Wednesday, May 2, 2012

Candi di Sumatera


Candi di Sumatera


Candi di Pulau Sumatra tidak sebanyak yang terdapat di Pulau Jawa. Kebanyakan candi di Sumatra terletak di lokasi yang cukup jauh dari kota, sehingga tidak banyak wisatawan yang berkunjung ke sana. Sebagian besar candi di Sumatra, yang telah diketahui keberadaannya, berada di provinsi Sumatra Utara, khususnya di Kabupaten Mandailing Natal dan Tapanuli Selatan. Sangat sedikit informasi yang diketahui tentang keberadaan candi-candi tersebut. Di samping itu, umumnya lokasi candi cukup jauh dari kota, sehingga tidak banyak orang yang mengetahui keberadaannya atau berkunjung ke sana.

Di Simangambat dekat Siabu, Sumatra Utara, misalnya, terdapat reruntuhan candi Syiwa.  Diduga candi tersebut dibangun pada abad ke-8. Untuk mengetahui lebih banyak mengenai reruntuhan candi ini masih perlu dilakukan penelitian dan penggalian.

Kawasan lain di Sumatra Utara yang dikenal mempunyai banyak candi ialah kawasan Padang Lawas, yang mencakup Kecamatan Sipirok, Sibuhuan, Sosopan, Sosa, dan Padang Bolak. Di kawasan ini terdapat belasan reruntuhan candi Hindu yang kesemuanya terletak tidak jauh dari sungai. Sebagian besar terdapat di Kecamatan Padang Bolak. Tidak banyak yang diketahui tentang reruntuhan candi tersebut. Diduga candi-candi tersebut dibangun pada masa pemerintahan Kerajaan Panei pada abad ke-11 M.

Di antara candi-candi di kawasan Padang Lawas, yang paling dikenal adalah Candi Bahal yang terletak di Desa Bahal. Candi ini telah diketahui keberadaannya sejak zaman Belanda. Pemerintah Belanda menamakannya Candi Portibi (kata portibi dalam bahasa Batak berarti dalam dunia ini). Di kompleks Candi Bahal terdapat tiga bangunan candi yang telah direnovasi, yaitu Candi Bahal I, Bahal II dan Bahal III. Ketiga candi tersebut terletak pada satu garis lurus. Walaupun telah mengalami pemugaran, banyak bagian candi yang sudah tidak ditemukan lagi sehingga harus diganti dengan batu bata. Candi  lain di kawasan ini, yang sudah mengalami pemugaran adalah Candi Sipamutung. Candi ini merupakan kompleks percandian  yang cukup besar dan terdiri dari beberapa bangunan, namun hampir tidak ada informasi tertulis yang bisa didapat tentang candi ini.

Di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi, juga terdapat beberapa candi, di antaranya adalah  Candi Astano, Candi Tinggi dan Candi Gumpung, Candi Kembar baru, Candi Gedong, Candi Kedaton, dan Candi Kota Mahligai. Bentuk bangunan candi dan sisa artikel bersejarah yang dijumpai  Muaro Jambi menunjukkan bahwa bangunan ini berlatar belakang Hinduisme dan diperkirakan dibangun  pada abat ke-4 sampai dengan ke-5 M.

Candi yang cukup besar dan terkenal di Sumatra adalah Candi Muara Takus yang terletak di Provinsi Riau, tepatnya di Desa Muara Takus, Kecamatan Tigabelas Koto, Kabupaten Kampar. Di dekat hulunya, Sungai Kampar bercabang dua menjadi Sungai Kampar Kanan dan Kampar Kiri. Di pinggir Sungai Kampar Kanan inilah letak Desa Muara Takus. Bangunan candi Muara Takus sebagian besar dibuat dari batu bata merah. Berbeda dengan reruntuhan candi lain yang ditemukan di Sumatra Utara, Candi Muara Takus merupakan candi Buddha. Keberadaan candi diduga mempunyai kaitan erat dengan Kerajaan Sriwijaya dan juga dapat dijadikan petunjuk bahwa Muara Takus pernah berfungsi sebagai pelabuhan kapal. Hal itu dimungkinkan mengingat orang Sriwijaya adalah pelaut-pelaut yang tangguh yang mampu melayari Sungai Kampar sampai jauh ke arah hulu. Berdasarkan catatan I-Ching, ada yang memperkirakan daerah Muara Takus merupakan Ibukota Kerajaan Sriwijaya atau paling tidak sebagai kota pelabuhan yang pernah jadi salah satu pusat belajar agama Buddha, tempat menimba ilmu para musafir dari Cina, India, dan negara-negara lainnya.

Berikut Candi-candi di Sumatera
Candi Bahal


Candi Bahal berlokasi di Desa Bahal, Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, yaitu sekitar 3 jam perjalanan dari Padangsidempuan.  Candi ini merupakan kompleks candi (dalam istilah setempat disebut biaro) yang terluas di provinsi Sumatra Utara, karena arealnya melingkupi kompleks Candi Bahal I, Bahal II dan Bahal III.

Candi Bahal hanya merupakan bagian dari candi-candi Padanglawas yang berarti candi-candi yang terletak di padang luas yang mencakup, di antaranya: Candi Pulo, Candi Barumun, Candi Singkilon, Candi Sipamutung, Candi Aloban, Candi Rondaman Dolok, Candi Bara, Candi Magaledang, Candi Sitopayan dan Candi Nagasaribu.  Kemungkinan,  persawahan dan perkampungan  di sekitar  candi-candi tersebut  tadinya merupakan padang yang sangat luas. Dari sekian banyak candi Padanglawas  hanya Candi Bahal yang sudah selesai dienovasi, Candi Sipamutung dan candi Pulo sedang dalam proses renovasi, sedangkan candi lainnya masih berupa reruntuhannya.
Tidak diketahui apakah Candi Bahal merupakan candi Hindu atau Candi Buddha. Menilik atap Candi Bahal I yang mirip dengan bentuk atap Candi Mahligai di Muara Takus (Riau) diduga Candi Bahal merupakan Candi Buddha. Akan tetapi, melihat arca-arca batu yang ditemukan di tempat tersebut, seperti arca kepala makara, arca Ganesha, raksasa, dsb., diperkirakan Candi ini merupakan candi Hindu atau Buddha Tantrayana. Fungsi candi Bahal pada masa lalu juga belum diketahui dengan pasti, walaupun penduduk di sekitar menyebutnya “biaro” yang berarti biara.

Kompleks Candi Bahal terdiri dari tiga buah candi, yang masing-masing terpisah dengan jarak sekitar 500 meter. Beberapa kilometer dari candi ini ada pula kompleks candi lain, yaitu kompleks Candi Pulo atau Barumun yang tengah dipugar.

Candi Bahal seringkali disebut juga sebagai Candi Portibi, sesuai dengan sebutan untuk daerah tempat candi itu berada. Dalam beberapa hal,  terdapat kesamaan di antara Candi Bahal I, II maupun III. Seluruh bangunan di ketiga kompleks candi dibuat dari bata merah, kecuali arca-arcanya yang terbuat dari batu keras. Masing-masing kompleks candi dikelilingi oleh pagar setinggi dan setebal sekitar 1 m  yang juga terbuat dari susunan bata merah. Di sisi timur terdapat gerbang yang menjorok keluar dan di kanan-kirinya diapit oleh dinding setinggi sekitar 60 cm. Di setiap kompleks candi terdapat  bangunan utama yang terletak di tengah halaman dengan pintu masuk tepat menghadap ke gerbang.

Bahal I


Lokasi Candi Bahal I mudah ditemukan karena bangunan candi  langsung terlihat dari jalan yang dapat dilalui kendaraan beroda empat. Selain itu, di jalan masuk ke areal candi Bahal I telah dibangun gapura dan sebuah pos penjagaan yang terletak tidak jauh dari gapura.


Berhadapan dengan pos penjaga terdapat sebuah bangunan yang difungsikan sebagai museum. Dalam museum tersebut tersimpan bagian-bagian Candi Bahal yang belum dapat dikembalikan ke tempatnya semula, termasuk arca utuh dan potongan arca.



Candi Bahal 1 dibangun di pelataran seluas sekitar 3000 m2 yang  dikelilingi pagar dari susunan batu merah  setinggi 60 cm. Dinding pagar tersebut cukup tebal, yaitu sekitar 1 m, sehingga orang dapat berjalan dengan leluasa mengitari candi. Pada pertengahan sisi timur, dinding halaman melebar, membentuk lantai yang  menjorok sekitar 7 m ke arah luar halaman candi. Dinding setinggi sekitar 70 cm mengapit sisi kanan dan kiri lantai tersebut sampai ke batas tangga yang terdapat di ujung sisi kiri dan kanan gerbang.

Bangunan utama Candi Bahal I terletak di tengah halaman, menghadap ke gerbang. Di antara bangunan utama dan pintu gerbang terdapat  fondasi atau panggung berbentuk  dasar bujur sangkar berukuran sekitar 7 x 7 m2. Tangga  naik ke panggung yang dibuat dari batu merah tersebut terdapat di sisi timur, berhadapan dengan tangga naik ke bangunan utama, dan di sisi  barat panggung, berhadapan dengan tangga untuk turun dari gerbang.


Di bagian selatan halaman, sejajar dengan fondasi tersebut di atas, berjajar dua fondasi berukuran 3 m2 dan 2,5 m2. Tidak didapatkan informasi apakah di atas  ketiga fondasi tersebut tadinya terdapat  bangunan atau tidak. Tidak diketahui juga fungsi ketiganya.


Bangunan utama Candi Bahal I merupakan yang terbesar dibandingkan dengan bangunan utama Candi Bahal II dan II. Bangunan utama ini terdiri atas susunan  tatakan, kaki, tubuh dan atap candi. Tatakan candi berdenah dasar bujur sangkar seluas sekitar 7 m2 dengan tinggi  sekitar 180 cm.


Di atas tatakan berdiri kaki candi setinggi 75 cm, dengan denah dasar  berbentuk bujur sangkar seluas 6 m2. Selisih luas tatakan dan kaki candi membentuk selasar mengelilingi kaki candi.  Di pertengahan sisi timur, tepat di depan tangga naik ke kaki permukaan candi, tatakan candi menjorok ke luar sepanjang sekitar 4  m dengan lebar sekitar 2 m. Di ujung ‘jalan’ tersebut terdapat tangga yang  diapit oleh sepasang kepala makara di pangkalnya.

Makara adalah hewan yang hanya ada dalam mitos, berwujud setengah ikan  setengah buaya. Mulut arca kepala makara dari  batu tersebut menganga lebar. Dalam mulut yang terbuka tersebut terdapat makhluk yang mirip dengan kinara-kinari, yaitu burung berkepala manusia, seperti yang terdapat pada candi-candi Syiwa di Jawa.


Walaupun  sama-sama terbuat dari batu, arca makara  pengapit tangga ini mempunyai pola hiasan yang berbeda dengan yang terdapat di candi-candi di Jawa pada umumnya. Bagian belakang kepala hewan tersebut dihiasi dengan pahatan lingkaran berjajar, yang tidak ditemukan pada makara candi-candi di Jawa.


Sepanjang  sisi utara dan selatan dinding ‘jalan’ menuju tatakan terdapat pahatan berbentuk orang dalam berbagai posisi. Walaupun banyak bagian pahatan yang sudah rusak, masih terlihat bentuk orang yang tampak seperti sedang menari. Di sepanjang sisi timur atau depan  tatakan terdapat pahatan berbentuk raksasa yang sedang duduk.


Pada dinding utara dan selatan kaki candi tidak terdapat pahatan, sedangkan sepanjang dinding barat (belakang) terdapat  pahatan yang lebih halus  namun sudah tidak jelas lagi bentuknya.
Tubuh candi berupa bangunan bersegi empat dengan alas berbentuk  bujur sangkar seluas 5 m2. Selisih luas tubuh candi dengan permukaan kaki candi membentuk selasar selebar sekitar 1 m. Untuk mencapai pintu masuk ke ruang di dalam tubuh candi terdapat tangga setinggi sekitar 60 cm dari permukaan kaki candi.  Dalam tubuh candi terdapat ruangan kosong berukuran sekitar 3 m2 yang  dikelilingi dinding setebal sekitar 1 m. Lebar ambang pintu masuk  sekitar 120 x 250 cm. Tidak terdapat pahatan yang menghiasi bingkai pintu.


Bentuk atap Candi Bahal I sangatlah unik, tidak menyerupai limas bersusun seperti candi-candi di Jawa Timur, namun juga tidak mirip stupa seperti atap Candi Muara Takus. Bentuk atap Candi Bahal I silinder  dengan tinggi sekitar 2,5 m, seperti kue yang diletakkan di atas tatakan persegi empat. Pahatan untaian bunga melingkari tepian atap.



Masih di dalam halaman Candi Bahal I, di sudut utara halamn belakang bangunan utama terdapat  fondasi berukuran sekitar  2,5 m2 dengan reruntuhan di atasnya. Tidak didapat informasi mengenai  bentuk asli  maupun fungsi semula reruntuhan tersebut.

Bahal II


Candi Bahal II terletak sekitar 100 m dari jalan dan sekitar 300 m dari Candi Bahal I. Pelataran Candi Bahal II sama luasnya dengan pelataran Candi Bahal I dan juga dikelilingi pagar bata, akan tetapi ukuran  bangunan utamanya lebih kecil dari bangunan utama  Candi Bahal I.

Sebagaimana yang terdapat di Candi Bahal 1, pada pertengahan sisi timur, dinding halaman melebar, membentuk lantai yang  menjorok sekitar 4 m ke arah luar halaman candi. Dinding setinggi sekitar 70 cm mengapit sisi kanan dan kiri lantai tersebut sampai ke batas tangga yang terdapat sisi timur (luar).

Bangunan utama Candi Bahal II terdiri atas susunan tatakan, kaki, tubuh dan atap candi. Tatakan candi berdenah dasar bujur sangkar seluas sekitar 6 m2 dan setinggi sekitar 1 m. Di atas tatakan berdiri kaki candi setinggi 75 cm, dengan denah dasar  berbentuk bujur sangkar seluas 5 m2. Selisih luas tatakan dan kaki candi membentuk selasar mengelilingi kaki candi.


Tubuh candi yang  berdiri di atas kaki candi berdenah dasar bujur sangkar seluas 4 m2, sehingga di permukaan kaki candi juga terdapat selasar selebar sekitar 1 m.



Dalam tubuh Candi Bahal II juga  terdapat ruangan kosong berukuran sekitar 3 m2, dikelilingi dinding setebal sekitar 1 m. Pintu masuk  selebar sekitar 120 x 250 cm menghadap ke timur tanpa  pahatan hiasan apapun pada bingkainya.

Dinding tatakan, kaki dan tubuh candi juga polos tanpa hiasan pahatan. Atap Candi Bahal II berbentuk limas  dengan puncak persegi empat.  Di sekeliling susunan teratas terdapat deretan lubang yang tidak diketahui fungsinya.

Di depan pangkal tangga bangunan utama  terdapat sepasang kepala makara dengan mulut terbuka. Dalam mulut terdapat makhluk yang tidak jelas bentuknya. Walaupun sama-sama terbuat dari batu, kepala makara ini berbeda bentuknya dengan yang terdapat di depan bangunan utama Candi Bahal I.
Di antara bangunan utama dan pintu gerbang terdapat  fondasi atau panggung berbentuk  dasar bujur sangkar berukuran sekitar 5 m2. Tangga  naik ke panggung yang dibuat dari batu merah tersebut terdapat di utara dan selatan.




Di sudut  utara halaman belakang  bangunan utama terdapat semacam fondasi bangunan yang sudah runtuh. Di sisi timur fondasi tersebut terdapat semacam fondasi lain yang mempunyai tangga untuk naik di dua sisi, yaitu sisi utara dan selatan. Di depan masing-masing tangga terdapat sebuah arca kepala makara yang posisinya membelakangi tangga.  Di dekat fondasi tersebut berserakan beberapa potongan arca batu.

Bahal III



Candi Bahal II terletak sekitar 100 m dari jalan, namun Untuk mencapai lokasi Candi Bahal III orang harus melalui jalan setapak, pematang sawah dan perumahan penduduk. Terdapat banyak kemiripan antara Candi Bahal III dan kedua candi Bahal lainnya. Pelataran candi yang luasnya relatif sama juga dikelilingi pagar batu bata dengan ketebalan dan ketinggian yang sama. Gerbang untuk masuk ke halaman juga terletak di sisi timur. Sama halnya dengan bangunan utama Candi Bahal III yang terletak di tengah pelataran. Gerbang Candi Bahal III lebih mirip dengan gerbang Candi Bahal I, karena tangga naik ke gerbang terletak  di sisi utara dan selatan. Tangga di gerbang Candi Bahal II terletak di timur.




Di antara bangunan utama dan pintu gerbang juga terdapat  fondasi atau panggung berbentuk  dasar bujur sangkar berukuran sekitar 5 m2. Tangga  naik ke panggung yang dibuat dari batu merah tersebut terdapat di utara dan selatan.

Ukuran dan bentuk bangunan utama Candi Bahal III sangat mirip  dengan bangunan utama Candi Bahal II. Pintu masuk ke ruangan dalam tubuh candi juga terletak di timur.

Tidak terdapat pahatan pada bingkai pintu, namun sepanjang dinding tatakan dihiasi pahatan dengan motif yang mirip  bunga. Tidak terdapat pahatan pada keempat sisi dinding tubuh candi. Tidak terdapat pahatan pada keempat sisi dinding tubuh candi.

Atap Candi Bahal II berbentuk limas  dengan puncak persegi empat. Mirip dengan atap Candi Bahal II, namun tidak terdapat deretan lobang pada atap candi ini.

Tidak terdapat hiasan kepala makara di depan tangga naik ke selasar di permukaan tatakan, namun terdapat pahatan yang sudah kurang jelas bentuknya di pipi tangga di kaki candi.

Di utara bangunan utama terdapat batu  potongan arca. Yang sebuah berbentuk seperti tatakan patung dengan hiasan kelopak teratai di sekelilingnya, mirip dengan yang terdapat di Candi Jago maupun Candi Singasari di Jawa Timur.  Sedangkan potongan lainnya tampak seperti bagian kaki dari sebuah arca yang dibuat dalam posisi berdiri, karena di bagian bawah terdapat bentuk kaki, lengkap dengan jari-jarinya.


Museum Bahal
Museum Candi Bahal terletak di seberang pos penjagaan Candi Bahal I. Bangunan museum ini mirip dengan bangunan rumah biasa. Dalam museum tersimpan berbagai bentuk dan jenis bagian candi-candi Bahal yang masih belum diketahui letaknya semula atau, yang karena alasan tertentu, belum dapat dikembalikan ke tempatnya semula.



Di museum tersebut juga dilakukan rekonstruksi potongan dan susunan batu dan bata untuk menemukan kembali  bentuk, susunan dan letaknya semula. Potongan batu yang ditemukan di ketiga situs Candi Bahal umumnya merupakan bagian dari sebuah arca atau hiasan dan bukan merupakan reruntuhan bangunan yang umumnya terbuat dari batu bata.

Di antara objek yang tersimpan dan mengalami proses rekonstruksi di museum adalah potongan arca berbentuk raksasa dalam posisi berdiri sambil memanggul gada. Di samping itu juga terdapat sekumpulan batu bata yang memiliki lubang-lubang yang, konon merupakan jejak kaki binatang. Kumpulan batu bata ini ditemukan pada tahun 2000  di pelataran  Candi Bahal I.

Candi Muara Takus


Candi Muara Takus terletak di desa Muara Takus, Kecamatan Tigabelas Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Jaraknya dari Pekanbaru, Ibukota Propinsi Riau, sekitar 128 Km. Perjalanan menuju Desa Muara Takus hanya dapat dilakukan melalui jalan darat yaitu dari Pekanbaru ke arah Bukittinggi sampai di Muara Mahat. Dari Muara Mahat melalui jalan kecil menuju ke Desa Muara Takus. Kompleks Candi Muara Takus, satu-satunya peninggalan sejarah yang berbentuk candi di Riau. Candi bernuansa Buddhistis ini merupakan bukti bahwa agama Budha pernah berkembang di kawasan ini. Kendatipun demikian, para pakar purbakala belum dapat menentukan secara pasti kapan candi ini didirikan.

Ada dua pendapat mengenai nama Muara Takus. Yang pertama mengatakan bahwa nam tersebut diambil dari nama sebuah anak sungai kecil bernama Takus yang bermuara ke Sungai Kampar Kanan. Pendapat lain mengatakan bahwa Muara Takus terdiri dari dua kata, yaitu “Muara” dan “Takus”. Kata “Muara” mempunyai pengertian yang sudah jelas, yaitu suatu tempat sebuah sungai mengakhiri alirannya ke laut atau ke sungai yang lebih besar, sedangkan kata “Takus” berasal dari bahasa Cina, Ta berarti besarr, Ku berarti tua, dan Se berarti candi atau kuil. Jadi arti keseluruhan kata Muara Takus adalah candi tua yang besar, yang terletak di muara sungai.

Candi Muara Takus merupakan candi Buddha, terlihat dari adanya stupa, yang merupakan lambang Buddha Gautama. Ada pendapat yang mengatakan bahwa candi ini merupakan campuran dari bentuk candi Buddha dan Syiwa. Pendapat tersebut didasarkan pada bentuk bentuk Candi Mahligai, salah satu bangunan di kompleks Candi Muara takus, yang menyerupai bentuk lingga (kelamin laki-laki) dan yoni (kelamin perempuan). Arsitektur candi ini juga mempunyai kemiripan dengan arsitektur candi-candi di Myanmar. Candi Muara Takus merupakan sebuah kompleks yang terdiri atas beberapa bangunan.

Bangunan yang utama adalah yang disebut Candi Tuo. Candi ini berukuran 32,80 m x 21,80 m dan merupakan candi bangunan terbesar di antara bangunan yang ada. Letaknya di sebelah utara Candi Bungsu. Pada sisi sebelah timur dan barat terdapat tangga, yang menurut perkiraan aslinya dihiasi stupa, sedangkan pada bagian bawah dihiasi patung singa dalam posisi duduk. Bangunan ini mempunyai sisi 36 buah dan terdiri dari bagian kaki I, kaki II, tubuh dan puncak. Bagian puncaknya telah rusak dan batu-batunya telah banyak yang hilang.

Candi Tuo dibangun dari campuran batu bata yang dicetak dan batu pasir (tuff). Pemugaran Candi Tuo dilaksanakan secara bertahap akibat keterbatasan anggaran yang tersedia. Pada tahun 1990, selesai dikerjakan bagian kaki I di sisi timur. Selama tahun anggaran 1992/1993 pemugaran dilanjutkan dengan bagian sisi sebelah barat (kaki I dan II). Volume bangunan keseluruhan mencapai 2.235 m3, terdiri dari : kaki: 2.028 m3, tubuh: 150 m3, dan puncak: 57 m3. Tinggi bangunan mencapai 8,50 m.



Bangunan kedua dinamakan Candi Mahligai. Bangunan ini berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10,44 m x 10,60 m. Tingginya sampai ke puncak 14,30 m berdiri diatas pondamen segi delapan (astakoma) dan bersisikan sebanyak 28 buah. Pada alasnya terdapat teratai berganda dan di tengahnya menjulang sebuah menara yang bentuknya mirip phallus (yoni).

Pada tahun 1860, seorang arkeolog Belanda bernama Cornel de Groot berkunjung ke Muara Takus. Pada waktu itu di setiap sisi ia masih menemukan patung singa dalam posisi duduk. Saat ini patung-patung tersebut sudah tidak ada bekasnya. Di sebelah timur, terdapat teras bujur sangkar dengan ukuran 5,10 x 5,10 m dengan tangga di bagian depannya. Volume bangunan Candi Mahligai 423,20 m3 yang terdiri dari volume bagian kaki 275,3 m3, tubuh 66,6 m3 dan puncak 81,3 m3. Candi Mahligai mulai dipugar pada tahun 1978 dan selesai pada tahun 1983.



Bangunan ketiga disebut Candi Palangka, yang terletak 3,85 m sebelah timur Candi Mahligai. Bangunan ini terdiri dari batu bata merah yang tidak dicetak. Candi Palangka merupakan candi yang terkecil, relung-relung penyusunan batu tidak sama dengan dinding Candi Mahligai. Dulu sebelum dipugar bagian kakinya terbenam sekitar satu meter. Candi Palangka mulai dipugar pada tahun 1987 dan selesai pada tahun 1989. Pemugaran dilaksanakan hanya pada bagian kaki dan tubuh candi, karena bagian puncaknya yang masih ditemukan pada tahun 1860 sudah tidak ada lagi. Di bagian sebelah utara terdapat tangga yang telah rusak, sehingga tidak dapat diketahui bentuk aslinya. Kaki candi berbentuk segi delapan dengan sudut banyak, berukuran panjang 6,60 m, lebar 5,85 m serta tingginya 1,45 m dari permukaan tanah dengan volume 52,9 m3.



Bangunan keempat dinamakan Candi Bungsu. Candi Bungsu terletak di sebelah barat Candi Mahligai. Bangunannya terbuat dari dua jenis batu, yaitu batu pasir (tuff) terdapat pada bagian depan, sedangkan batu bata terdapat pada bagian belakang. Pemugaran candi ini dimulai tahun 1988 dan selesai dikerjakan tahun 1990. Melalu pemugaran tersebut candi ini dikembalikan ke bentuk aslinya, yaitu empat persegi panjang dengan ukuran 7,50 m x 16,28 m. Bagian puncak tidak dapat dipugar, karena tidak diketahui bentuk sebenarnya. Tinggi setelah dipugar 6,20 m dari permukaan tanah, dan volume nya 365,8 m3.

Menurut gambar yang dibuat oleh J.W. Yzerman bersama-sama dengan TH. A.F. Delprat dan Opziter (Sinder) H.L. Leijdie Melvile, di atas bangunan yang terbuat dari bata merah terdapat 8 buah stupa kecil yang mengelilingi sebuah stupa besar. Di atas bangunan yang terbuat dari batu pasir (tuff) terdapat sebuah tupa besar. Di bagian sebelah timur terdapat sebuah tangga yang terbuat dari batu pasir.

Selain bangunan-bangunan tersebut di atas, di sebelah utara, atau tepat di depan gerbang Candi Tuo terdapat onggokan tanah yang mempunyai dua lobang. Tempat ini diperkirakan tempat pembakaran jenazah. Lobang yang satu untuk memasukkan jenazah dan yang satunya lagi untuk mengeluarkan abunya. Tempat pembakaran jenazah ini, termasuk dalam pemeliharaan karena berada dalam komplek percandian. Di dalam onggokan tanah tersebut terdapat batu-batu kerikil yang berasal dari sungai Kampar. Di di luar kompleks Candi Muara Takus, yaitu di beberapa tempat di sekitar Desa Muarata takus, juga diketemukan beberapa bangunan yang diduga masih erat kaitannya dengan candi ini.


No comments:

Post a Comment