dan volume perdagangan di wilayah tersebut membuat kerajaan Hatorusan terlibat dalam pertikaian politik dengan kerajaan Sriwijaya dari Sumatera Selatan dan Jawa, sehingga saling menganeksasi.
Hubungan Barus dengan Sriwijaya dibicarakan di dalam kitab Sunda lama “Carita Parahyangan” yang mengatakan bahwa Barus merupakan daerah taklukan dari Raja Sanjaya, raja Sumatera dari Sriwijaya yang berkuasa di Jawa dan mendirikan candi Borobudur (Krom 126).
850 M
Kelompok Marga Harahap dari Kubu Tatea Bulan, bekas populasi Habinsaran bermigrasi massal ke arah Timur. Menetap di aliran sungai Kualu dan Barumun di Padang Lawas. Kelompok ini sangat hobbi berkuda sebagai kendaraan bermigrasi.
Karena ini, dalam jangka waktu yang singkat, sekitar dua tahun, mereka sudah menguasai hampir seluruh daerah Padang Lawas antara Sungai Asahan dan Rokan. Sebuah daerah padang rumput yang justru sangat baik untuk mengembangbiakkan kuda-kuda mereka.
Sebagian dari kelompok marga ini, melalui Sipirok, menduduki daerah Angkola dan di sini tradisi mengembala dan menunggang kuda hilang, mereka kembali menjadi komunitas agraris. Sementara di Padang Lawas mereka menjadi penguasa feodalistik dan mulai memperkenalkan perdagangan budak ke Tanah Batak Selatan.
851 M
Laporan Sulaiman pada tahun 851 M membicarakan tentang penambangan emas dan perkebunan barus (kamper) di Barus (Ferrand 36).
Ahli sejarah menemukan bukti-bukti arkeologis yang memperkuat dugaan bahwa sebelum munculnya kerajaan-kerajaan Islam yang awal di Sumatera seperti Peurlak dan Samudera Pasai, yaitu sekitar abad-9 dan 10, di Barus telah terdapat kelompok-kelompok masyarakat Muslim dengan kehidupan yang cukup mapan.
900 M
Marga Nasution mulai tebentuk di Mandailing. Beberapa ratus tahun sebelumnya, sejak tahun-tahun pertama masyarakat Batak di sini, disinyalir saat itu zaman Nabi Sulaiman di Timur Tengah (Buku Ompu Parlindungan), perbauran penduduk dengan pendatang sudah menjadi tradisi di beberapa tempat, khusunya yang di tepi pantai.
Penduduk dataran tinggi, para pendatang di pelabuhan Natal dan Muaralabu (dikenal dengan sebutan Singkuang atau Sing Kwang oleh ejaan Cina), dan terutama elemen-elemen bangsa Pelaut Bugis dari Sulawesi, yang singgah sebelum berlayar berdagang menuju Madagaskar, telah berasimilasi dengan penuh toleransi dengan bangsa Batak.
Para pendatang tersebut dengan sukarela interaksi dan menerima adat Dalihan Natolu agar dapat mempersunting wanita-wanita setempat setelah puluhan tahun di tengah laut. Datu Nasangti Sibagot Ni Pohan dari Toba, seorang yang disegani saat itu, menyatukan mereka; campuran penduduk peribumi dan pendatang tersebut, membentuk marga Nasution.
Sementara itu perebutan kekuasaan terjadi di Pusat Pemerintahan Kerajaan Batak, martua Raja Doli dari Siangjur Sagala Limbong Mulana dengan pasukannya merebut wilayah Lottung di Samosir Timur. Percampuran keduanya membentuk kelompok Marga Lottung Si Sia Marina, yang terdiri atas; Situmorang, Sinaga, Nainggolan, Pandiangan, Simatupang, Aritonang dan Siregar.
Ibnu Rustih, mengunjungi Barus kurang lebih pada tahun 900 M, menyebut Fansur, nama kota di Barus, sebagai negeri yang paling masyhur di kepulauan Nusantara (Ferrand 79).
902 M
Ibn Faqih, mengunjungi Barus, melaporkan bahwa Barus merupakan pelabuhan terpenting di pantai barat Sumatera (Krom 204).
1050 M
Karena minimnya peralatan medis, epidemik melanda daerah Lottung kembali. Masyarakat Lottung Si Sia Marina berhamburan ke luar dari wilayah tersebut menuju daerah yang “sehat”. Akibatnya, kelompok Marga Siregar terpecah dua menjadi Siregar Sigumpar dan Siregar Muara, keduanya bermukin di Toba.
1070-1120 M
Kemasyhuran Barus juga mengundang imigran asing bermukim dan berdagang serta menjadi buruh di beberapa sentral industri. Sebuah inskripsi Tamil bertarikh 1088 M dari zaman pemerintahan Kulottungga I (1070-1120) dari kerajaan Cola menyebut Barus terletak di Lobu Tua, dan banyak orang Tamil tinggal di kota ini sebagai saudagar dan pengrajin (Krom 59-60).
Guru Marsakkot Pardosi, Salah satu Dinasti Pardosi di Barus menjadi Raja di Lobu Tua, Barus. Nenek moyangnya berasal dari Tukka, Pakkat di Negeri Rambe yang datang dari Balige, Toba.
Pada permulaan abad ke-12, seorang ahli geografi Arab, Idrisi, memberitakan mengenai eskport kapur di Sumatera (Marschall 1968:72). Kapur bahasa latinnya adalah camphora produk dari sebuah pohon yang bernama latin dryobalanops aromatica gaertn. Orang Batak yang menjadi produsen kapur menyebutnya hapur atau todung atau haboruan.
Beberapa istilah asing mengenai Sumatera adalah al-Kafur al-Fansuri dengan istilah latin Canfora di Fanfur atau Hapur Barus dalam bahasa Batak dikenal sebagai produk terbaik di dunia (Drakard 1990:4) dan produk lain adalah Benzoin dengan bahasa latinnya Styrax benzoin. Semua ini adalah produk-produk di Sumatera Barat Laut dimana penduduk aslinya adalah orang-orang Pakpak dan Toba.
1200-1285 M
Kerajaan Nagur tetap eksis di hulu sungai Pasai. Marah Silu, Raja huta Kerajaan Nagur, mantan prajurit/pegawai Kesultanan Daya Pasai saat itu, masuk Islam dan mengganti namanya menjadi Sultan Malik Al Shaleh. Di atas puing-puing kerajaan Nagur tersebut, sang Raja, yang asli Batak Gayo, berhasil melakukan ekspansi dan mendirikan Kerajaan Samudera Pasai sekaligus menjadikannya sebagai Sultan pertama.
Kerabat Sultan Malik Al Shaleh, yakni Syarif Hidayat Fatahillah merupakan tokoh yang mendirikan kota Jakarta dan menjadi Sultan Banten (Emeritus) dan ikut serta mendirikan Kesultanan Cirebon. Dia, yang dikenal sebagai Sunan Gunung Jati, adalah tokoh yang berhasil menyelamatkan penduduk pribumi dari amukan bangsa Portugis.
Sultan Malik Al Shaleh sendiri lahir di Nagur, di tanah Batak Gayo. Dia adalah mantan prajurit Kesultanan Daya Pasai, sebuah kerajaan yang berdiri di sisa-sisa kerajaan Nagur atau tanah Nagur. Nama lahirnya adalah Marah Silu. Marah berasal dari kata Meurah yang artinya ketua. Sedangkan Silu adalah marga Batak Gayo.
Sepeninggalannya (1285-1296) dia digantikan oleh anaknya Sultan Malik Al Tahir (1296-1327). Putranya yang lain Malik Al Mansyur pada tahun 1295 berkuasa di Barumun dan mendirikan Kesultanan Aru Barumun pada tahun 1299.
Dinasti Batak Gayo di Kesultanan Aru Barumun adalah sebagai berikut:
1. Sultan Malik Al Mansyur (1299-1322)
2. Sultan Hassan Al Gafur (1322-1336)
3. Sultan Firman Al Karim (1336-1361), pada era nya banyak bertikai dengan kekuatan imperialis Jawa Majapahit. Di bawah panglima Laksamana Hang Tuah dan Hang Lekir, pasukan marinir Aru Barumun berkali-kali membendung kekuatan Hindu Majapahit dari Jawa.
4. Sultan Sadik Al Quds (1361). Wafat akibat serangan jantung.
5. Sultan Alwi Al Musawwir (1361-1379)
6. Sultan Ridwan Al Hafidz (1379-1407). Banyak melakukan hubungan diplomatik dengan pihak Cina
7. Sultan Hussin Dzul Arsa yang bergelar Sultan Haji. Pada tahun 1409 dia ikut dalam rombongan kapal induk Laksamana Cengho mengunjungi Mekkah dan Peking di zaman Yung Lo. Dia terkenal dalam annals dari Cina pada era Dinasti Ming dengan nama “Adji Alasa” (A Dji A La Sa). Orang Batak yang paling dikenal di Cina.
8. Sultan Djafar Al Baki (1428-1459). Meninggal dalam pergulatan dengan seekor Harimau.
9. Sultan Hamid Al Muktadir (1459-1462), gugur dalam sebuah pandemi.
10. Sultan Zulkifli Al Majid. Lahir cacat; kebutaan dan pendengaran. Pada tahun 1469, kesultanan Aru Barumun diserang oleh Kesultanan Malakka, atas perintah Sultan Mansyur Syah yang memerintah antara tahun 1441-1476. Kota pelabuhan Labuhanbilik dibumihanguskan dan Angkatan Laut Kesultanan Aru Barumun dimusnahkan.
11. Sultan Karim Al Mukji (1471-1489)
12. Sultan Muhammad Al Wahid (1489-1512). Gugur dalam pertempuran melawan bajak laut Portugis.
13. Sultan Ibrahim Al Jalil (1512-1523) ditawan dan diperalat oleh Portugis.
1292-1302 M
Sultan Marah Pangsu Pardosi naik tahta, memerintah di Barus Hulu yang mencakup beberapa negeri diantaranya Negeri Rambe, menggantikan ayahnya Sultan Mualif Pardosi, (700-710 H). Kakeknya Sultan Kadir Pardosi merupakan turunan pertama, dari Dinasti Pardosi, dari Tukka, yang masuk Islam.
Dinasti Pardosi sejak dahulu kala sampai abad ke-19 adalah:
1. Raja Kesaktian (Bermarga Pohan di Toba)
2. Alang Pardosi pindah ke Rambe dan mendirikan istana di Gotting, Tukka
3. Pucaro Duan Pardosi di Tukka
4. Guru Marsakot Pardosi di Lobu Tua
5. Raja Tutung Pardosi di Tukka, berselisih dengan Raja Rambe di Pakkat.
6. Tuan Namora Raja Pardosi
7. nnnXXXXnnnn.... Ada gap yang lama, beberapa raja di fase ini tidak terdokumentasi
8. Raja Tua Pardosi
9. Raja Kadir Pardosi (Pertama masuk Islam)
10. Raja Mualif Pardosi
11. Sultan Marah Pangsu Pardosi (700-an Hijriyah)
12. Sultan Marah Sifat Pardosi
13. Tuanku Maharaja Bongsu Pardosi (1054 H)
14. Tuanku Raja Kecil Pardosi
15. Sultan Daeng Pardosi
16. Sultan Marah Tulang Pardosi
17. Sultan Munawar Syah Pardosi
18. Sultan Marah Pangkat Pardosi (1170 H)
19. Sultan Baginda Raja Adil Pardosi (1213 H)
20. Sultan Sailan Pardosi (1241 H )
21. Sultan Limba Tua Pardosi
22. Sultan Ma’in Intan Pardosi
23. Sultan Agama yang bernama Sultan Subum Pardosi
24. Sultan Marah Tulang yang bernama Sultan Nangu Pardosi (1270 H).
1292 M
Pada abad-13 Ibnu Said membicarakan peranan Barus sebagai pelabuhan dagang utama untuk wilayah Sumatera (Ferrand 112). Marco Polo mengunjungi Sumatera pada tahun 1292 M, dan menulis bahwa Barus merupakan sebuah kerajaan, yang agak tergantung kepada Cina, tetapi merupakan pelabuhan rempah-rempah yang penting dan memiliki otonomi (Krom 339).
Sumber:
http://sejarah/batak.com
No comments:
Post a Comment