Saturday, March 10, 2012

Misteri dan Sejarah Goa Boralla di Hutapungkut, Kotanopan-Madina


Misteri dan Sejarah Goa Boralla di Hutapungkut, Kotanopan-Madina
Oleh : Lokot Husda Lubis.

Mendengar nama desa Hutapungkut, kita akan teringat dengan Almarhum Jenderal Besar Abdul Haris Nasution. Betapa tidak, desa yang hampir berpenduduk 2500 jiwa ini adalah tempat kelahiran beliau. Namun siapa sangka, selain desa ini tempat kelahiran putra terbaik bangsa juga desa ini menyimpan Goa yang mempunyai nilai historis bagi perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Goa ini disebut masyarakat dengan nama Goa Borallah tepatnya berada di Hutapungkut Julu, Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal.

Selain mempunyai misteri, goa ini mempunyai sejarah panjang yang begitu penting untuk di ingat dan dilestarikan. Sebab, goa ini pernah dipergunakan para pejuang kemerdekaan RI dulunya untuk persembunyian dan rapat dalam menyusun strategi dalam mengusir penjajajah dari bumi pertiwi ini, di antaranya H. Adam Malik, Tan Malaka, H. Sujak dan pejuang kemerdekaan lainnya.

Hal ini dibenarkan oleh Gozali Lubis (Mantan Kepala Desa Hutapungkut Julu) dan Burhan Lubis (Mantan Kepala Desa Hutapungkut Jae). ”Pejuang kemerdekaan RI, di antaranya H. Adam malik, Tan Malaka, H. Sujak dan pahlawan kemerdekaan lainnya pernah menggunakan goa ini untuk rapat dalam menyusun strategi mengusir penjajaha dari Indonesia. Di dalam goa ini terdapat ruang khusus tempat rapat yang sampai saat ini masih dapat dilihat keberadaannya”, ujarnya.

Sejarah dan Legenda Gua Boralla.
Menurut keteranga Gozali Lubis dan Burhan Lubis, sejarah awal keberadaan Goa Boralla ada dua versi. Versi pertama mengatakan, sebelum tahun 1500 goa ini sudah ada. Saat itu tidak seorangpun manusia yang berani masuk kedalamanya. Sekitar tahun 1818 di sekitar goa sudah ada ditemukan jalan setapak, di duga orang-orang yang mendatangi goa ini dari kerajaan Majapahit yang masih beragama Hindu. Selanjutnya, sekitar tahun 1821 sudah ditemukan adanya pembukaan tambang emas secara tradisional di daerah itu.

Kemudian, sekitar tahun 1834, seorang Syekh yang bernama Dapit melalui Pagaran Siayu, Hutapungkut Julu mendatangi goa tersebut. Menurut cerita, kedatangan Syekh tersebut dalam rangkan mencari kawannya yang hilang. Saat itu yang berani masuk kedalam goa hanyalah Syekh Dapit sendirian. Setelah beliau keluar dari dalam goa, Syekh tersebut secara tiba-tiba menghilang entah kemana. Menurut cerita beberapa warga, Syekh tersebut adalah bangsa Jin yang menjelma menjadi wujud manusia. Sebelum Syekh itu menghilang, ia memberikan nama gua tersebut dengan sebutan Goa Boralla.

Versi kedua, mengatakan, ujar Gozali Lubis, ”Boralla” berasal dari kata ”Berhala”. Goa ini pernah dijadikan orang terdahulu (sebelum masuknya Islam) tempat menyembah berhala. Hal ini ada juga benarnya, sebab kalau kita masuk kedalam goa, kita akan menemukan ukiran seperti patung yang menggambar laki-laki dan perempuan sedang bersanding. Mungkin inilah berhala yang dijadikan orang dulu sebagai tempat sembahannya.

Selain itu, legenda mengenai keberadaan goa ini terus bergulir dari mulut ke mulut warga. Menurut mereka, dahulunya di sekitar goa ada satu kerajaan yang mempunyai dua putra mahkota yang bernama Kaliot dan Maliot. Setelah keduanya dewasa, Kaliotpun hendak dikawinkan ayahandanya dengan gadis cantik, ternyata rencana perkawinan ini membuat Maliot cemburu. Sebab. Maliot berkeinginan dirinyalah yang pantas dikawinkan dengan gadis tersebut. Maliotpun pun berusaha menghalangi perkawinan itu, namun tidak bisa, lantas Maliot pun berencana membunuh Kaliot.

Strategipun disusun Maloit, ia pun mengajak Kaliot masuk kedalam goa dengan alasan memancing di sungai yang berbentuk kolam yang terdapat di dalam goa. Saat sedang asyik memancing, Maliotpun menjatuhkan Kaliot kedalam sungai dengan cara menolaknya. Sekejap saja, kaliotpun menghilang bagaikan ditelan bumi. Ketika itu, Maliot menganggap Kaliot sudah mati, iapun langsung pulang kerumah menjumpai ayah dan ibunya.

Di hadapan ayah dan ibunya, Maliot menceritakan kalau Kaliot sudah jatuh tergelincir kedalam sungai yang berbentuk kolam di dalam goa. Betapa sedih kedua orangtuanya mendapat berita tersebut, perkawinan yang sudah dipersiapkan pun dibatalkan. Lantas bagaimana nasib Kaliot ?, rupanya ia masih beruntung. Kaliot bukannya mati seperti anggapan Maliot, tapi setelah jatuh ke sungai ia ditolong seekor Penyu. Penyu itu pun lantas membawa Kaliot jauh mendarat sampai di Bonjol (Sumatera Barat). Setelah kondisinya sehat, Kaliotpun pulang kembali dengan maksud bergabung bersama keluarganya.

Tapi alangkah terkejutnya Kaliot, begitu ia sampe di rumahnya ada pesta meriah. Kaliot lebih terkejut lagi ketika ia melihat bahwa yang bersanding di pelaminan itu adalah adiknya sendiri, yaitu Maliot dengan calon isterinya dulu. Di sisi lain, Maliot pun terkejut bukan main melihat kedatangan abangnya Kaliot. Selama ini Maliot dan keluarganya menganggap Kaliot sudah mati jatuh kedalam sungai yang ada di dalam goa, tapi rupanya tidak. Kaliotpun langsung menjumpai ayah dan ibunya dan menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi pada dirinya.

Mendengar penuturan Kaliot, ayahnya sangat murka. Perkawinan maliot dengan wanita cantik yang tidak lain calon kakak iparnya pun di batalkan seketika. Maloitpun dihukum oleh ayahnya, hukuman yang diberikan adalah Maliot di buang ke daerah Air Bangis (Sumatera barat). Tidak berapa lama kemudian, Kaliot pun di kawinkan dengan calon isterinya itu.

Suasana Goa.
Untuk mencapai Goa Boralla ini kita harus melalui jalan setapak sekitar 2 Km dari desa Hutapungkut Julu, jalan mendaki ini biasa dipergunakan warga desa untuk menderes dan ke kebun. Saat penulis bersama rekan-rekan lain masuk ke goa tersebut, di mulut terdapat dua ekor ular besar berwarna hijau yang sedang bergantungan. Kedua ular itu mematuk kekelelawar yang keluar masuk melalui mulut goa.

Menurut keterangan M. Zuhdi Lubis, salah seorang yang menemani penulis masuk kedalam goa mengatakan, kedua ular itu adalah penjaga goa. ”Kedua ular itu adalah penjaga goa, mereka tidak menganggu”, ujar Zuhdi Lubis. Benar saja, begitu penulis dan kawan-kawan mendekat kemulut goa, kedua ular itupun pergi entah kemana.

Begitu masuk ke mulut goa, kita akan menjumpai ruangan yang besar. Selain itu, kita juga akan mendapati dua arah jalan yang satu ke sebelah kanan dan satunya lagi sebelah kiri. Penulis mencoba masuk ke arah jalan kanan, tapi begitu masuk beberapa meter yang terdengar adalah desiran air yang mengalir jauh di bawah gua tersebut. Arah jalan ini selain cukup licin, juga turunan sampai ke dasar goa. Penulis tidak berani melanjutkan perjalanan, sebab selain gelap gulita yang terdengar dari bawah hanya suara air yang mengalir.

Menurut cerita M. Zuhdi Lubis, kalau kita berani terus kebawah, maka kita akan menemukan sungai yang berbentuk kolam yang sangat luas, karena luasnya tepi kolam tidak kelihatan. Posisi sungai yang berbentuk kolam ini jauh kebawah, bagi pengunjung yang masuk ke goa ini disarankan jangan melewati jalan ke arah kanan karena berbahaya, bisa-bisa tergelincir kedasar gua yang terdapat sungai. Mungkin di sinilah dulu cerita si Kaliot jatuh kedalam kolam karena ditolak Maliot saat memancing yang pada akhirnya mendarat di Bonjol. Bagi pengunjung yang datang disarankan juga membawa lampu penerangan, sebab kondisi di dalam gua sangat gelap.

M. Zuhdi melanjutkan, menurut ceritanya di sebelah kiri kolam terdapat ruang rahasia yang dipergunakan pejuang RI dulunya sebagai tempat persembunyian dari kejaran tentera penjajah Belanda. Untuk mencapai ruangan rahasia ini bukanlah hal yang mudah, kita harus menyeberangi kolam dengan titi yang terbuat dari dua bilah bambu. Namun pengunjung yang datang, tidak pernah masuk kemari, sebab jalan untuk mencapai ruangan itu sangat berbahaya.

Sedangkan kalau kita masuk ke arah jalan sebelah kiri, jalan yang dilalui cukup sulit. Untuk memasuki ruangan pertama, kita harus merunduk dengan posisi tiarap. Begitu masuk keruangan pertama, kita akan menemukan ukiran-ukiran yang sangat unik. Setelah itu, kita baru masuk keruangan kedua dengan melewati lubang yang sangat kecil dengan posisi tiarap. Sepintas karena kecilnya, lobang itu tidak bisa dilewati manusia, namun anehnya begitu dilewati segemuk apapun manusianya bisa lewat walaupun dengan poisisi tiarap dengan perut menyentuh dasar goa.

Di ruangan kedua inilah banyak terdapat ukiran di dinding goa. Sebelah kanan, ada semacam ukiran gordang sembilan yang konon menurut ceritanya ini adalah inspirasi munculnya gordang sembilan di wilayah Mandailing. Sedangkan di sebelah kanan terdapat ukiran seperti patung yang cukup besar. Patung ini tidak ubahnya seperti posisi berdiri bersanding antara laki-laki dan perempuan.

Menurut keterangan M. Zuhdi Lubis, tidak semua pengunjung yang dapat melihat patung tersebut. ”Saya sudah dua kali kemari baru kali ini melihat patung tersebut”, ujarnya. Mungkin patung inilah dulu yang disebut dengan berhala yang dijadikan orang sesembahan sebelum Islam datang, yang kemudian namanya berubah menjadi Boralla. Penulis mencoba mengabadikan benda-benda yang terdapat di dalam goa dengan tustel yang sebelumnya sudah dipersiapkan, namun sayang begitu sampai di luar goa, hasilnya tidak bagus.

Begitu juga kalau kita memasuki ruangan ketiga, posisi kita tetap tiarap. Ruangan ketiga ini cukup besar, di sinilah dulu para pejuang RI mulai dari Adam Malik, Tan Malaka dan pejuang lainnya mengadakan rapat-rapat menyusun strategi meraih kemerdekaan. Sedangkan batu berbetuk meja yang mereka pergunakan untuk rapat masih jelas kelihatan. Selain itu, di dinding goa terdapat tulis-tulisan nama pejuang lainnya, misalnya Buyung Siregar, Mahmuddin Nasution, Abu Kosim yang ditangkap pihak Belanda tahun 1933 yang kemudian di buang ke Digul-Irian Jaya
.
Selain ruangan ketiga, masih banyak terdapat ruangan lainnya, namun tidak bisa dijangkau. Ukuran Goa Boralla ini cukup besar dan menurut keterangan goa ini merupakan goa yang terbesar di Kabupaten Mandailing Natal. Namun sangat disayangkan, sepertinya keberadaan goa ini tidak terurus dan tidak terawat, bahkan beberapa di sisi gua sudah banyak yang runtuk akibat termakan usia.

Di dalam gua banyak di jumpai binatang jenis kelelawar yang menurut informasi Gosali Lubis, kotoran kekelawar ini yang dipergunakan pejuang dulu untuk bahan membuat mesiu atau bahan peluru saat bertempur dengan Belanda. Di lihat dari sejarah goa, sebenarnya goa ini sangat berarti bagi perjuangan RI dalam mengusir penjajah, untuk itu di harapkan kepada Pemkab Madina agar segera merawat dan memelihara keberadaan gua ini.


Sumber:

No comments:

Post a Comment