Thursday, March 8, 2012

Raih Doktor, Teliti Identitas Etnik Orang Pakpak


Raih Doktor, Teliti Identitas Etnik Orang Pakpak



YOGYAKARTA-Rekonstruksi identitas
etnik dapat terjadi karena adanya pendefenisian etnisitas, adaptasi atau
tradisi, di samping adanya peluang elite yang memegang kekuasaan dan
memanipulasi sentimen etnisitas. Dari keseluruhan proses reka ulang
identitas etnik ini menghasilkan transformasi orang Pakpak menuju
entitas politik yang sadar akan kelompok etniknya.

Entitas politik ini memproduksi simbol teritorial dan simbol politis,
yaitu Kabupaten Pakpak Bharat. Tetapi sebagai akibat dari proses
historis yang berbeda-beda dalam sub-kelompok etnik ini, terutama
terbelahnya orang Pakpak menjadi lima suak dengan orientasi keagamaan
yang berbeda membuat etnik Pakpak menghadapi persoalan dalam membentuk
sebuah entitas kultural yang terpancang berdiri tegak sebagai satu
kesatuan di tanah adatnya. Hal ini menjadi tantangan besar dalam
mengonsolidasi dan mengkristalkan konstruksi identitas etnik Pakpak di
masa mendatang.


œ Dari seluruh proses reka ulang identitas etnik ini akhirnya
menghasilkan orang Pakpak menuju entitas politik yang sadar akan
kelompok etniknya, papar Drs Budi Agustono, M.Hum dalam ujian doktor di
ruang Multimedia Gedung R.M.Margono Djojohadikusumo, di Fakultas Ilmu
Budaya UGM, Senin (27/12).


Dalam ujian tersebut Agus mempertahankan disertasinya yang berjudul:
Rekonstruksi Identitas Etnik: Sejarah Sosial Politik Orang Pakpak
di Sumatera Utara 1958-2003. Hadir sebagai penguji dalam
kesempatan tersebut Dr Ida Rochani Adi, S.U., Prof Dr Bambang Purwanto,
M.A., (promotor), Prof Dr Djoko Suryo, Prof Dr Djoko Soekiman, Dr Sri
Margana, M.Phil, Prof Dr Purwo Santoso, Prof Dr R.M. Soedarsono, serta
Dr G.R.Lono Lastoro Simatupang, M.A. Dalam ujian disertasi tersebut Budi
berhasil mempertahankan penelitiannya dan lulus dengan predikat sangat
memuaskan.


Di hadapan tim penguji Budi menjelaskan tujuan penelitian yang
dilakukannya adalah untuk menjelaskan politik identitas dan perebutan
ruang politik dalam pembentukan identitas kultural kelompok etnik di
tengah perubahan rezim sejak Indonesia merdeka. Kajian etnisitas dan
formasi identitas sebagian besar banyak dikerjakan oleh antropolog dan
sosiolog, sedangkan sejarawan masih sedikit yang memberi perhatian
terhadap kajian etnisitas ini.


œ Ada kesan kajian dalam historiografi Indonesia mengenai etnisitas
seperti terabaikan, imbuh staf pengajar Jurusan Sejarah, Fakultas
Sastra, Universitas Sumatera Utara ini.


Teori penelitian ini adalah bahwa relasi antara etnisitas dan
identitas jalin berkelindan. Etnisitas dapat berubah-rubah, bergantung
dengan siapa ia berinteraksi. Identitas etnik merupakan fenomena yang
adaptif dan dalam merespons situasi yang berubah batasan-batasan
kolektifitas dapat meluas, bahkan orang atau sebagian orang dapat keluar
dan masuk dalam lebih dari satu komunitas


œ Dengan demikian etnisitas merupakan hal yang dinamis, tidak pasti,
not a fixed, dan berubah dalam hubungan politik dan sosial. Penelitian
ini sekaligus memakai pendekatan instrumentalis dalam menjelaskan
rekonstruksi identitas etnik Pakpak, kata pria kelahiran Deli Serdang, 5
Agustus 1960 tersebut.


Beberapa hasil penelitian yang dilakukannya antara lain, pertama,
kedatangan Belanda selain menggabungkan Tanah Pakpak dalam orbit
kekuasaan kolonial juga memarginalisasi elite tradisional Pakpak.


Kedua, migrasi Batak Toba ke Tanah Pakpak yang dimulai awal abad ke
dua puluh telah melemahkan identitas cultural penduduk asli ini.
Kemudian setelah itu muncul pelabelan-pelabelan etnik yang merendahkan
orang Pakpak.


Ketiga, setelah menguasai pemukiman dan mayoritas penduduk di wilayah
ini, terutama di Sidikalang, orang Batak Toba mulai mengganti nama-nama
tempat yang menyimbolkan identitas kultural Pakpak dengan bahasa Batak
Toba, misalnya sungai yang sebelumnya bernama aek Sibellen (Pakpak)
diubah menjadi lae simbolon (Batak Toba), desa Sikaliki (Pakpak) menjadi
Palipi, dll.


Keempat, sejak kristenisasi masuk ke Tanah Pakpak, orang Pakpak
bergereja di Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Bersamaan dengan
semakin menguatnya identitas etnik, orang Pakpak melakukan gerakan
pemisahan gereja dari HKBP. Setelah melakukan serangkaian konflik antara
orang Pakpak dengan HKBP, akhirnya pada 1991 berdiri gereja etnik
Pakpak bernama Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD) (Humas
UGM/Satria AN)


Sumber:

No comments:

Post a Comment