Kelemahan pariwisata Samosir
Jarar Siahaan On 22/05/2011
Program pariwisata Pemkab Samosir tidak punya perencanaan matang dan lebih banyak berupa teori. Bupati Mangindar Simbolon dinilai tidak mendesak seluruh aparatnya untuk mendukung pertumbuhan wisata Danau Toba, padahal visi-misi Mangindar adalah membangun pariwisata.
Itulah pokok wawancara koran mingguan Media Tapanuli dengan Binsar Sidabutar (56), mantan Ketua PDI Perjuangan Kabupaten Toba Samosir dan mantan anggota DPRD di kabupaten induk Toba Samosir, Minggu (20/12) di Balige, Kabupaten Toba Samosir. Binsar kini masih tercatat sebagai anggota PDIP. Dia berdomisili di Ambarita, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.
“Contoh kecil saja, buah mangga dari Samosir yang dijual kepada turis banyak yang busuk dan jumlahnya pun kurang. Kondisi ini sudah terjadi sejak dulu, tapi pemerintah tidak berupaya bagaimana supaya hasil mangga Samosir bisa meningkat baik dalam jumlah maupun kualitas,” kata Binsar Sidabutar.
Dia mengatakan, cita-cita Bupati Samosir, Mangindar Simbolon, ketika berkampanye mengikuti pilkada lima tahun silam adalah untuk membangun Kabupaten Samosir sebagai daerah wisata yang indah, aman, dan berbudaya. Namun dalam perjalanan kepemimpinannya lima tahun ini, dia dinilai tidak berhasil membuktikan janjinya.
Bukti kasat mata tidak berhasilnya program wisata Pemkab Samosir, menurutnya, adalah sepinya jumlah kunjungan turis, khususnya pelancong luar negeri. “Masih jauh dari yang diharapkan. Entahlah, mungkin karena kabupaten ini usianya masih muda,” kata Binsar Sidabutar.
Secara garis besar dia menyebut kelemahan program pariwisata Samosir dan Danau Toba ialah tidak adanya perencanaan yang matang dari pemerintah daerah. “Tidak ada blue-print yang jelas. Dimulainya dari mana, diakhiri di mana, tidak jelas,” katanya.
Begitu Bupati Mangindar Simbolon memprioritaskan pariwisata, seharusnya bidang-bidang lain harus digenjot untuk menunjang wisata. Misalnya pertanian, peternakan, dan perkebunan harus pula diarahkan menjadi pendukung wisata.
“Mana ada pertanian yang dibangun untuk pendukung wisata seperti di daerah Jawa. Buah mangga Samosir yang dijual saja banyak yang busuk, mengapa dinas terkait tidak mengembangkan kebun mangga yang berkualitas,” kata Binsar Sidabutar.
Jalan-jalan di Simanindo bahkan Kota Pangururan juga banyak yang rusak parah dan tampak seperti kubangan kerbau bila musim hujan. Gerbang wisata Samosir, yaitu Tomok, juga sudah terlalu padat dan sumpek. Seharusnya pemerintah mengembangkan dan menata Tomok agar lebih lapang.
“Dang tarhona mambahen tugu Si Raja Batak. Turis-turis mancanegara tidak tertarik melihat tugu. Lihatlah di Balige, monumen Pahlawan Revolusi D.I. Panjaitan, mana pernah turis singgah di sana,” kata Binsar Sidabutar.
Tomok sebagai gerbang wisata Samosir seharusnya tidak memiliki keramba-keramba apung, karena keramba di pantai ikut menyumbang kotornya air Danau Toba. Kelemahan lain pariwisata Samosir adalah kurangnya kesadaran masyarakat pelaku wisata, khususnya dalam hal kebersihan lingkungan.
Para pejabat publik seperti eselon II di Pemkab Samosir, menurut Binsar, tidak sedikit yang menetap di luar daerah, misalnya Kota Medan. Pada Jumat sore hingga hari Minggu para pejabat sering berangkat ke Medan menemui keluarganya, dan otomatis mereka membelanjakan uangnya di Medan. Jika Pemkab Samosir benar-benar ingin mengembangkan wisata, seharusnya Bupati Samosir, Mangindar Simbolon, dan para pejabat setempat lebih dulu memberi contoh dan teladan kepada masyarakat dengan berekreasi di Samosir, bukan malah mencari hiburan ke Medan. » Jarar Siahaan dotcom
Saya menulis berita ini di suratkabar mingguan Media Tapanuli edisi Januari 2010.
------------------ JararSiahaan.com ------------------
No comments:
Post a Comment