Tuesday, May 1, 2012

Danau Toba Sampai Kapan Menangis?


Danau Toba Sampai Kapan Menangis?


Opini - Jumat, 23 Des 2011 01:22 WIB
Oleh : Karmel Simatupang.
Melihat dari dekat, Danau Toba adalah sebuah pemandangan yang
amat luar biasa. Sekira 12 tahun lalu, siapa saja yang sekali datang dan melihatnya pastilah terkena gaya magnetis Toba yang seolah mau menempelnya dan tak ingin meninggalkannya. Pesona tampilannya memberikan energi 3 kali lipat menyegarkan aliran pembuluh darah di sekitar otak dan seluruh bagian tubuh. Namun kini, nasibnya tak seindah semasa dulu. Danau Toba terus menangis. Terus ditinggal pengunjungnya. Gaya magnetisnya perlahan-lahan menurun.

Sebenarnya keelokan Danau Toba (baca: Tao Toba) sudah sejak dahulu kala tersiar keseluruh penjuru dunia sebagai salah satu objek wisata alam di Sumatera Utara. Ditambah fakta, danau terbentuk dari letusan Gunung Toba yang super dahsyat itu. Maka tak heran danau ini pun dinobatkan sebagai situs sejarah dunia dan salah satu keajaiban dunia. Namun perhatian pemangku kepentingan terhadapnya tidak pararel. Danau Toba seperti dianaktirikan sebagai tujuan wisata domestik maupun mancanegara.

Minimnya perhatian pemerintah dalam pengelolaan dan promosi danau, tentu berakibat fatal kepada jumlah dan intensitas pengunjung. Selain karena ketidaktahuan informasi tentang Toba juga infrastruktur yang didapati disana kurang memadai.

Turbulensi kehidupan ekonomi politik bangsa ini ikut menyumbang sepinya pengunjung ke wisata ini. Periode tahun 1993, kunjungan wisatawan mancanegara ke Sumatera Utara sekitar 200. 000 orang dan menjadi 265. 000 orang pada 1994. Puncaknya pada tahun 1995 sebesar 300.000 orang. Namun Pascakrisis ekonomi Asia, 1997-1998 yang diikuti jatuhnya rejim otoriter Soeharto, jumlah pengunjung menurun drastis menjadi sekitar 90.000 orang pada 1999.

Selain itu, setelah tragedi Bom Bali tahun 2002 kepariwisataan di tanah air terus-menerus merosot tidak bangkit-bangkit dan tidak bergairah. Meski keparawisataan di Bali dan tempat wisata lain sudah menunjukkan pemulihan, tidak demikian halnya dengan wisata Danau Toba. Kondisi ini berjalan stagnan hingga sekarang. Yang tetap eksis justru eksploitasi dan tekanan fisik destruktif kepada ekosistem Danau Toba, budaya dan seninya.

Sekilas Tentang Danau Toba

Danau Toba dengan panjang 100 kilometer dan lebar 30 kilometer, dinobatkan sebagai danau vulkanik terluas di dunia. Danau Toba dengan pulau Samosirnya terbentuk sekitar 74.000 tahun lalu setelah Gunung api Toba meletus (Youngest Toba Tuff) dan membentuk kaldera raksasa. Sebelum itu Toba juga pernah meletus sekitar 501.000 tahun lalu (Middle Toba Tuff) dan sekitar 840. 000 tahun lalu (Oldest Toba Tuff), (Kompas, 12/10).

Ekspedisi Cincin Api Kompas, pertengahan Juni 2011 secara gamblang memaparkan bahwa Gunung Toba telah mengubah dunia. Letusannya mengakibatkan hujan asam belerang selama 6 tahun, jejaknya tertimbun di Greenland. Bumi kering, dingin dan gelap selama 6 tahun, badai debu selama 200 tahun, sinar matahari terhalang 90% sehingga tidak terjadi penguapan, suhu lautan turun drastis hingga 5 derajat Celcius dalam hanya ribuan tahun (Kompas, 15/10).

Dari eksplorasi diatas, semestinya lah danau ini menjadi pusat perhatian utama semua pihak yang berkepentingan terutama pemerintah, karena Toba ternyata begitu dahsyat. Gunung Toba yang dulu kian mengerikan karena hampir memusnahkan populasi makhluk hidup dunia berubah menjadi hamparan danau memesona dunia. Danau Toba dengan segala misteri yang tersimpan di dalamnya menjadi laboratorium cukup penting bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama bagi Geolog-Vulkanolog.

Bagi geolog Indyo Pratomo misalnya, Toba adalah geowisata bahkan bisa menjadi geopark (taman bumi). Geowisata adalah penambahan informasi geologi untuk objek wisata. Sedang geopark merupakan konsep konservasi kawasan yang digagas UNESCO di bawah koordinasi Network of Geoparks (InoG). Hanya saja persoalannya jika sudah berstatus geopark menuntut anggotanya aktif mengkampanyekan beberapa aspek dalam geopark yaitu, pendidikan, keilmuan, budaya, komunikasi dan kesejahteraan masyarakat lokal.

Dari segi geografis, geologi, budaya dan sosial, kawasan Danau Toba memiliki karakteristik unik yang berbeda dengan ekosistem daratan rendah dan sistem ekologi daerah lainnya.

Secara tata pemerintahan di seputar Danau Toba terdapat 7 Kabupaten yaitu, Kabupaten Samosir, Tobasa, Tapanuli Utara Humbang Hasundutan, Dairi, Tanah Karo dan Simalungun. Masyarakat di 7 kabupaten ini mempunyai akses langsung dengan danau Toba. Pola hidup masyarakat 85-95% adalah bertani.

Demikian juga dari segi budaya, memiliki beragam budaya dan seni karena dihuni beberapa etnik suku Batak (Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, dan Batak Pakpak). Kabupaten Samosir dengan Sianjur mula-mulanya dibawah Gunung Pusuk Buhit yang diyakini banyak orang Batak sebagai asal-muasal si Raja Batak.

Danau Toba sebagai salah satu tujuan parawisata mancanegara di dunia memiliki karateristik yang unik dan menakjubkan sangat kaya dan beragam variasi wisata yang dapat dikembangkan sebagaimana dikenal di daerah lainnya, antara lain, keindahan alam, wisata alam, berbagai perlombaan diatas danau, wisata budaya dan wisata rohani. Tidak berlebihan bila dianalogikan "Kawasan Danau Toba Sorga Yang Membumi".

Komunitas Earth Society for Danau Toba yang sudah 4 kali mengelilingi danau ini menyimpulkan kondisi kawasan Danau Toba saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. Kerusakan lingkungan yang begitu massif sedang berlangsung walau di sisi lain masih memiliki potensi yang luar biasa pula. Berbagai aktivitas, mulai dari perambahan hutan, industri, pertambangan, pencemaran, industri pariwisata yang mengabaikan lingkungan hidup yang baik dan sehat, perikanan asing dengan sistem kerambah, masuknya beberapa jenis ikan ke Danau Toba yang tidak sesuai dengan habitatnya.

Danau Toba terkesan sebagai WC Raksasa. Gundulnya hutan, banjir dan tanah longsor tidak hanya membahayakan lahan pertanian dan pemukiman penduduk lagi tetapi juga mengakibatkan korban nyawa manusia, kekeringan, kegersangan yang sangat luas dan hanya ditumbuhi ilalang, banyak mati sumber mata air.

Sementara itu di Danau Toba semakin menjamurnya pertumbuhan enceng gondok, ditemukan beberapa jenis tumbuhan di air Danau Toba yang dalam sejarahnya tidak pernah ada tumbuhan tersebut, semakin langkanya habitat ikan asli Danau Toba, seperti ikan Ihan Batak, ikan Mujahir, ikan Mas dan ikan Pora-pora.



Selamatkan Ekosistem Danau Toba

Pada tahun 2010 Presiden telah mengeluarkan Perpres dengan menetapkan kawasan Danau Toba sebagai kawasan strategis nasional. Hal ini tentu sebuah kemajuan, pemerintah memberi perhatian terhadap pengelolaan kawasan Danau Toba yang selama ini terkesan dilupakan. Dalam kerangka itu juga sedang dalam proses pembuatan rencana tata ruang yang khusus untuk itu. Namun Perpres ini perlu dikawal semua pihak, apa dan bagaimana perencanaan pembangunan yang akan dilakukan oleh pemerintah.

Keunggulan komparatif Danau Toba adalah sebagai daerah parawisata, tetapi bagaimana didukung dengan lingkungan hidup yang baik dan sehat, sosial dan budaya yang berbasis budaya lokal, kearifan lokal, mensejahterakan rakyat dan menjamin kehidupan yang berkelanjutan. Oleh karena itu kawasan Danau Toba membutuhkan pembenahan, pengelolaan yang komprehensip dan keterpaduan berbagai pihak.

Hanya dengan niat, motivasi, dan keterpaduan inilah kerusakan ini dapat dipulihkan dan dikembangkan sehingga kawasan Danau Toba dapat diandalkan sebagai daerah wisata yang dikagumi, diunggulkan, dan bermamfaat bagi warga Dunia. Kalau tidak Danau Toba hanyalah kenangan sejarah saja.

Oleh karenanya semua pihak penikmat Danau Toba, harus berkomitmen dalam mewujudkan kawasan Danau Toba sebagai salah satu situs sejarah dunia dan keajaiban dunia. Suatu habitus baru yang tidak serakah dengan alam, berbasis budaya lokal dan kearifan lokal yang mensejahterakan rakyat dan menjamin kehidupan yang berkelanjutan (livehood).***

Penulis sangat mencintai Danau Toba, Putra Toba dan Aktif dalam Gerakan Sosial KDAS (Kelompok Diskusi dan Aksi Sosial), Medan.


No comments:

Post a Comment