Berbagai kalangan dari lintas profesi di daerah ini menilai pembentukan Otorita Danau Toba (ODT) sebagai badan atau lembaga khusus mengelola potensi dan kawasan Danau Toba sebagai objek wisata maupun basis lingkungan hidup (ecotourism) dan potensi sumber daya alam (SDA) sekitarnya, sudah tak bisa ditawar-tawar lagi, dan sejatinya harus diwujudkan dalam waktu sesegera mungkin.
Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas HKBP Nommensen Medan Dr Ir Juli Ritha Tarigan MSc, dan Direktur Eksekutif Badan Promosi Pariwisata Daerah (BBPD) Sumut Arthur Batubara MSc, serta anggota tim ahli (bidang habitat) Badan Kordinasi Pelaksanaan Ekosistem Danau Toba (BKP-EDT) Ir Masdin E Girsang, secara terpisah menegaskan agar pemerintah daerah kabupaten-kota hingga propinsi dan tingkat pusat jangan menutup mata dan telinga atas aspirasi lintas masyarakat Sumut yang sudah menggulirkan wacana dan urgensi pembentukan Badan Otorita Danau Toba sejak tahun-tahun lalu.
“Selain pemberdayaan SDA untuk pelestarian lingkungan dan pengembangan pariwisata, pembentukan Otorita Danau Toba juga akan bermanfaat lebih luas bagi sumber daya masyarakat (SDM) setempat. Perlu dicermati bahwa ada puluhan ribu mahasiswa di Medan yang berasal dari kawasan lintas Danau Toba dan Sungai Asahan itu. Di Univ Nommensen saja tak kurang 12.000 mahasiswa dari Danau Toba sekitarnya. Jadi, Otorita Danau Toba ini sebenarnya tak bisa ditawar-tawar lagi. Malah… lembaga ini seharusnya sudah terbentuk sejak beberapa tahun lalu ungkap Juli Ritha Tarigan kepada pers di Medan, Kamis (28/10).
Pentingnya lembaga atau badan otorita Danau Toba ini, ujar dia, terutama karena didasarkan fakta demi fakta atas sejumlah proyek atau program yang selama ini memanfaatkan potensi SDA Danau Toba, ternyata nyaris tak memberikan manfaat yang signifikan apalagi simultan bagi msyarakat sekitarnya, khususnya warga 10 daerah yang meliputi tujuh daerah lintas Danau Toba (Simalungun, Taput, Tobasa, Samosir, Humbang, Dairi dan Karo) dan tiga daerah lintas Sungai Asahan : (Asahan, Batubara, Tanjung Balai).
Proyek yang menggunakan potensi Danau Toba itu antara lain perikanan model keramba jaring apung (KJA) oleh PT Aquafarm Nusantara dan PT Allegrindo Nusantara yang dinilai telah mencemari lingkungan dan ekosistem plus merugikan masyarakat sekitar. Lalu ada PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang melahap kayu-kayu hasil hutan di sejumlah daerah seputar Danau Toba selama ini. PLTA Asahan yang menggunakan debit air Danau Toba secara permanen untuk sumber energi listrik produksi aluminium di PT Inalum, dsb. Belum lagi proyek perhotelan wisata di sekitar Danau Toba yang sejak dulu sudah dipermasalahkan soal pengolahan limbah regulernya.
“Entah kenapa sepertinya luput dari perhatian kita semua selama ini. PLTA Asahan yang hanya berupa proyek energi listrik atas pemanfaatan sebagian air Danau Toba, bisa punya lembaga otorita. Kok Danau Toba yang luas dan multipotensi itu justru tak punya otorita. Padahal, model pemberdayaan masyarakat dengan otorita ini akan sangat bermanfaat seperti yang terwujud di Jerman, perusahaan pestisida terbesar ‘Bayer’ bisa merangkul masyarakat setempat sampai-sampai bisa membentuk club sepak bola kelas dunia. Realisasi paralel ini juga bisa dicapai dengan pelimpahan PT Inalum (dari Jepang) kepada pemerintah dan masyarakat setempat (Sumut), terlepas dari besaran komposisi kepemilikannya nanti,” papar putri mantan Sekda Kota Pematang Siantar itu.
Dia mengutarakan hal itu dalam diskusi pasca seminar dengan beberapa pakar di LPPH ketika membahas rumusan seminar sehari ‘Prospek Inalum Pasca 2013’ yang digelar Yayasan Pecinta Danau Toba (YPDT) Rabu (27/10). Hadir di situ pakar geologi Ir Jonathan Ikuten Tarigan selaku kordinator seminar Ir Gagarin Sembiring dan Arthur Batubara selaku delegasi peserta seminar, dan Yohannes Karo-Karo beserta Horas Sitompul SE selaku tim perumus yang akan menyusun resume khusus untuk diserahkan ke pemerintah pusat dan instansi terkait atas permintaan dan saran anggota DPD RI Parlindungan Purba SH. Targetnya, pemerintah diminta sudah merealisir otorita tersebut paling lambat awal 2011 mendatang. Alasannya, perangkat dan instrumennya sudah ada.
Dalam diskusi pasca seminar Inalum itu langsung muncul rencana untuk menggelar simposium yang khusus mengangkat urgensi Otorita Danau Toba yang akan digelar awal 2011 mendatang. Soalnya, topik pentingnya otorita Danau Toba juga jadi mengemuka di pertemuan kecil itu karena masing-masing menyebutkan telah menerima banyak reaksi dan respon positif dari berbagai pihak soal pentingnya otorita Danau Toba. Hal itu, terutama setelah munculnya pernyataan pakar ekonomi Drs Jhon Tafbu Ritonga MEc dalam acara seminar ‘Inalum’ tersebut, yang antara lain ‘menyuarakan’ bahwa pemerintah pusat seharusnya sudah membentuk Otorita Danau Toba. Sampai-sampai ‘suara’ itu berlapis kecaman (…?…). ‘Jangan sampai Sumut ini merdeka dulu baru ada Otorita Danau Toba…’
Secara terpisah, respon dan reaksi positif atas pernyataan Jhon Tafbu soal pentingnya Otorita Danau Toba itu, antara lain dilontarkan Arthur Batubara (pengusaha properti dan Direktur BPPD Sumut), Masdin ER Girsang (BKP-EDT), Mangaliat Simarmata SH (LSM Earth Society), Joe Nasroon SSos MAP (Direktur APP Darma Agung). Sedangkan jauh hari sebelumnya, rencana otorita Danau Toba ini sudah didukung anggota Wantimpres Letjen TNI (Purn) TB Silalahi, Cosmas Batubara, Lundu Panjaitan SH, Gubsu Syamsul Arifin SE, dll.
Sumber:
No comments:
Post a Comment