Tuesday, May 1, 2012

Duh…, Manisnya Nenas Pakpak


Duh…, Manisnya Nenas Pakpak


Senin, 31 Okt 2011 08:55 WIB
"Menanam nenas jauh lebih menguntungkan dibanding komoditas hortikultura lainnya. Selain perawatannya mudah dan murah, harga jual nenas juga tinggi. Dan, dalam sehari saya bisa menjual buah nenas sekitar 30 buah dengan harga jual rata-rata Rp 5.000. Tidak hanya itu, nenas Pakpak dari dulu sudah sangat terkenal sehingga tidak sulit untuk memasarkannya."

Itulah pengakuan Jamiatul Banurea, salah seorang petani nenas di Desa Boangmanalu, Kecamatan Salak, Kabupaten Pakpak Bharat yang ditemui MedanBisnis, belum lama ini di desa tersebut.

Menurut Jamiatul, dengan sistem penjualan langsung yang dilakukannya sendiri laba yang diperoleh jauh lebih banyak ketimbang menjualnya dengan agen atau pedagang pengumpul. Buah-buah nenas yang dipanen dari kebunnya itu dipajangnya persis di depan rumahnya yang memang berada di pinggir jalan raya.

"Kalau kita menjual langsung, harga yang kita buat bervariasi tergantung dari besar kecilnya buah. Kalau  ukurannya besar, harganya bisa Rp 7.000 - Rp 8.000 per buah tapi kalau ukurannya kecil biasanya saya jual Rp 10.000 untuk tiga buah," aku pria berusia 45 tahun ini.

Namun, bila dirata-ratakan harga nenas yang dijualnya Rp 5.000 per buah. Dengan harga tersebut, dalam sebulan ia bisa memperoleh pendapatan berkisar Rp 4,16 juta atau berkisar Rp 50 juta dalam setahun. "Uang yang diperoleh lumayan, bisa menutupi kebutuhan sehari-hari, biaya sekolah anak-anak dan sisanya untuk ditabung," katanya tersenyum.

Biasanya kata dia, pembeli yang datang ke "kios"nya adalah pendatang dari luar daerah Pakpak Bharat, seperti dari Medan untuk dijadikan oleh-oleh. "Mereka (pembeli-red) yakin kualitas nenas yang kita jual tidak akan mengecewakan tidak seperti nenas-nenas dari daerah lainnya yang rasanya terkadang asam," ujarnya.

Budidaya nenas sudah dilakukan bapak dua putra dan tiga putri ini sejak lima tahun silam. Tingginya harga jual nenas dan selalu stabil membuat Jamiatul meninggalkan tanaman kopi ateng yang sebelumnya dibudidayakannya.

Menurutnya, tanaman kopi banyak risiko terutama soal harga yang selalu fluktuatif mengikuti harga luar negeri dan cenderung turun di samping tingginya biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk membeli pupuk dan obat-obatan. Apalagi saat ini, tanaman kopi banyak diserang hama dan penyakit sehingga produksinya menurun.

"Tadinya, tidak semua lahan kopi saya gunakan untuk menanam nenas, hanya sebagian saja. Tapi, karena menanam nenas jauh lebih ringan perawatannya maka tanaman kopi yang adapun saya bongkar semuanya dan saya alihkan ke tanaman nenas. Jadi, nenas yang saya tanam sekarang ini masih 4.000 pokok," terang Jamiatul.

Bicara tentang budidaya, Jamiatul mengaku, menanam nenas sangat mudah dan nyaris tanpa biaya yang berarti. Dengan menggunakan bibit lokal unggul, nenas yang ditanam sudah dapat berproduksi saat berumur 1,5 tahun. "Keunikan dari menanam nenas ini adalah anakannya atau tunas-tunas baru yang terus tumbuh. Jadi, kita tidak susah lagi untuk menanamnya kembali saat nenas sudah dipanen. Jumlah anakan yang tumbuh juga banyak dan anakan itu akan berbuah," sebutnya.

Biasanya kata dia, ukuran buah pada anakan pertama, kedua dan ketiga akan lebih besar untuk selanjutnya, ukuran buah berkurang. Namun, soal rasa dan aroma tidak akan berpengaruh, artinya rasa dan aroma nenas Pakpak Bharat tetap manis, renyah dan wangi.

Sedangkan terhadap pupuk yang diberikan, Jamiatul mengaku untuk saat ini tanaman nenasnya belum diberi pupuk dan hanya mengandalkan unsur hara yang ada di dalam tanah saja. Hanya saja yang menjadi masalah selama ini adalah serangan hama berupa tikus dan musang. Tapi itu juga menurutnya tidak terlalu berarti.

Sementara untuk penyakit sejauh ini belum ada. "Intinya, biaya produksi yang saya keluarkan selama menanam nenas ini hanya tenaga dan biaya pestisida untuk membasmi gulma atau rumput. Itu juga tidak terlalu sering dan besar," akunya.

Jadi kata Jamiatul lagi, membudidayakan nenas sangat-sangat menguntungkan tidak seperti tanaman hortikultura lainnya seperti jeruk atau juga tanaman perkebunan seperti kopi yang membutuhkan biaya besar di samping perawatan yang butuh perhatian.

Mengenai bibit yang digunakan, ia mengaku menggunakan bibit nenas lokal. "Nenas Pakpak Bharat dari dulu sudah terkenal dengan rasanya yang manis dan renyah serta aromanya yang wangi. Jadi, kalau untuk bibit saya menggunakan bibit nenas lokal. Apalagi, nenas Pakpak Bharat sudah dipatenkan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) sebagai produk unggulan lokal Sumatera Utara dalam hal ini Kabupaten Pakpak Bharat," ujarnya. (junita sianturi)


Sumber:

No comments:

Post a Comment