Oleh Moch. Syarif Hidayatullah
Pengantar
Barus, adalah nama suatu daerah yang letaknya berada di Pantai Barat Sumatra Provinsi Sumatra Utara, diantara Kota Sibolga di selatan dan Singkil di utara. Barus merupakan daratan rendah yang terletak diantara pantai Samudra Indonesia dengan kaki Bukit Barisan. Nama Barus sendiri telah ditemukan secara pasti khususnya pada Prasasti Tamilsejak abad ke-11. Namun demikian, apabila sebutan ‘Barousai’ dalam karya geografis Ptolemaus menunjuk pada daerah Barus di Sumatra Utara sekarang, maka daerah itu telah menjadi pelabuhan tertua (ancient port) di Indonesia yang berasal dari sebelum abad ke-6. Nama, ‘Barousai’, kemudian tercatat dalam sejarah Dinasti Liang, raja-raja China Selatan yang memerintah pada abad ke-6, dan sejak saat itu Barus dikenal hingga sekarang dan sering dihubungkan dengan Kamper (Kapur Barus). Komoditas ini sendiri dikenal sejak abad ke-6 terutama di negeri China hingga Laut Tengah. Tentang nama Kamper, catatan tertulis tertua diketahui dari dokumen ‘Surat-surat Lama’ yang ditemukan di Dunhuang (Cina) yang ditulis oleh pedagang Sogdian pada abad ke-4. Sementara di Eropa, catatan pertama mengenai Kamper diperoleh dari catatan seorang dokter Yunani Actius Amida (502-578 M).
Karena menjadi suatu kawasan yang penting di masa lalu, banyak penelitian yang dilakukan terhadap Barus. Salah satu penelitian penting terkait Barus yang berdasarkan naskah adalah penelitian Drakard yang didasarkan pada dua kronika berbahasa Melayu, satu dari Batak dan satu lagi dari Minang. Dua naskah tersebut telah diterbitkan oleh Jane Drakard dengan judul ‘Sejarah Raja-Raja Barus: Dua Naskah Dari Barus’. Tulisan ini akan menganalisis kerja filologis yang dilakukan oleh Drakard tersebut.
Inventarisasi Manuskrip yang Diteliti
Drakard menginventarisasi manuskrip yang ditelitinya dengan mengelompok-kannya menjadi naskah hulu (Asal Keturunan Raja Barus), yang berasal Batak, dan naskah hilir (Sejarah Tuanku Batu Badan), yang berasal dari Minangkabau. Naskah hulu yang diteliti adalah (1) naskah dari PNRI dengan nomer ML. 162, yang menurut Drakard diturunkan dari seksi Jawi pertama yang berjudul Sarakatah Surat Catera Asal Keturunan Raja dalam Negeri Barus; (2) naskah Asal 1, yang ditemukan di Barus. Sementara itu, naskah hilir yang diteliti adalah Sejarah Tuanku Batu Badan yang dimiliki oleh Zainal Arifin Pasariburaja. Versi lain dari kisah hilir adalah (1) Hikayat Keturunan Raja di Kuria Ilir, yang ditulis di Barus pada tanggal 26 Februari 1896 oleh Sultan Alam Syah untuk kepentingan Belanda. Naskah ini pernah dikutip oleh K.A. James dalam sebuah bukunya di tahun 1902; (2) Hikayat Raja Tuktung, yang disimpan dalam koleksi di Perpustakaan Universitas Leiden dengan nomor Co. Or 3205 pt. B.
Deskripsi Manuskrip
Semua manuskrip yang diteliti telah dideskripsikan kondisi fisik dan isinya oleh Drakard, termasuk kesalahan, kekurangan, dan kehilangan bagian masing-masing naskah. Naskah kronik hulu dideskripsikan pada halaman 38—46, sementara naskah kronik hilir dideskrisikan pada halaman 46-58. Sayangnya, sistematikanya agak sedikit membingungkan.
Ringkasan
Drakard telah membuat ringkasan untuk kronik hulu pada halaman 27—33, sementara kronik hilir pada halaman 33—38. Ringkasan yang dibuat telah memperlihatkan pengaruh budaya dan bahasa masing-masing kronik.
Kritik Teks
Drakart telah melakukan kritik dengan melakukan perbandingan teks yang dimasukkan dalam bagian apparatus criticus, yang diletakkan di bagian catatan kaki. Drakard menampilkan persamaan dan perbedaan dari masing-masing manuskrip, sehingga diketahui kekerabatan antarnaskah dan bisa ditentukan satu naskah termasuk dalam kronik hulu dan naskah yang lain termasuk dalam kronik hulir.
Transliterasi
Drakard mengaku bahwa naskah-naskah yang ditelitinya sudah pernah ditransliterasikan oleh Nuriah Taslim dan Nurian Mat Daud (hlm. 9). Drakard hanya mengolah kembali hasil transliterasi oleh Taslim dan Daud itu. Dalam mentransliterasikan, Drakard juga memperhatikan kosakata Minangkabau dan Batak serta ciri-ciri ejaan yang tidak “baku” dan tidak biasa dalam naskah-naskah itu. Selain itu, Drakard telah menyertakan beberapa kopi naskah dari manuskrip yang ditelitinya.
Varian dan Versi
Untuk kronik hulu, Drakard hanya menunjukkan variannya saja. Sementara untuk kronik hilir, selain varian, Drakard juga menunjukkan versinya. Penjelasan tentang versi telah saya singgung di bagian inventarisasi naskah. Varian dan versi ini pula yang dipergunakan Drakard untuk menentukan mana naskah yang termasuk dalam kronik hulu dan kronik hilir.
Edisi Teks
Dalam membuat edisi teks, Drakard menetapkan naskah yang dijadikan sebagai landasan dalam edisi yang dibuatnya. Untuk kronik hulu, Drakard memanfaatkan naskah Asal 1sebagai landasan (h. 43). Untuk kronik hilir, saya tidak menemukan penjelasan naskah mana yang dijadikan sebagai landasan.
Daftar Nama dan Kosakata
Drakard tidak melengkapi kajiannya dengan daftar nama dan perkataan yang tidak dimuat atau tidak diterangkan dengan cukup jelas dalam kamus biasa, seperti kamus-kamus bahasa Melayu pada umumnya, meskipun pada bagian aparat kritik Drakard memberikan beberapa informasi mengenai kosakata yang tidak “baku”.
Kesimpulan
Secara umum, dapat dikatakan bahwa Drakard telah berhasil melakukan kerja filologis untuk mengungkap sejarah raja-raja barus melalui dua kelompok naskah. Meskipun, ada beberapa titik kelemahan yang bisa ditemui, seperti tidak adanya daftar kosakata dan sistematika yang agak sedikit membingungkan saya.[]
Pustaka
Drakard, Jane. Sejarah Raja-raja Barus: Dua Naskah dari Barus. Jakarta: Gramadia Pustaka Utama dan EFEO, 2003.
Sumber:
No comments:
Post a Comment