MEMAHAMI SENI SUARA DAN SENI GERAK BATAK
Monang Naipospos.
Dalam keterbatasan saya memberi penjelasan dengan bahasa seni dan musik, akan mencoba mendeskripsikan ragam seni suara dan tata gerak dalam kesenian tradisional batak lama.
JOTING.
Joting adalah seni suara dengan syair beraturan dipadukan dan gerak yang seragam. Permainan joting biasanya ramai pada saat bulan purnama usai panen raya. Dalam menyanyikan joting seorang bernyanyi dan diiringi dengan irama koor kelompok sehingga terdengar seperti suara gendang dan gong seperti “toh…tohhh, joing dagido…doh…doh…” Kadang diselingi dengan kata “jolo ingot asa dok”.
Pada joting remaja biasanya terbagi dalam dua kelompok, laki-laki dan perempuan. Kedua kelompok ini menyesuaikan irama dan gerak dengan syair yang berisi pujian, sanjungan, ejekan, sindiran dari kedua kelompok. Ada upaya mengalahkan dalam permainan ini dalam penguasaan syair yang berbalasan. Joting ini disebut juga “maralo-alo”.
Ada syair pembuka joting ini berkata ;
“Tabo-tabo nin ulok da angkup ni dulang natata
Hatahon ma sededeng da nunga dompak angka raja.”
Sidedeng dalam Joting Solu Bolon dibawah ini adalah nyanyian “parluga” dari Pangururan menuju Tigaraja yang ditempuh hampir 5 jam. Kadang mereka berhenti melepas lelah di beberapa tempat seperti di Hatoguan dan Onanrunggu. Semua riwayat perjalanan mereka itu dinyanyikan dengan joting saat sedang mendayung sampan. Kadang mereka menyanyikannya di halaman rumah pada bulan purnama untuk mengenang perjalanan mereka itu.
Nilugahon solu bolon
Solu parsampuluan
Manopinopi dolok
Sian tao ni Pangururan
Binolus ma Simbolon
Sahat tu hatoguan
Sahat ma disi
Huhut ma marnapuran
Nangnang ma manghatai
Huhut masisungkunan
Padomuhon tahi
Mangalului hangoluan
dst………
TUMBAS
Joting pada umumnya dimainkan dengan duduk berkeliling dan bergantian pelantun lagu berdiri untuk bernyanyi. Tumbas mirip dengan joting tapi semua pemainnya berdiri dan menari bergerak seragam sambil bernyanyi. Gerakan mereka didominasi gerakan tortor, tapi ada kombinasi hentakan kaki dan mengayun disertai menepuk lutut dengan kedua tangan dilanjutkan dengan bertepuk tangan. Paduan gerak dan nyanyian ini disebut TUMBAS sementara dalam syair lagunya ada kata “tumba”. “Tumba” adalah syairnya, “Embas” adalah gerakannya. Dalam permainan ini semakin berkembang kreasi “maralo-alo” dari joting dengan versi gerakan yang mengiringi syairnya yang berbalasan antara laki-laki dan perempuan.
ANDUNG
Andung adalah ratatapan. Barangtentu nuansanya adalah kesedihan. “Tangis” dapat saja dengan mencucurkan air mata dengan iringan kata-kata yang bebas. “Angguk” adalah ratapan yang bernuansa histeris. Bila tangisannya diiringi dengan suara yang menggelegar dengan hempasan tubuh sembarangan disebut “Angguk Bobar”
OING
Oing mirip dengan nyanyian sinden Jawa. Namun oing ini kebanyakan mengutarakan suka duka dan pengharapan. Biasanya dinyanyikan perlahan dan dalam kesendirian. Saya pernah mendengar nenek saya “maroing” pada tengah malam sambil “manirat” ulos. “Ompung doli” saya dari ibu pernah juga saya dengar “maroing” saat merajut “hirang” (keranjang). Oing mirip dengan andung tapi tonenya agak rendah. Oing sering menjadi selipan pada seni “marturiturian” (bercerita).
Dideng, Didang, Doding
“Dideng” berupa seni suara bernuansa sanjungan dan dorongan kepada seseorang. Dulu ada nyanyian untuk mendorong para pejuang untuk bersemangat dalam perjuangan. Dideng ada junga merupakan nyanyian sanjungan kepada para raja seperti kepada Raja Sisingamangaraja dan Raja Uti. Dalam versi lain ada juga ditujukan kepada anak-anak untuk rajin, berbudi luhur.
ENDE
Dalam permainan Joting, diawali dengan penyesuaian komposisi suara pengiring/peserta hingga mirip irama gondang ata irama yang sesuai dengan jenis joting yang akan dimainkan. Bila komposisi suara itu sudah stabil, seseorang berdiri memulai nyayiannya. Kadang saat dia bingung memulai, seseorang memberikan dorongan; “Endehon….endehon…” atau “Suan…. suan….”
Semua syair dan irama yang dilagukan oleh pemain joting dan tumbas disebut “ende”. Oing kadang disebut juga “ende”. Anak gadis yang melantunkan lagu dengan kata-kata sesuai kehendaknya disebut “ende-ende ni boru….”
Para seniman gondang batak dahulu sering mengamati nyanyian seorang wanita dan mereka membuat irama itu menjadi “gonsi” (gondang). Muncullah gondang dengan judul; misalnya “ende-ende ni boru Simbolon”. Irama ini kemudian dipoles lagi hingga menjadi sebutan “pangelek-elek ni boru Simbolon”
Andung-andung sering ditampilkan opera batak yang merupakan “ende” yang irama sedih campur dengan “tangis”. Dari penyajiannya dapat dilihat paduan “oing, ende, tangis”. Opera batak mempopulerkan kesenian ini dengan sebutan andung-andung, yang sebenarnya bukan andung. Kemudian komponis terkenal dari tanah batak Nahum Situmorang ikut menciptakan lagu yang disebut Andung-andung ni….
Para seniman batak saat ini makin gemar bernyanyi seperti menangis, walau judul lagunya tidak disebut “andung-andung” tapi mirip tangisan dan kadang terdengar seperti “mangokkihi”.
* * * *
Sumber:
http://tanobatak.wordpress.com/2009/05/21/memahami-seni-suara-dan-seni-gerak-batak/
No comments:
Post a Comment