Tuesday, May 1, 2012

TANAH BATAK SUDAH TERSEBUT SEBAGAI WILAYAH NEGARA BAWAHAN TAKLUKAN MAJAPAHIT DI ABAD ke-14 M


TANAH BATAK SUDAH TERSEBUT SEBAGAI WILAYAH NEGARA BAWAHAN TAKLUKAN MAJAPAHIT DI ABAD ke-14 M

 
Dalam Kitab Pujasastra Nagarakretagama (Negarakertagama dalam istilah yang lebih umum disebut saat ini), yang disusun oleh Mpu Prapanca pada abad ke 14 (tahun 1365 M), khususnya pada Pupuh 13-14, diuraikan berbagai negara bawahan taklukan Kerajaan Majapahit. Diantaranya pada Pupuh 13, tersebut dengan jelas beberapa wilayah yang saat ini dikenal dengan sebutan etnis Batak.
saduran Terjemahan dari Kitab Nagarakretagama tersebut khususnya Pupuh 13 dan Pupuh 14, adalah sebagai berikut :

Pupuh 13

1. Terperinci demi pulau negara bawahan, paling dulu Melayu:
Jambi, Palembang, Toba dan Darmasraya pun ikut juga disebut Daerah Kandis, Kahwas, Minangkabau, Siak, Rokan, Kampar dan Pane Kampe, Haru serta Mandailing, Tamihang, negara Perlak

2. Padang Lwas dengan Samudra serta Lamuri, Batan, Lampung dan juga Barus. Itulah terutama negara-negara Melayu yang telah tunduk.
Negara-negara di pulau Tanjungnegara : Kapuas-Katingan, Sampit, Kota Ungga, Kota Waringin, Sambas, Lawai ikut tersebut.

Pupuh 14

1. Kadandangan, Landa, Samadang dan Tirem tak terlupakan. Sedu, Barune, Kalka, Saludung, Solot dan juga Pasir Barito, Sawaku, Tabalung, ikut juga Tanjung Kutei. Malano tetap yang terpenting di pulau Tanjungpura.

2. Di Hujung Medini, Pahang yang disebut paling dahulu. Berikut Langkasuka, Saimwang, Kelantan serta Trengganu Johor, Paka, Muar, Dungun, Tumasik, Kelang serta Kedah Jerai, Kanjapiniran, semua sudah lama terhimpun.

3. Di sebelah Timur Jawa seperti yang berikut: Bali dengan negara yang penting Badahulu dan Lo Gajah. Gurun serta Sukun, Taliwang, pulau Sapi dan Dompo Sang Hyang Api, Bima. Seran, Hutan Kendali sekaligus.

4. Pulau Gurun, yang juga biasa disebut Lombok Merah. Dengan daerah makmur Sasak diperintah seluruhnya. Bantayan di wilayah Bantayan beserta kota Luwuk. Sampai Udamakatraya dan pulau lain-lainnya tunduk.

5. Tersebut pula pulau-pulau Makasar, Buton, Banggawi, Kunir, Galian serta Salayar, Sumba, Solot, Muar. Lagi pula Wanda (n), Ambon atau pulau Maluku, Wanin, Seran, Timor dan beberapa lagi pulau-pulau lain.

Sumber :
Buku tafsir Sejarah Nagara Kretagama, Prof Dr. Slamet Muljana, Penerbit LKIS,Yogyakartam edisi cetakan 2006.
----------------------------------------------------------------------------------

Dari Pupuh 13 butir 1 dan 2 di atas, terlihat dengan jelas beberapa nama wilayah yang oleh para ahli etnologi dan budaya serta ahi linguistic saat ini diklasifikasikan sebagai bagian dari rumpun besar etnis Batak.
- Toba,
- Pane Kampe,
- Haru,
- Mandailing,
- Padang Lwas (Padang Lawas),
- Samudra (Samudra Pasai / Gayo),
- Lamuri (Alas).
- Barus.

Untuk diketahui, berdasarkan uraian kitab Nagarakretagama ini pula dikatahui bahwa sebelumnya seluruh wilayah di atas bersama dengan wilayah lain seluruh isi pada Pupuh 13 butir 1 & 2, pada mulanya adalah wilayah taklukan Kerajaan Melayu (diperkirakan adalah Kerajaan Sriwijaya).

Dengan penaklukan secara militer kerajaan Melayu oleh Majapahit, maka secara otomatis kerajaan-kerajaan taklukan / bawahan di bawahnya ikut menjadi bawahan dari Kerajaan Majapahit yang berpusat di sekitar Jawa Timur. Berdasarkan cerita rakyat, tambo, legenda, dan prasasti local di bebrbagai daerah di Sumatera sering juga ditemukan kisah ekspedisi militer angkatan laut ataupun angkatan darat Majapahit ke daerah-daerah di atas secara terpisah dalam garis komando penaklukan wilayah secara bertahap.

Secara historical didapatkan informasi sejarah otentik bahwa pada abad ke 14 M di wilayah Sumatera Bagian Utara mulai dari Tanah Gayo (Samudera Pasai), Alas, Singkil, Barus, Toba, Karo, Simalungun, Mandailing, Padang Lawas telah didapatkan beberapa kerajaan beretnis Batak kuno. Walaupun tidak jelas secara historical apakah mereka memang pada saat itu telah menggunakan bahasa-bahasa Batak atau bahasa-bahasa kuno lain yang kemudian menjadi cikal bakal bahasa-bahasa berbagai etnis Batak.

Hal itu juga menunjukkan bahwa sesungguhnya sejarah bangsa Batak sudah dimulai jauh sebelum abad ke 14 M. Dalam arti peradaban etnis Batak sebagai bangsa berbudaya non suku primitive telah lama diketahui. Sehingga boleh dikatakan bahwa bangsa Batak dan bangsa-bangsa taklukan lainnya di atas, sesungguhnya telah menjadi bangsa dengan system pemerintahan, adat, dan budaya tinggi sejak ribuan tahun yang lalu. Hal ini berbeda dengan beberapa suku primitive lain yang kemudian baru dinaikkan harkatnya sebagai manusia dari dunia primitive sejak jaman Belanda atau jaman Kemerdekaan Republik Indonesia.

Hubungan Kitab Nagarakretagama dengan Arsip Bakkara

Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah bila kita jeli melihat data sejarah tertulis dari Kitab Nagarakretagama di atas, maka akan semakin terbuka wawasan kita akan hubungan tulisan di atas dengan Arsip Bakkara. Arsip Bakkara adalah Kitab Kuno tertulis dari sejarah Kerajaan Batak yang terdiri dari 24 jilid yang tebal-tebal dan lebar. Ditemukan di Bakkara peninggalan Raja Sisingamangaradja X dari Dinasti Raja-raja Sisingamangaradja yang bermarga Sinambela. Dalam arsip ini dituliskan bahwa di masa sebelumnya ada Kerajaan Batak kuno yang telah memerintah selama 104 generasi raja-raja dari Dinasti Sorimangaradja yang bermarga Sagala. Dinasti Sisingamangaradja dari marga Sinambela adalah pelanjut dari Dinasti Sorimangaradja bermarga Sagala.

Selain itu juga banyak peninggalan sejarah dan catatan kuno kerajaan-kerajaan Batak lainnya yang lebih kurang sejaman, seperti Haru, Mandailing, Samudra Pasai, Pane, Barus, dll yang menunjukkan bahwa pada masa yang relative bersamaan di wilayah tersebut telah ada kerajaan-kerajaan beretnis Batak kuno lainnya.

Kota Barus sudah disebutkan sebagai Pelabuhan sejak Ratusan tahun sebelum Masehi.

Itu menunjukkan bahwa keberadaan Kerajaan Batak sudah mencapai lebih dari 2000 thn, bila mengestimasi masa usia berketurunan setiap generasi adalah rata-rata usia 25-30 thn. Ini juga berarti sejarah tidak berbohong dalam menuliskan bahwa Kota Barus sebagai salah satu kota pelabuhan international telah disebutkan oleh Ptelomeus beberapa ratus tahun sebelum masehi. Bila dipercaya bahwa penduduk kota Barus saat itu adalah dari etnis Batak, maka tidak diragukan lagi bahwa orang Batak sudah berbudaya sejak lama.

Hubungannya dengan Keberadaan Si Radja Batak

Terkait sejarah di atas, maka beberapa hubungan silsilah orang Batak khsususnya Toba tentang asal mula mereka dari Si Radja Batak menjadi agak terpinggirkan. Sebab bila menghitung urutan generasi dari Tarombo Batak hingga generasi saat ini didapatkan data bahwa masa hidup Si Radja Batak adalah kurang lebih sama dengan masa pendudukan Majapahit tersebut di atas, atau kalau diestimasi lebih kuno lagi pada masa pendudukan Sriwijaya.

Sehingga beberapa ahli sejarah menduga bahwa Si Radja Batak sesungguhnya adalah seorang Raja vassal yang dikirim oleh Kerajaan Sriwijaya atau bisa juga oleh Majapahit untuk memerintah di Tanah Batak Toba. Pada saat itulah dimulai perhitungan awal generasi etnis Batak di Sumatera Utara, khususnya di Toba. Dalam perkembangannya terjadi proses Batakisasi kepada etnis lain yang menjadi rakyatnya atau di sekitarnya dalam jangka waktu yang cukup panjang.

Pada akhirnya semua terhimpun menjadi Suku Batak dengan berbagai puak-puaknya karena sebab penaklukan dan hubungan perkawinan. Menurut para ahli hal ini bukan tidak mungkin, karena ditemukan banyak peninggalan Candi dan peninggalan kuno bercorak Hindu & Budha, misalnya di Portibi Tapsel, Padang Lawas, serta didapatkan juga di Tanah Simalungun. Saat ini di daerah-daerah tersebut semuanya dihuni oleh etnis yang mengusung budaya-budaya varian Batak, sehingga hampir tidak terlihat korelasinya dengan peninggalan sejarah tersebut.

Pendapat lain Kemungkinan Masa Kehidupan Si Radja Batak

Bila mengacu peninggalan otentik sejarah tertulis dan mengadopsi keberadaan Tarombo Batak mengenai eksistensi Si Radja Batak, beberapa pakar lain menduga bahwa telah terjadi missing link dari generasi Si Radja Batak kepada generasi awal mula terbentuknya marga selama ratusan tahun. Menilik sejarah, diperkirakan tahun kehidupan Si Radja Batak bila memang ada dan bukan sekedar cerita legenda saja, maka tentulah beliau hidup beberapa abad sebelum Masehi.

Hal ini dikemukana dengan memperhatikan bahwa salah satu keturunannya yaitu Marga Sagala dari belahan garis Guru Tateabulan telah menjadi maharaja Batak selama lebih dari 100 generasi dalam Dinasti Sorimangaradja. Dinasti ini kemudian digantikan oleh Dinasti lain yaitu Sisingamangaradja dari marga Sinambela yang berasal dari belahan keturunannya yang kedua yaitu Raja Isombaon.

Ini berarti telah terjadi kehilangan Link yang sangat panjang dalam sejarah silsilah Suku Batak. Kemungkinannya adalah bahwa sebagian besar pemakaian nama marga memang baru terbentuk dalam selang waktu berabad-abad dari beberapa marga lainnya. Sehingga saat memulai system Tarombo pada masa itu, mereka langsung mengkaitkannya dengan Si Radja Batak sebagai asal muasal keturunan Suku Batak. Padahal ada selang generasi yang sangat panjang antara tahun kehidupan Si Radja Batak dengan awal mula perhitungan tarombo yang berkisar dimulai lebih kurang abad ke-12 M -13 M. Hal ini ditemukan bila melihat garis filiasi mayoritas marga Batak yang ada saat ini umumnya baru mencapai bilangan belasan hingga puluhan saja.

Masih perlu penelitian lebih jauh dan akurat hingga dapat ditemukan perpaduan data sejarah yang benar-benar otentik dengan tarombo yang pada dasarnya juga merupakan peninggalan sejarah bagi setiap marga pengusungnya.

Sumber:
http://www.facebook.com/topic.php?uid=87860003317&topic=12218

No comments:

Post a Comment