BATAK DARI LAPORAN PENDATANG PORTUGIS
Oleh: Edward Simanungkalit
Pada
awal abad ke-16 bangsa Portugis sudah pernah datang ke Sumatera dan telah
memberi laporan tentang Batak. Orang Portugis itu adalah Tome Pires, yang datang
pada tahun 1512-1515, menulis di dalam laporannya Suma Oriental.
Ratusan tahun catatan itu
terselip di perpustakaan Prancis, kemudian ditemukan Armando Cortesao tahun
1937. Pada tahun 1944 catatan perjalanan dari Tomé Pires yang disunting Armando
Cortesao diterbitkan dengan judul, The
Suma Oriental of Tomé Pires : An
Accounts of the East, from the Red Sea to Japan, written in Malacca and India
in 1512-1515.
Tome
Pires adalah seorang apoteker yang pernah berkarya pada Pangeran Alfonso, putra
Manuel, Raja Portugis. Kemudian menjadi kepala gudang rempah-rempah Portugis di
Malaka. Lalu menjadi Duta Besar Portugis di Cina. Ia sampai ke Malaka pada
tahun 1512, untuk suatu tugas mengurusi pembelian obat-obatan di kota tersebut.
Sejak di Malaka, Pires mengumpulkan segala informasi yang tersedia di bandar
paling ramai di Asia Tenggara itu. Di Malaka pula ia menyusun buku Suma
Oriental dan diselesaikan di India saat hendak kembali ke Portugal tahun 1515.
Oleh karena Pires seorang yang terdidik baik, pengamat yang teliti dan
keingintahuannya besar, maka informasi yang disusunnya sangat berharga.
Laporan Tome Pires
dimulai dari Borneo (Kalimantan), Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Banda, Seram,
Ambon, Maluku dan pulau-pulau Karimun. Kemudian pulau Sumatera (Camotora) diceritakannya luas dan
makmur. Dimulai dari cerita Pulau Weh yang disebutnya pulau-pulau Gomez (Gamispola). Dari pulau Weh (Gamispola)
di ujung Aceh itu, terus dia menelusuri Selat Malaka, mengelilingi Sumatera
menuju Barat ke Fansur (Pamchur)
di Barus, dan kembali lagi ke Pulau Weh (Gamispola). Tomé Pires mencatat ada 19
Kerajaan dan 11 Negeri di Pulau Sumatera
ketika itu di antaranya ada Kerajaan Pasai, Kerajaan Bata, Kerajaan Aru, Negeri Panchur,
Negeri Barus, Negeri Singkel (Chingile), dan lain-lain.
Tome Pires menceritakan
banyak emas di Sumatera, ada dua jenis getah kayu yang dapat dimakan, namanya Camphor (kamper), ada juga lada,
sutera, kemenyan, damar, madu, minyak tanah (pitch), belerang, kapas, rotan. Diceritakan juga banyak padi,
daging, ikan (peda). Selain itu, ada juga bermacam-macam minyak, tuak (wine) termasuk tampoy yang mirip anggur di Eropa. Bermacam-macam buah, seperti
durian, yang enak sekali. Semuanya ini menggambarkan betapa makmurnya Sumatera
itu.
Aceh adalah kerajaan
pertama yang diamati Tome Pires di sekitar Selat Malaka bagian Sumatera, kemudian
kerajaan Pedir dan beberapa kerajaan lain. Sesudah Pedir itulah kerajaan Pasai.
Pasai ketika itu sedang naik daun, segera setelah Portugis menguasai Malaka. Di
sebelah Utara kerajaan Pasai itu ada kerajaan Pirada dan ke arah Selatan itulah
kerajaan Bata (Batak).
Wilayah Kerajaan Pasai masih terus sampai ke tepi laut ke arah Barat
yang merupakan pantai Lautan Hindia. Para
pedagang dari segala penjuru angin, selain pedangang dari Timur, pada
berdatangan ke Pasai, seperti pedangang Rume,
Turki, Arab, Parsi, Gujarat, Keling, Benggali, Melayu, Jawa dan Siam. Sedang
kalau pedagang dari Timur, perginya ke Malaka, karena saudagar dari Timur
adalah pedagang-pedagang besar. Malaka lebih dari sepuluh kali kerajaan Pasai.
Kebanyakan penduduk
kerajaan Pasai adalah campuran turunan Benggali, Keling dan orang Pasai asli.
Ibukota Pasai itulah yang disebut Sumatera, yang penduduknya sekitar 20.000
orang, sehingga sudah terbilang besar. Raja Pasai sudah memeluk Islam 60 tahun
sebelum tahun 1513. Raja yang digantikannya masih pemuja berhala, sedikit demi
sedikit dipengaruhi saudagar-saudagar beragama Islam.
Di sebelah Selatan dari kerajaan Samudara
Pasai itulah letak Kerajaan Bata (Batak), sedang di sebelah Selatan dari
Kerajaan Batak itu letak Kerajaan Aru. Pusat Kerajaan Samudera Pasai berada di
dekat Lhokseumawe, sedang pusat Kerajaan Aru diduga berada di sekitar muara
Sungai Wampu atau Kota Rantang. Di antara kedua kerajaan inilah Kerajaan Batak
tersebut. Raja Batak itu bernama Raja Tomyam (Tamiang), yang mungkin berkaitan
dengan nama sungai di daerah itu, yaitu Sungai Tamiang, di Aceh Tamiang. Raja
Tomyam ini sudah menganut agama Islam. Castanhenda mengatakan bahwa Raja Tomyam
itu adalah menantu dari Raja Aru. Sedang Mendes Pinto (1539) mengatakan bahwa Raja Batak
itu bernama Raja Timur Raya.
Negeri Batak itu mengekspor
beras, buah, tuak, madu, lilin, kapur barus, terutama minyak tanah dan rotan. Oleh karena itu dapat diduga bahwa
Raja Timur Raya, Raja Batak itu tentulah kaya raya. Raja ini pemberani, yang
terlihat dari keberaniannya melawan kerajaan Pasai yang besar dan berani juga
melawan mertuanya sendiri, kerajaan Aru (Simbolon, 1997:2-4).
Membaca laporan dari Tome
Pires dan lainnya di atas tentulah menimbulkan keingintahuan lebih jauh, tetapi
data-data lain tidak ditemukan lagi, sehingga sejarah dan keberadaan bekas
kerajaan Batak ini masih gelap hingga kini. Meskipun demikian, bahwa kita perlu
mengetahui tentang apa yang sudah dilaporkan oleh Tome Pires ini walaupun
akibatnya menggelitik di dalam diri kita untuk mengetahuinya lebih jauh. Apakah
tadinya memang orang Batak itu berasal dari Aceh Tamiang? Hal ini masih
memerlukan penelitian yang lebih jauh dan biarlah ilmu pengetahuan yang
menjawabnya, sehingga kita tidak perlu memaksakan diri untuk berspekulasi dalam
rangka mencari jawabannya. ***
Telah dimuat di:
Harian BATAK POS
Edisi Sabtu, 17 Oktober 2012
No comments:
Post a Comment