Wednesday, May 2, 2012

Museum Sumut Pamerkan Koleksi Situs Padang Lawas


Museum Sumut Pamerkan Koleksi Situs Padang Lawas


Ditulis Pada: 25 November 2011 Pukul 2:47 pm

Medan, 25/11 (ANTARA) – Museum Negeri Sumatera Utara memamerkan koleksi foto dan benda-benda bersejarah peninggalan Hindu dan Buddha di Kabupaten Padang Lawas dan Padang Lawas Utara, di antarnya berupa bangunan candi.

Bangunan candi adalah istilah yang lazim dipergunakan oleh penduduk setempat sebagai biara, kata Kepala Museum Negeri Sumatera Utara Sri Hartini di Medan, Jumat.

Ia mengatakan, pameran tersebut merupakan salah satu upaya lebih mengenalkan kepada masyarakat bahwa Sumut juga memiliki peninggalan-peninggalan yang tidak kalah spektakulernya dengan peninggalan dari daerah lain.

“Pameran budaya tersebut dilaksanakan selama tiga hari yang dirangkai dengan acara Gema Pariwisata (Gempar) oleh Dinas Budaya dan Pariwisata Sumatera Utara di Tapian Daya 24-26 Medan,” katanya.

Ada tiga koleksi benda peninggalan yang dipamerkan, yakni Arca Kepala, Bata dan Relief Manusia Berkepala Gajah. Arca Kepala tersebut merupakan arca berukuran kecil yang terbuat dari kapur yang ditemukan di Situs Padang Lawas.

Sementara Bata yang dipamerkan adalah sejenis benda yang terbuat dari tanah liat, pada permukaannya terdapat jejak telapak kaki manusia berukuran kecil. Bata tersebut juga merupakan komponen bangunan di Situs Padang Lawas, katanya.

“Relief manusia berkepala gajah yang dipamerkan merupakan reflika relief manusia berkepala gajah sedang menari yang berasal dari Biara Pulo di Situs Padang Lawas. Selain itu juga di pamerkan sedikitnya 32 koleksi foto tentang beberapa benda yang ada di Situs Padang Lawas tersebut,” katanya.

Dalam kesempatan itu, ia juga sempat menceritakan tentang candi atau biara-biara yang ada Situs Padang Lawas tersebut. Biara-biara itu sering kali dihubungkan dengan kerajaan Panei atau Pannai atau Panai.

Konon kerajaan ini pernah diserang oleh Rajendracola I dari Kerajaan Cola di India Selatan pada tahun 1023 arau 1024 Masehi. Nama kerajaan Panei juga disebutkan dalam Kitab Nagarakertagama.
Menurut kitab itu, Panei merupakan taklukkan Majapahit pada tahun 1365 M. Hingga kini tidak diketahui kapan kerajaan tersebut didirikan atau runtuh, yang diketahui hanya kerajaan itu sudah ada sekitar tahun 1030-1365 M.

Menurut dia, kepurbakalaan di Padang Lawang ditemukan pada tahun 1846 oleh Franz Junghun, seorang geolog yang diperintahkan oleh Pemerintahan Hindia Belanda untuk menyelidiki wilayah tersebut.

Sejak itu, beberapa ahli mulai berdatangan ke kawasan itu, bahkan hingga sekarang Padang Lawas masih sering didatangi peneliti dari berbagai instansi maupun negara.
Beberapa biara yang terdapat di wilayah itu, antara lain Biara Sipamutung, Sitopayan, Tandihat, I dan II, Pulo tanjung Bangun, Bara, Sangkilon, Manggis, Naga Saribu, Aek Hayura, Haloban, Bahal I, Bahal II, Bahal III dan sejumlah biara lainnya.

Di antara sekian banyak biara itu, sampai saat ini baru empat yang sudah dipugar yakni Bahal I, II dan III serta Sipamutung. Sayangnya biara-biara itu sepi pengunjung, namun pengunjung yang sepi tidak lantas mengurangi tumbuh suburnya vandalisme.

Perusakan paling mencolok tampak pada Biara Sangkilon akibat ulah para pemburu harta karun.
“Biara-biara di Padang Lawas, meski tidak semegah Borobudur dan Prambanan, namun memiliki keunikan arsitektur tersendiri dan keindahan pemandangan turut menghiasai beberapa situs,” katanya.

Minimnya temuan berupa candi di daerah lain di Sumatera Utara rasanya sudah cukup untuk menunjukkan situs di kawasan Padang Lawas patut untuk dilestarikan, katanya.***6***
(T.KR-JRD/B/F002/F002)


No comments:

Post a Comment