Ditengah arus budaya global yang terus mengkristal sebagai budaya populer, uning-uningan kesenian tradisional Batak Toba mencoba tetap bertahan. Eksistensinya kini bisa dihitung dengan jari karena masih ada segelintir orang yang teguh mempertahankan seni tradisi ini.
Bagi masyarakat Batak Toba, uning-uningan digunakan sebagai sarana pendekatan kepada pujaan hati dan konon juga bermanfaat sebagai alat komunikasi antara manusia dan Sang Pencipta (Mula Jadi Na Bolon). Kesenian ini terdiri dari unsur musik (musik instrumental) dengan alat musiknya merupakan alat musik tertua dan asli dari masyarakat Batak Toba. M Hutasoit dalam bukunya, Ende Batak Dohot Uning-uningan memaparkan kesenian ini berasal dari dua kata un dan ing. Un berarti suara yang rendah (bongor) dan ing berarti suara yang tinggi (sihil). Dengan demikian, pengertian uninguningan berarti, suara bongor dan sihil yang bersahut-sahutan.
Ada beberapa jenis alat musik yang dipakai dalam uning-uningan, antara lain aerophone (alat musik yang ditiup) terdiri dari sarune na met-met, sulim, sordam, tulila, tataloat, salung dan alongalong. Jenis chordophone (alat musik yang dipetik) terdiri dari hasapi, tanggetong atau mengmong dan sidideng.
Jenis idiophone (alat musik yang dipukul) terdiri dari garantung, saga-saga, jenggong, dan hesek.
Kemudian jenis membranophone (alat musik yang terbuat dari kulit binatang) terdiri dari gardap. Biasanya, dalam pertunjukan musik tradisional Batak Toba tidak semua alat musik itu digabung dalam satu ensambel, tetapi dipilih beberapa jenis saja (biasanya tiga sampai enam jenis alat musik dalam satu ensambel).
Misalnya, sebuah sarune na metmet seperangkat garantung, dua buah hasapi (hasapi ende dan hasapi doal), sebuah sulim dan sebuah hesek. Yang penting dalam uninguningan harus ada paling sedikit satu jenis alat musik yang berfungsi sebagai pembawa melodi dari repertoar yang dimainkan.
Pengobatan
Dalam masyarakat Batak Toba, uning-uningan tidak semata sebagai hiburan yang menggeliatkan alunan musik dan mempertontonkan lelucon-lelucon untuk menghibur masyarakat. Lebih dari itu, sebagai sarana refleksi diri dari perbuatannya di dunia dan digunakan untuk mendekatkan dengan roh-roh leluhur sebagai langkah keharmonisan dalam bermasyarakat menuju komunikasi antara manusia dan Mula Jadi na Bolon.
Dalam hal mendekatkan dengan roh-roh para leluhur, ada beberapa persyaratan khusus yang harus dipenuhi sesuai dengan permintaan datu (orang yang ahli yang biasa disebut dukun) sebelum upacara dimulai, seperti menyediakan sesajen dan membatasi orang yang hadir.
Setelah seluruh persyaratan terpenuhi, uning-uningan pun dimainkan. Si dukun kemudian menari mengikuti irama musik dan biasanya kemasukan roh orang yang sudah mati yang sengaja diundang. Yang tetap tampak dalam masyarakat Batak Toba, uning-uningan digunakan sebagai pelengkap pembacaan doa bagi kesembuhan orang sakit dan terbukti bisa menyembuhkan.
Sepintas memang lucu dan tidak masuk akal, bayangkan orang yang sedang sakit masih disuguhi alunan irama musik meski sebenarnya berisi doa.
Tidak hanya orang sakit yang menggantungkan diterimanya doanya pada tradisi ini. Orang yang sudah lama menikah dan belum mendapatkan keturunan memanfaatkan tradisi ini sebagai pengantar doa permohonan untuk mendapatkan keturunan.
Dalam hal permohonan keturunan biasanya dilengkapi beberapa umpasa (umpama) yang di bacakan penatua kampung. Isi umpasa tersebut disesuaikan dengan keadaan orang yang akan didoakan. Bacaan yang paling populer yakni, “bintang na rumiris, ombun na sumorop, anak pe antong riris, boru pe antong torop” yang artinya: bintang yang bertabur, embun yang berserakan, anak laki-laki pun banyak, anak perempuan pun banyak. Kemudian masyarakat yang hadir spontan menjawab umpama tersebut dengan seruan, “Imatutu’ (semoga benarlah adanya).
Untuk fungsi secara pribadi, beberapa perangkat uning-uningan bisa dimainkan sendiri-sendiri. Di sinilah letak ketahanan tradisi ini, untuk menguningkan dan terus panen kekhazanahan tradisi nenek moyangnya.
Keberlangsungan hidup dilalui dengan kadar alam yang ditempati, tidak gelisah dengan alam sekitarnya. Diakui atau tidak, tidak selamanya proses tujuan hidup ini bisa dirasionalisasikan, adakalanya orang menentukan jalan hidupnya dengan tidak rasional, tapi hasil yang ingin dicapai adalah rasional.
Sumber:
MediaIndonesia
http://manik.web.id/uning-uningan-harmonisasi-hidup-batak-toba.html
No comments:
Post a Comment