GONDANG HASAPI MODERN (GOHAM)
oleh isran panjaitan
Berabad-abad lamanya suku bangsa Batak hidup terasing di sekitar Danau
Toba. Pergaulan suku bangsa Batak dengan suku-suku bangsa Indonesia
lainnya di zaman dahulu tidak banyak. Suku bangsa Batak mendiami
dataran-dataran tinggi dan lembah-lembah pegunungan antara daerah Aceh
dan Minangkabau. Dapat dikatakan bahwa suku bangsa Batak dahulunya
adalah suku bangsa yang terisolasi. Isolasi suku bangsa Batak mempunyai
segi keuntungan dan kerugian.
Keuntungannya ialah bahwa banyak sekali adat istiadat, seni dan
budaya serta susunan masyarakat terpelihara baik hingga sekarang.
Kerugiannya ialah bahwa sebelum datangnya penjajahan Belanda suku
bangsa Batak agak ketinggalan dari suku-suku bangsa yang berdiam di
sebelah pantai kepulauan Indonesia.
Suku bangsa Batak sebagai suku bangsa pedalaman menumpahkan
perhatiannya terhadap pertanian . Adat istiadat berhubungan erat dengan
usaha pertanian. Penduduk hidup dalam suasana gotong royong dan
sebelum melakukan sesuatu sangat mengutamakan musyawarah. Rasa
kekeluargaan amat erat dan silsilah sangat dipelihara sebab silsilah
itu juga memupuk rasa solidaritas.
Seni dan Budaya merupakan salah satu peninggalan nenek moyang bangsa
Batak yang masih terpelihara dengan baik. Salah satunya yaitu Seni
musik. Diantaranya ialah “Gondang Bolon” yang dikenal masyarakat Batak
sekarang.
Beberapa abad yang lampau sebelum “GONDANG BOLON” muncul rakyat batak
telah lebih dahulu mempunyai alat musik tradisi yaitu “GONDANG HASAPI”.
Saat itu Gondang Hasapi dipakai rakyat Batak khususnya Batak Toba
untuk pesta yang sangat Ritual, misalnya melayani orang yang kesurupan,
mengobati orang sakit, menjauhkan roh jahat dll. Gondang Hasapi
terdiri dari: Hasapi (Kecapi – Kayu & Senar Besi), Sarune Etek
(Serunai Kecil – Kayu), Sulim (Seruling – Bambu), Garantung (Gerantung –
Kayu), Hesek (Beat – Kayu).
Gondang Hasapi muncul bermula dari para penjaga padi di sawah yang
ingin menghibur dirinya menghilangkan kejenuhan dengan bermain musik
yang diciptakannya sendiri. Ketika sedang menjaga padinya, diambilnya
daun “Alo-Alo” (dalam bahasa Batak) dibelah-belah/ disobeki menjadi
seperti benang. Kemudian kedua ujungnya diikat pada 2 buah bambu yang
berjauhan antara ujung yang satu dengan ujung yang lain. Setelah itu
dipetik seperti sebuah gitar, itulah sebagai Hasapi (kecapi). Kemudian
diambil sebatang padi untuk dijadikan sarune (serunai). Kemudian
diambil lagi bambu yang sudah dikupas/ dikuliti. Pada kedua ujung kulit
bambu diganjal dengan kayu seperti kecapi tadi. Itulah sebagai Ogung
(Gong) yang dimainkan dengan cara dipukul dengan menggunakan kayu yang
berfungsi sebagai bass dan terdiri dari 3 buah dengan nada yang
berbeda.
Seiring dengan berkembangnya zaman, peralatan yang digunakanpun
berkembang pula menjadi lebih baik mengikuti zaman. Ogungnya bukan dari
kulit bambu lagi tetapi diganti dengan Garantung (Gerantung) yang
dibuat dari kayu pohon Mahoni menyerupai kolintang. Setelah itu
kecapipun mengalami perubahan, sudah dapat dibuat dari batang kayu
seperti yang ada pada saat ini. Sarune dari batang padi diganti lagi
dengan batang bambu dan berkembang lagi dibuat dari kayu seperti yang
ada sekarang dan disebut Sarune Etek (Serunai Kecil). Sebagai pembawa
beat atau metronome digunakanlah 2 buah kayu yang dimainkan dengan cara
dipukul dan disebut dengan Hesek. Untuk lebih harmonis kemudian
ditambahkan sulim (seruling) dari bambu sebagai melodi dan kecapi
berfungsi sebagai rhytm terkadang sebagai ogung. Pada saat ini kecapi
mempunyai fungsi yang lebih luas, bisa sebagai melodi, sebagai rhytm
dan sebagai ogung. Dan Garantungpun juga sudah berfungsi lebih luas
sebagai melodi dan bisa juga sebagai Bass.
Demikianlah masyarakat Batak menyebutnya “GONDANG HASAPI”.
Gondang Hasapi kemudian mengalami perkembangan lagi menjadi “Gondang
Bolon” yang terdiri dari Sarune Bolon (Serunai Besar – Kayu), Tagading
dan Gordang (Gendang – Kayu), Ogung / Oloan, Ihutan, Panggora, Doal
(Gong – Besi/ Tembaga), Hesek (Beat – Kayu). Tagading dan Gordang
dibuat untuk menggantikan Garantung yang dibuat dari batang bambu yang
besar ditutup dengan kulit kambing, sebagai talinya digunakan ijuk.
Kemudian dikembangkan lagi dibuat dari Batang pohon nangka dan ditutupi
kulit sapi atau kerbau dan talinya dibuat dari rotan. Begitulah sampai
saat ini disebutlah Tagading untuk ukuran yang lebih kecil yg berjumlah
5 buah yang berfungsi sebagai melodi mangikuti sarune bolon dan
Gordang untuk ukuran yg lebih besar hanya 1 buah yang berfungsi
sebagai Rhytm. Sarunenya dibuat dari bambu yang lebih besar dan panjang
daripada sarune etek kemudian berkembang lagi dibuat dari bagian
tengah pohon “Jior” (dalam bahasa Batak) sampai dengan saat ini. Mereka
menamakannya Sarune Bolon karena ukurannya yang lebih besar dari
Sarune Etek dan berfungsi sebagai melodi. Ogung digantikan dari
Garantung menjadi gong dari besi atau tembaga seperti yang ada pada
saaat ini yang berfungsi sebagai Bass atau Rhytm terdiri dari 4 buah
yaitu: Oloan, Ihutan, Panggora dan Doal. Oloan dan Ihutan sebagai Bass
yang bernada Do untuk Oloan dan Re atau Ri untuk Ihutan. Sedangkan Doal
dan Panggora sebagai Rhytm. Doal bernada Mi dan Panggora bernada Sol.
Gondang Hasapi ataupun Gondang Bolon mempunyai Notasi yang sangat
unik, penuh improvisasi dan tingkat kesulitan yang sangat tinggi. Pada
umumnya rakyat Batak kurang yakin bahwa Gondang Hasapi yang saat ini
telah dikembangkan lagi menjadi Gondang Bolon dapat diiringi oleh Musik
Modern yang ada pada saat ini.
Nenek moyang Bangsa Batak tidak mengenal Notasi, Birama dll. Tapi
mereka mempunyai perbendaharaan lagu yang sangat banyak yang diteruskan
secara turun temurun. Lagu-lagu tersebut mempunyai Judul dan arti
tersendiri serta ciri khas masing-masing. Misalnya Gondang Mula-Mula,
Gondang Embas-Embas, Gondang Panogu-nogu Ni Horbo, Gondang Na Marhula
Boru, Gondang Hasahatan dll.
Sekarang bangsa Batak bukan lagi bangsa yang terisolasi. Suku bangsa
Batak sekarang jauh berbeda dengan masa lalu. Seiring dengan
berkembangnya zaman musik batakpun ikut terimbas di dalamnya. Rakyat
Batak sudah hampir mulai melupakan musik tradisinya yang bernilai seni
sangat tinggi. Ini dipengaruhi oleh adanya musik-musik modern saat ini.
Banyak orang Batak yang tidak mengerti tentang Gondang Bolon dan
Gondang Hasapi, apalagi generasi muda Batak saat ini terutama yang
lahir diperantauan, hampir dipastikan tidak mengerti sama sekali dan
tidak mau mengerti.
Untuk itu melalui tulisan ini saya sebagai putra Batak yang besar
diperantauan terpanggil untuk mencoba menggalinya kembali lewat iringan
Musik Modern agar lebih enak di dengar dan lebih mudah dimengerti
sehingga masyarakat Batak terutama generasi muda dapat lebih mencintai
musik tradisionalnya sendiri.
Musik yang saya perkenalkan “BUKAN MUSIK UNING-UNINGAN” seperti yang
dikenal oleh masyarakat Batak saat ini. Jenis musik ini saya beri nama
“GOHAM” yang merupakan singkatan dari “GONDANG HASAPI MODERN” yang
lagu-lagunya merupakan lagu-lagu Gondang yang usianya sudah ratusan
tahun. Harapan saya GOHAM ini bisa menjadi populer menjadi Genre Musik
baru di Indonesia. Kami ingin memberikan sesuatu yang lain bagi
pencinta musik Indonesia dan di dunia dengan harapan musik tradisional
Batak dapat dikenal di seluruh dunia sebagaimana Populernya Danau Toba
di dunia Internasional.
Media massa merupakan salah satu pendukung utama agar musik tradisional
ini dapat dikenal oleh masyarakat luas baik di dalam maupun di luar
negeri. Untuk itu kami berharap melalui tulisan ini kiranya makin
banyak masyarakat yang peduli dengan musik Batak.
Adapun tujuan dibuatnya tulisan ini yaitu untuk memperkenalkan kembali
Gondang Hasapi dan Gondang Bolon kepada seluruh lapisan masyarakat
Batak, masyarakat Indonesia dan Internasional melalui iringan musik
modern “GOHAM”, memberikan pengetahuan dan informasi tentang Sejarah
Musik Tradisional Batak baik itu Gondang Hasapi maupun Gondang Bolon
melalui iringan musik modern “GOHAM”, untuk mempromosikan musik
tradisional Batak kepada masyarakat di dalam maupun di luar negeri.
Demi kemajuan seni dan budaya masyarakat Batak khususnya dan masyarakat
Indonesia umumnya perlu adanya inovasi dan kreatifitas dari seluruh
elemen masyarakat. Semoga langkah dan tujuan GOHAM ini menjadi menjadi
positif dan dapat menambah wawasan musik masyarakat Batak khususnya dan
dapat dijadikan bahan perenungan dan motivasi generasi muda Batak
untuk terus mengembangkan bakat dan kreasinya khususnya di bidang Seni
Musik.
Penulis
Isran Panjaitan
Sumber:
http://isranpanjaitan.wordpress.com/2009/04/11/gondang-hasapi-modern/
No comments:
Post a Comment