Instrumen dan Repertoar Gondang
Gondang sabangunan atau disingkat gondang dalam
masyarakat Batak Toba artinya menunjuk seperangkat alat musik
(instrumen) tradisional yang dipergunakan pada saat menari (manortor)
dalam suatu upacara. Tetapi istilah gondang juga dipakai untuk
komposisi lagu, serta jenis tarian/tortor yang dibawakan kerabat dalam
upacara. Dengan demikian gondang menunjuk pada 4 pengertian :
1. instrument musik
2. komposisi dan repertoar (untaian komposisi lagu)
3. jenis tortor kerabat
Pargonsi adalah para musisi yang memainkan instrumen gondang.
Instrumen gondang sabangunan disebut juga ‘parhohas na ualu’ (delapan
perangkat). Angka delapan punya makna penting dalam pemahaman Batak
karena merujuk pada delapan mata angin (desa na ualu). Instrumen
gondang terdiri dari :
1) taganing
2) sarune
3) gordang
4) ihutan
5) oloan
6) panggora
7) doal
8) hesek
Ada lagi satu instrumen yang kadang dipakai sebagai pelengkap disebut odap
Taganing adalah seperangkat (lima buah) gendang berbentuk silinder
(membranophone) yang dipukul dengan kayu. Pemain taganing memiliki peran
dan tanggung jawab istimewa karena disamping memberi ritme (aba-aba)
juga memainkan melodi suatu lagu bersama dengan sarune. Dialah dirigen
dan pemberi semangat semua musisi, disamping harus menguasai seluruh
repertoar gondang. Gordang juga gendang yang bentuknya lebih besar yang
berfungsi sebagai pelengkap taganing dalam variasi ritme. Temponya
selalu cepat sehingga tidak dapat diikuti penari. Penari mengikuti ritme
ogung.
Sarune merupakan instrument tiup dari kayu berlidah ganda (double reed
aerophone) yang memainkan melodi suatu lagu. Pemain sarune juga
istimewa karena tanggung jawab penguasaan repertoar sama dengan pemain
taganing.
Alat musik oloan, ihutan, panggora dan doal adalah gong dalam berbagai
ukuran. Perannya juga bersifat ritmis. Begitu juga halnya odap. Ogung
oloan yang bernada rendah menyajikan bunyi dengan ritme tetap agar
dituruti oleh ogung yang lain. Karena itu disebut ‘oloan’ yang artinya
diikuti. Ia memimpin semua ritme ogung. Oloan disambut oleh Ogung
Ihutan (=yang mengikuti) atau disebut juga ‘pangalusi’ (=jawaban).
Peranan ihutan hampir sama dengan oloan tetapi dengan nada lebih tinggi
Disambut lagi dengan Ogung Panggora (= yang berseru, memberi efek
kejut) dan Doal yang memberi variasi ritme tambahan. Hesek (hesek)
kelihatannya seperti tidak penting namun terasa kurang pas tanpa
kehadirannya untuk menyempurnakan keseluruhan ritme. Dua pukulan hesek
berbunyi dalam satu pukulan doal sehingga memberi efek sinkopis yang
harmonis. Panggora akan berbunyi bersama-sama oloan pada pukulan kedua
dan sekali ia berbarengan dengan ihutan.
Dalam pengertian repertoar, suatu rangkaian musik yang berhubungan satu
dengan berikutnya, disebut ‘Si Pitu Gondang’ yang terdiri dari tujuh
lagu berurutan sehubungan dengan ritual agama Batak purba. Tidak
diiringi dengan tarian. Bisa dimainkan keseluruhan tanpa henti tetapi
bisa dengan jeda. Beberapa jenis repertoar asli untuk ritual lama
sekarang sudah sangat jarang diselenggarakan sehubungan dengan pengaruh
agama Kristen. Bahkan pada awal nya para misionaris melarang
pelaksanaan gondang karena dianggap membangkitkan kembali gairah agama
suku. Kalau pada masa zending kekhawatiran itu mungkin beralasan karena
orang Batak yang dikristenkan baru melangkah setapak kedalam agama
baru dari dunia lama. Kini pada generasi kelima bahkan keenam,
kecemasan semacam itu kiranya berlebihan sebab pada umumnya generasi
sekarang tidak merasakan lagi aroma agama purba dan semata-mata
melihatnya dari segi kesenian belaka. Gereja agaknya sudah agak melunak
dan memperbolehkan dengan syarat dimulai doa oleh pendeta atau
pengurus gereja. Diskursus soal teologi Kristen mengenai gondang akan
dibicarakan dibagian lain.
Rangkaian ini selalu dimulai oleh yang punya hajat (‘suhut’) membuka
upacara dengan meminta ‘Tua ni Gondang’ (introduksi) artinya memohon
tuah dari Tuhan untuk gondang yang akan diselenggarakan. Dengan ini maka
upacara dimulai secara resmi. Repertoar selalu Gondang Mula-mula yang
memulai mohon restu dari Maha Pencipta dan hadirin, dengan menutup
kedua telapak tangan didepan dada. Disusul kemudian Gondang Somba-somba
untuk memberi hormat takzim dengan menyedekap kedua telapak tangan
yang mulai terbuka. Penari berputar dan berdiri ditempat. Dibagian
tengah repertoar ada Gondang Pasu-pasu memberi berkat dan restu kepada
kelompok boru (pihak kerabat pengambil isteri).
Dalam kelompok Pasu-pasu termasuk Gondang Sampur Marmeme untuk
permohonan agar Boru diberi banyak keturunan, dan Gondang Sampur
Marorot agar kelompok Boru dapat memelihara dan merawat anak-anaknya
agar selalu sehat walafiat. Gondang Saudara termasuk juga pasu-pasu
yang menggambarkan permohonan kepada yang Maha Kuasa untuk kemakmuran.
Pada tahap akhir adalah komposisi Gondang Sitio-tio/Hasahatan (finale)
menggambarkan kecerahan dan segala permohonan segera terwujud.
Repertoar asli yang antara lain memuat Gondang Mulajadi, Gondang
Batara Guru, Gondang Mangalabulan dsb sangat jarang diperagakan.
Mungkin akan dapat anda saksikan dalam upacara penganut agama Parmalim
yang diselenggarakan pada waktu tertentu di desa Hutatinggi di
Laguboti.
Semua kerabat dapat meminta gondang untuk menari misalnya ada kelompok
tuan rumah disebut gondang Suhut, gondang Boru, gondang Hula-hula dan
juga untuk kelompok muda-mudi diberi kesempatan untuk menari disebut
Gondang Naposo.
Uning-uningan
Perlu ditambahkan bahwa dalam suatu pelaksanaan ritual lama pada
umumnya hanya melibatkan orangtua meskipun ada diberi kesempatan
muda-mudi berpartisipasi dengan acara Gondang Naposo. Pelaksanaan
upacara bisa berhari-hari, mungkin tujuh hari. Ditengah-tengah waktu
senggangnya para pemuda juga berlatih semacam ensembel disebut
‘uning-uningan’. Uning-uningan bukan termasuk ensembel untuk ritual
tetapi lebih bersifat hiburan. Meskipun demikian dalam perkembangan
selanjutnya disebut juga gondang yaitu Gondang Hasapi. Hasapi adalah
kecapi yang memainkan melodi dalam uning-uningan. Ada juga penyanyi yang
membawakan lagu-lagu kisah cinta, penderitaan, cita-cita dsb. Ensembel
uning-uningan (gondang hasapi) terdiri dari alat musik :
1. hasapi (kecapi)
2. sarune getep (alat musik tiup dari kayu, lebih pendek dari sarune)
3. sulim (suling)
4. garantung (alat musik pukul dari beberapa kayu berbentuk pipih)
5. tulila
6. hesek
7. dll
Sebagai catatan penutup adalah kisah seorang tua bermarga Samosir,
mantan pemain ‘opera tradisional’ Seni Ragam Indonesia (Serindo) yang
seluruh hidupnya diabdikan sebagai pemain musik tradisional gondang dan
uning-uningan. Ia mengeluh karena sering merasa dilecehkan pihak
pengundang yang menawar upah jasa dengan harga sangat rendah dibanding
dengan musik keyboard. Untuk menawar keyboard, orang Batak bersedia
membayar diatas Rp 2 juta tapi untuk gondang dibayar kurang dari Rp 1
juta, malah Rp 700,000, padahal delapan pemain gondang itu seharian
keringatan.! Bisa dibayangkan bahwa tanpa ada penghargaan dari orang
Batak sendiri maka perlahan-lahan semua pargonsi akan beralih profesi
dan punahlah gondang sabangunan itu.
Horas..!!
Referensi:
1. (‘Einer Studienreise zur Erforschung der rituellen Gondang-Musik der Batak auf Nord Sumatra’ , diterbitkan di Hamburg)
2. (‘Musical and functional change in the gondang sabangunan tradition of the Protestant Toba Batak 1860s–1990s)
Diposkan oleh Kernol A Panjaitan SH
http://kernol-panjaitan.blogspot.com/2011/02/instrumen-dan-repertoar-gondang.html
No comments:
Post a Comment