Tuesday, March 6, 2012
Sejarawan: Medan Bakal Kehilangan Identitas
Sejarawan: Medan Bakal Kehilangan Identitas
Medan, Sumutcyber- Para sejarawan di Medan menilai secara perlahan Kota Medan akan kehilangan identitas sebagai kota warisan budaya seiring banyaknya gedung-gedung bersejarah di kota itu yang dihancurkan.
Sejarawan Universitas Negeri Medan (Unimed), Dr Phill Ichwan Azhari, di Medan, Kamis (29/10), mengatakan, pengrusakan dan penghilangan bukti-bukti autentik sejarah kota Medan berupa gedung-gedung bersejarah sangat disayangkan.
Hal tersebut terjadi akibat tidak adanya kemauan politik pemerintah kota, terutama dengan mudahnya pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tanpa dilandasi konsep Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota yang jelas.
Demikian pula dengan mudahnya pengembang membelokkan izin peruntukan bangunan ke sektor lain. Oleh pengembang, izin yang dikeluarkan untuk bangunan pusat perbelanjaan diubah menjadi hotel atau perkantoran, seperti yang tampak pada bangunan eks kantor wali kota lama dengan tanpa adanya tindakan dari pemerintah kota.
Sebenarnya, lanjut dia, untuk menjaga kelestarian Benda Cagar Budaya (BCB) seperti situs dan bangunan bersejarah, pemerintah telah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1992.
Khusus di Kota Medan, telah diterbitkan Perda No. 6 Tahun 1988 yang mengatur tentang kelestarian bangunan bersejarah di kota itu.
Akan tetapi tampaknya landasan yuridis tersebut tidak mampu memelihara dan melestarikan bangunan bersejarah yang dimaksud, karena satu demi satu bangunan bersejarah secara disengaja telah dirusak, dibiarkan terlantar dan tidak terawat, katanya.
Bangunan-bangunan bersejarah yang telah hilang seperti Gedung Kerapatan Deli, Gedung Mulo School (SMPN 1 Medan), gedung Lindeteves Stokvis (eks Megaeltra), Gedung Sipef (eks PT Tolan Tiga) dan Vvla-vila DSM di Jalan Perintis.
“Pada bulan ini Vila Kembar yang terletak di jalan Diponegoro juga telah dirobohkan dan segera akan diganti dengan bangunan hotel. Begitu juga terhadap upaya pembiaran sejumlah bangunan bersejarah, sehingga tampak terlantar dan tidak terawat seperti bangunan-bangunan yang ada di Kesawan Medan,” katanya.
Menurut dia, mudahnya berbagai pihak melakukan pembongkaran bangunan bersejarah sebagai dampak ketidakjelasan penegakan hukum yang mengaturnya.
Padahal dari segi kontruksi bangunan, kebanyakan eks bangunan kolonial itu menunjukkan struktur bangunan yang sangat kokoh dan kuat sehingga tidak ada alasan untuk menyebutnya bangunan yang rapuh.
“Semestinya pada setiap upaya yang dilakukan terhadap bangunan bersejarah harus melibatkan pihak-pihak tertentu sehingga diperoleh simpulan terhadap tindakan apa yang harus diperbuat pada bangunan bersejarah tersebut,” katanya.
Sekretaris Badan Warisan Sumatera (BWS) Rika Susanto, mengatakan, mengenai penghancuran Vila Kembar sebelumnya pihaknya telah mendaftarkan bangunan tersebut kepada pemerintah kota untuk dijadikan sebagai bangunan yang wajib dilindungi disamping 42 bangunan yang sudah terdaftar pada Perda No. 6 Tahun 1988, tetapi hingga kini belum juga terealisasi.
“Kami tidak mengetahui apa motifnya sehingga usulan tersebut belum terealisasi hingga sekarang,” katanya.
Sementara staf peneliti Pussis Unimed, Erond Damanik, mengemukakan, payung hukum yang ada selama ini hanya tertuju pada IMB.
Sedangkan bangunan bersejarah adalah bangunan yang sudah berdiri sejak zaman kolonial dan tidak memerlukan IMB, justru yang diperlukan adalah izin penghunian bangunan serta izin pembongkaran bangunan.
Dengan ketiadaan payung hukum ini, pemilik bangunan dengan mudah berdalih bahwa bangunan tersebut adalah miliknya yang mempunyai otoritas terhadap masa depan bangunan itu.
Menurutnya, dua hal itu perlu diatur secara tegas terutama untuk kelestarian bangunan bersejarah dimaksud. Oleh karena itu, sudah sepantasnya landasan hukum yang mengatur kedua aspek tersebut juga selayaknya diterbitkan terutama untuk kelestarian bangunan bersejarah di Kota Medan. (ant)
Sumber:
http://sumutcyber.com/?open=view&newsid=7261
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment