Putri Lindung Bulan; Anak Raja Islam Tamiang Pertama | |
---|---|
Tamiang adalah suatu wilayah, suatu suku dan suatu bahasa termasuk dalam rumpun melayu yang terdapat dibagian paling ujung timur Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan kata lain Melayu yang terdapat di Aceh adalah Tamiang namanya. Negeri Tamiang memiliki sejarah yang Panjang dalam perjalannya yang dimulai dari Kerajaan Tamiang yang pertama pada abad ke dua belas yaitu pada tahun 1190 – 1256 M dibawah raja Pucok Suloh. Kerajaan ini berawal dari kerajaan Melayu Raya yang berdiri pada abad ke tujuh (670 M) di Pulau Bintan. Selanjutnya berkembang dari satu generasi kegenerasi lainnya dengan raja yang turun termurun berganti sampai akhirnya pada abad ke 17 kerajaan Tamiang terbelah menjadi dua atas persetujuan Ratu Kemalatsyah, yang satu bernama kerajaan Kerang dan yang lainnya bernama kerajaan Benua. Kerajaan Pasei Menyerang Tamiang Pada abad ke 14 ketika Tamiang diperintah oleh Raja Dinok (Raja Tamiang ke empat) mulai tahun 1300 M, karena kejayaannya membuat kerajaan Pasei menjadi terpikat untuk menguasainya kemudian pada tahun 1330 M, atas perintah Sulthan Mahmud Malkuzzahir (Raja Mahmuddin atau Ahmad Bahiansyah, Sulthan Samudera Pasei ke tiga memerintah tahun 1326-1345 M / 725-745 H). Kerajaan Tamiang diserang oleh tentara kerajaan Samudera Pasai dan akhirnya Raja Dinok Mangkat. Atas kekalahan tersebut dimana ketika itu Tamiang masih menganut agama kepercayaan menyembah hal-hal yang raib (animisme) raja Samudera Pasei (Sulthan Mahmud Malkuzzahir (Raja Mahmuddin atau Ahmad Bahiansyah) mengangkat kembali seorang raja Tamiang dari kemenakan raja Dinok yang bergelar Raja Muda Sedia (anak raja Po Temo yaitu adik dari Raja Dinok) dan kemudian oleh raja Samudera Pasei tersebut raja Muda Sedia di islamkan (1330-1352 M). Dimasa pemerintahan Raja Muda Sedia Kerajaan Tamiang mulai maju dalam bentuk dan susunannya. Pemerintahan bersifat kerajaan yang berbalai. Raja Muda Sedia dikawinkan oleh Sulthan Ahmad Malikuzzahir dengan anaknya “Puteri Potuan Suri Meuru Meligai” dari Kereutoe Pasei. Potuan Suri Meuru adalah anak hasil perkawinan raja Samaudera Pasei tersebut dengan Puteri Zubaidah binti Sulthan Muhammad) raja Samudera Pasei ke emapat (1345-1383 M / 745-783 H), kerajaan Pasei diserang oleh tentara Mojopahit dibawah pimpinan Gajah Mada. Dari hasil perkawinan Raja Muda Sedia dengan Potuan Suri Meuru Meligai lahirlah anak yang diantaranya seorang puteri bungsu bernama Potuan Putri Meuga Gema, putrid bungsu Raja Muda Sedia ini memiliki kecantikan yang luar biasa, bila ia sedang bermain-main dengan dayang-dayang (pengawal puteri raja) dibulan purnama, seolah-olah cahaya bulan purnama tersebut dapat tertutup oleh kecantikan parasnya. Oleh sebab itu karena Potuan Putri Meuga Gema memiliki paras yang cantik luar biasa maka ia diberi gelar Putri Bungsu Lindung Bulan. Yang dikemudian hari nama itu dinobatkan menjadi SMU Negeri 1 Kejuruan Muda dengan nama SMU Lindung Bulan yang terletak di Kampung Durian Kecamatan Rantau Aceh Tamiang. Ternyata wajah dan paras yang cantik tersebut telah membuat anak sulthan perlak Tuanku ampon Tuan terpikat hatinya lalu menyunting putrid bungsu Lindung Bulan untuk dijadikan isterinya, sehingga terjadilah ikatan pertunangan antara keduanya pada saat itu. Setelah Samudera Pasei diserang Mojopahit, selanjutnya penyerangan itu berlanjut ke Tamiang dengan berpangkalan di daerah Manyak Payet. Penyerangan berawal ketika Putri Bungsu Lindung Bulan yang kecantikannya luar biasa itu tersiar ketelinga Patih Gajah Mada sehingga timbullah hasrat Gajah Mada untuk meminang Putri Bungsu Lindung Bulan yang akan dipersembahkan sebagai tanda bakti kepada prabu Hayam Wuruk di Pulau Jawa untuk dijadikan permaisuri Hayam Wuruk. Karena pinangan ituditolak oleh Raja Muda Sedia, Gajah Mada merasa tersinggung lalu menyerang Karajaan Benua Tamiang, namun pada serangan pertama ini pasukan Gajah Mada takluk ketika berhadapan dengan serdadu penjaga benteng Arun berbaju yang terletak di Kuala Besar Sungai Iyu dibawah penjagaan Laksamana Kantommana (konon cerita katanya adalah orang Aceh yang bergelar Hantom Manoe karena tidak pernah mandi, memiliki ilmu yang tinggi dan kuat, orang jawa dari Mojopahit tidak bisa menyebutkan nama tersebut hingga menjadi dengan sebutan Kantommana). Hasrat untuk menaklukkan Tamiang dan untuk membawa lari Putri Bungsu Lindung Bulan semakin menggebu-gebu, dengan rentang waktu yang tidak begitu lama pada tahun 1352 M setelah menambah kekuatannya Mojopahit kembali menyerang dengan arah masuk yang berbeda yaitu melewati sungai Kuruk Seruway akahirnya Kerajaan Benua Tamiang berhasil ditaklukkan dan dibumi hanguskan, sementara Raja Muda Sedia beserta Permaisuri Potuan Suri Meuru Meligai dan beberapa pengawal berhasil menyelamatkan diri berlayar kearah hulu sungai di kaki Gunung Senggama, sedangkan Putri Bungsu Lindung Bulan dan beberapa dayang-dayang berhasil ditemukan ditempat persembunyiannya dalam istana yang kemudian dibawa lari oleh pasukan Gajah Mada. Setelah peristiwa pembumi hangusan Kerajaan Benua Tamiang yang akibat itu berubah nama menjadi Benua Tunu (tunu artinya bakar) terjadilah kekosongan pemerintahan, Raja Muda Sedinu adik kandung Raja Muda Sedia yang pada saat itu telah menyusun pemerintahan di Batu Bedulang bersama dengan Tuanku Ampon Tuan (pada saat itu telah menjadi Perdana Menteri Kerajaan yang juga sebagai tunangan dari Putri Bungsu Lindung Bulan) mengambil alih jabatan sebagai Raja Islam Tamiang ke II (Raja yang baru), berpusat di Kuala Simpang Jernih, segera melakukan pengejaran terhadap pasukan Mojopahit, yang pertama ingin mengambil balas terhadap penyerangan yang telah mengakibatkan porak porandanya kerajaan Benua Tamiang dan yang kedua ingin merebut kembali putrid bungsu lindung bulan sebagai lambang kebanggaan Kerajaan Benua Tamiang karena kecantikkannya yang luar biasa itu. Dalam pengejaran tersebut ternyata tidak sia-sia, dalam perjalanannya kapal pasukan Mojopahit mengalami kerusakan, sehingga mereka terpaksa bermalam di Bukit Selamat (daerah dimana Putri Bungsu Lindung Bulan diselamatkan maka diberi nama Bukit Selamat). Akibat pengawalan yang lengah kurang ketat, Tuanku Ampon Tuan berhasil mengambil kembali Puteri Bungsu Lindung Bulan sementara pasukan tentara Tamiang menyerang pasukan tentara Mojopahit yang semula mengira bahwa pasukan kerajaan Tamiang telah kalah dalam penyerangannnya kekerajaan Benua. Akibat serangan yang mendadak itu pasukan Mojopahit banyak yang berguguran, mereka terus mundur sampai keteluk Haru. Oleh karena kekuatan semakin melemah pasukan Mojopahit mengirim lagi bala tentaranya dari Jawa, namun karena pasukan tentara kerajaan Benua Tamiang memang seperti macan yang terluka terus mendesak yang akhirnya di daerah teluk haru kawasan pangkalan susu Gajah Mada tewas di tangan Pasukan Tuanku Ampon Tuan, sementara tentara Mojopahit membawa lari beberapa tawanan perempuan Tamiang ke Jawa. Kejayaan Kerajaan Benua Tamiang di bawah pimpinan Raja Muda Sedia telah menjadikan sebuah kebanggaan masyarakat Tamiang sehingga daerah Tamiang yang sekarang telah menjadi Kabupaten Aceh Tamiang dikenal dengan sebutan BUMI MUDA SEDIA dan kecantikan Putri Bungsu Lindung Bulan telah menjadi perlambang kemegahan bagi dara Tamiang maka oleh sebab itu SMA yang sekarang berubah nama menjadi SMU yang terletak di kampung Durian diberi nama SMU Lindung Bulan dan kampung di mana tempat berdirinya kerajaan Benua Tamiang sekarang bernama Kampung Benua Raja. Sumber :"http://www.acehkita.net/koran/beritaDetail.asp?Id=680&Id2=" |
Tuesday, December 16, 2014
Putri Lindung Bulan; Anak Raja Islam Tamiang Pertama
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment