Thursday, March 15, 2012

Opera Batak Riwayatmu Dulu


  • Opera Batak Riwayatmu Dulu

    Pernah dengar Opera batak?Jenis kesenian teater rakyat itu ternyata sempat

    merajai dunia hiburan di Sumatera Utara. Hingga dekade 1980-an, opera Batak
    merupakan tontonan menarik meski diadakan di lapangan terbuka dengan resiko
    misbar(gerimis bubar).Pada masa jayanya, group opera jumlahnya mencapai
    30-an. Diantaranya Serindo, Serada, Rompemas, Seribudi, Roos, Ropeda,
    Serbungas, Roserda, Sermindo dan lain-lain.Opera menyajikan cerita sandiwara
    yang diselingi lagu-lagu, tari-tarian dan lawak.

    Musik pengiringnya uning-uningan atau seperangkat alat musik tradisional
    batak yang terdiri dari serunai, kecapi, seruling, garantung, odap dan
    hesek. Panggungnya sederhana namun cukup unik. Bentuknya menyerupai rumah
    adat Batak dan diberi hiasan gorga (ukiran khas batak) serta nama operanya.
    Panggung sengaja diberi lukisan atau property sebagaimana tuntutan cerita.
    Sebuah tirai penutup menjadi alat penghubung pergantian adegan atau bila
    acara berganti ke selingan lagu, tari atau lawak. Makanya, opera batak sama
    durasinya dengan film India. Apalagi kalau sang primadona mampu menghipnotis
    penonton hingga saweran banyak mengalir, tak jarang sebuah lagu
    dilama-lamain. Penonton puas meski pertunjukan usai dini hari. Tak peduli
    pulang menembus kegelapan malam. Maklum saja, tidak seperti sekarang ini
    alat penerangan listrik pada masa itu belum menjangkau pelosok pedesaan di
    Sumatera Utara.

    Nah, suasana panggung opera hanya diterangi lampu petromak yang lazim
    disebut lampu gas, yang terkadang mesti diturunkan untuk menambah angin atau
    karena kehabisan minyak. Mirip ludruk atau wayang wong dipulau Jawa, opera
    Batak biasanya berkeliling dari desa ke desa. Sasarannya tentu desa yang
    baru selesai panen dengan tujuan agar peluang menyedot penonton lebih
    terbuka. Lama pementasan di sebuah desa tergantung dari kondisi namun
    biasanya tidak sampai sebulan. Mengingat dunia hiburan jaman dulu terbilang
    langka tidak heran bila kehadiran opera selalu ditunggu-tuggu
    masyarakat.Karena berlokasi di alam terbuka maka bukan suatu kejanggalan
    bila penontonnya duduk margobar atau mengenakan sarung atau selimut untuk
    melawan dinginnya angin malam. Yang unik, bila tidak ada uang, tiket bisa
    digantikan beras atau hasil sawah lading asal sesuai dengan nilai tukar yang
    disepakati.

    Tilhang Gultom
    Membicarakan dunia opera Batak tentu tidak lepas dari nama tokoh Tilhang
    Gultom. Pria kelahiran Desa Sitamiang, Pulau Samosir ini pantas disebut
    maestro dan pelopor opera Batak. Tak hanya sekedar pelopor, lewat
    karya-karyanya lahir ratusan cerita sandiwara, tari-tari dan juga lagu yang
    menjadi trade mark dalam setiap pementasan opera yang ada di Sumatera Utara,
    yang bahkan sampai sekarang lagu-lagunya masih akrab di telinga kita.
    Sejak usia muda, Tilhang telah mengabdikan dirinya pada dunia seni. Tahun
    1925, untuk pertama kalinya ia membentuk group trio yang diberi nama Tilhang
    Parhasapi yang berarti 'Tilhang Sang Pemetik Kecapi'. Rekannya adalah Pipin
    Butar-butar (peniup Serunai) dan Adat Raja Gultom (kecapi rythem). Meski
    belum disebut opera, group inilah yang menjadi cikal-bakal terbentuknya
    group opera yang pertama : Opera Serindo, Grup yang paling popular hingga
    teater rakyat itu akhirnya tinggal kenangan.

    Tak bisa dipungkiri, lahirnya opera batak tidak lepas dari jenis opera yang
    mulai berkembang sebelumnya di timur jauh, misalnya grup Dardanella dan Miss
    Tjitjih. Tilhang pun terinspirasi sehingga menambah anggotanya dan mulai
    menyuguhkan sandiwara, lagu dan tari. Tiga tahun berikutnya grup Tilhang
    maju pesat bahkan memiliki anggota 50 orang. Surat kabar Pertjatoeran, edisi
    15 agustus 1928 menyebutkan, pada bulan tersebut, opera Tilhang telah
    bermain di pasar malam Balige dan Siborong-borong. Sebagai catatan, pada
    masa itu pemain opera hanya terdiri dari kaum pria. Kondisi zaman agaknya
    masih tabu bagi kaum wanita untuk melakoni kehidupan opera.
    Dasar Tilhang, laki-laki pun dimakeupnya menjadi wanita sehingga penonton
    sering terkecoh. Tokoh wanita yang cukup popular pada masa itu adalah
    Johanis Situmorang, yang sering mendapat surat ungkapan rasa cinta dari para
    penggemarnya. Bahkan di barak mereka Johanis sering pula terpaksa minggat,
    menghindari fansnya yang ingin ketemu.

    Setahun kemudian, Tilhang mengganti nama operanya menjadi Batak Sitamiang.
    Kemudian ganti lagi menjadi Tilhang Opera Batak (TOB).Hebatnya tahun 1933,
    TOB sudah merambah semenanjung Malaka dan tampil di Penang dan Singapura.
    Tahun 1936 TOB berganti nama lagi menjadi Tilhang Batak Hindia Toneel
    (TBHT), kenapa berbau irlandeer, ini akibat instruksi pihak penjajah
    Belanda. Pada periode tersebut pemainnya mencapai 60 orang. Grup Tilhang
    agaknya sudah ditakdirkan berganti-ganti nama. Tahun itu juga TBHT berganti
    nama menjadi Tilhang Toneel Gezalschap (TTG). Dan sejak Jepang menjajah
    Indonesia TTG berganti menjadi sandiwara Asia Timur Raya. Tilhang tak kuasa
    membendung intervensi Gun Seikanbu atau Pemerintah Jepang. Faktor ini pula
    yang membuat Tilhang memilih operanya mati suri daripada menjadi alat
    propaganda Jepang.

    (sumber: hariara.wordpress.com)

No comments:

Post a Comment