Robohnya Rumah Bolon Purba Pakpak Di Simalungun
MEDAN (EKSPOSnews): Kondisi Rumah Bolon (istana raja bermarga Purba Pakpak) yang merupakan salah satu warisan sejarah dari tujuh kerajaan yang pernah memerintah di Simalungun, Sumatra Utara, kini kondisinya amat memrihatinkan.
"Disamping akses menuju lokasi rusak parah, juga ditumbuhi pepohonan setinggi dua meter. Toko-toko souvenir yang berada di halaman luar istana hanya tinggal puing-puing berserakan dan tak terurus," kata Sejarawan Universitas Negeri Medan (Unimed), Erond Damanik, di Medan, Sabtu (9/1).
Menurut dia, terowongan yang menghubungkan halaman luar ke dalam kompleks istana juga sudah tertimbun oleh pepohonan. Tidak hanya itu, sembilan bangunan utama yang beratapkan ijuk tersebut sudah ditumbuhi benalu.
Kondisi yang cukup mengenaskan lagi, kata dia, bangunan utama yakni bangunan besar yang persis berada ditengah kompleks sebagai tempat kediaman raja keadaannya sudah mulai miring.
Hal ini terjadi karena tiang-tiang penyangga bangunan di atasnya sudah keropos, lapuk, dan terperosok ke dalam tanah.
"Hal ini mengakibatkan kondisi bangunan tidak lagi stabil. Dikhawatirkan, apabila tidak segera dilakukan langkah-langkah restorasi maka warisan Simalungun itu akan roboh," katanya.
Damanik menambahkan, sekeliling istana juga sudah tidak terurus. Hal ini dapat dibuktikan oleh tumbuhan semak yang sudah kian menjorok ke halaman istana.
Lebih mengkhawatirkan lagi, paparnya, ditengah-tengah kompleks istana terdapat jalan yang setiap hari dilalui oleh kendaraan roda dua dan mobil yang ingin memancing ke kolam pemandian raja di sebelah timur istana.
Hal ini tentu saja akan mempercepat robohnya warisan sejarah tersebut. Demikian pula, para pengunjung secara bebas naik turun dan berlari di atas bangunan sehingga dapat membahayakan masa depan bangunan tersebut.
"Tampaknya upaya-upaya pelestarian sangat minim dilakukan oleh pemerintah daerah setempat sehingga kondisi dan keadaan istana itu kian membahayakan," katanya.
Staf peneliti pada Pusat Studi Ilmu Sejarah dan Ilmu Sosial (Pussis) Unimed ini mengatakan, Kerajaan Purba yang bermarga Purba Pakpak itu adalah salah satu Kerajaan Simalungun pada periode Kerajaan Yang Tujuh (Harajaon Na Pitu).
Lalu statusnya dinaikkan dari Partuanan (semacam kejuruan di Melayu) menjadi kerajaan pada 1907 yang diawali dengan penandatanganan Perjanjian Pendek (Korte Verklaring).
Sebelumnya, Kerajaan Purba, Raya dan Silimahuta adalah Partuanan (kejuruan) dari kerajaan Dolog Silau pada masa Kerajaan Yang Empat (Harajaon Na Opat).
Dia menjelaskan, periodesasi kerajaan di Simalungun dapat dibagi dalam tiga bagian yakni, periode Kerajaan Nagur bermarga Damanik (abad ke VII-XIV), periode Kerajaan Yang Empat (XIV-1907) yakni Siantar (Damanik), Tanoh Jawa (Sinaga), Pane (Purba Dasuha) dan Dolog Silau (Purba Tambak).
Serta periode Kerajaan Yang Tujuh (1907-1946) yakni empat kerajaan tersebut ditambah Purba (Purba Pak-pak), Raya (Saragih Garingging) dan Silimahuta (Purba Girsang).
Oleh karena itu, untuk menjaga kelangsungan Rumah Bolon dibutuhkan kerja sama yang sinergis antara Pemkab Simalungun, Partuha Maujana Simalungun (institusi adat tertinggi Simalungun), masyarakat dan seluruh lembaga yang menaruh perhatian terhadap warisan sejarah Simalungun.
"Tanpa adanya kerja sama itu, warisan tersebut akan semakin mengkhawatirkan. Dalam artian bahwa salah satu warisan sejarah sebagai objek destinasi wisata akan segera lenyap," tutur Damanik.(an/osm)
"Disamping akses menuju lokasi rusak parah, juga ditumbuhi pepohonan setinggi dua meter. Toko-toko souvenir yang berada di halaman luar istana hanya tinggal puing-puing berserakan dan tak terurus," kata Sejarawan Universitas Negeri Medan (Unimed), Erond Damanik, di Medan, Sabtu (9/1).
Menurut dia, terowongan yang menghubungkan halaman luar ke dalam kompleks istana juga sudah tertimbun oleh pepohonan. Tidak hanya itu, sembilan bangunan utama yang beratapkan ijuk tersebut sudah ditumbuhi benalu.
Kondisi yang cukup mengenaskan lagi, kata dia, bangunan utama yakni bangunan besar yang persis berada ditengah kompleks sebagai tempat kediaman raja keadaannya sudah mulai miring.
Hal ini terjadi karena tiang-tiang penyangga bangunan di atasnya sudah keropos, lapuk, dan terperosok ke dalam tanah.
"Hal ini mengakibatkan kondisi bangunan tidak lagi stabil. Dikhawatirkan, apabila tidak segera dilakukan langkah-langkah restorasi maka warisan Simalungun itu akan roboh," katanya.
Damanik menambahkan, sekeliling istana juga sudah tidak terurus. Hal ini dapat dibuktikan oleh tumbuhan semak yang sudah kian menjorok ke halaman istana.
Lebih mengkhawatirkan lagi, paparnya, ditengah-tengah kompleks istana terdapat jalan yang setiap hari dilalui oleh kendaraan roda dua dan mobil yang ingin memancing ke kolam pemandian raja di sebelah timur istana.
Hal ini tentu saja akan mempercepat robohnya warisan sejarah tersebut. Demikian pula, para pengunjung secara bebas naik turun dan berlari di atas bangunan sehingga dapat membahayakan masa depan bangunan tersebut.
"Tampaknya upaya-upaya pelestarian sangat minim dilakukan oleh pemerintah daerah setempat sehingga kondisi dan keadaan istana itu kian membahayakan," katanya.
Staf peneliti pada Pusat Studi Ilmu Sejarah dan Ilmu Sosial (Pussis) Unimed ini mengatakan, Kerajaan Purba yang bermarga Purba Pakpak itu adalah salah satu Kerajaan Simalungun pada periode Kerajaan Yang Tujuh (Harajaon Na Pitu).
Lalu statusnya dinaikkan dari Partuanan (semacam kejuruan di Melayu) menjadi kerajaan pada 1907 yang diawali dengan penandatanganan Perjanjian Pendek (Korte Verklaring).
Sebelumnya, Kerajaan Purba, Raya dan Silimahuta adalah Partuanan (kejuruan) dari kerajaan Dolog Silau pada masa Kerajaan Yang Empat (Harajaon Na Opat).
Dia menjelaskan, periodesasi kerajaan di Simalungun dapat dibagi dalam tiga bagian yakni, periode Kerajaan Nagur bermarga Damanik (abad ke VII-XIV), periode Kerajaan Yang Empat (XIV-1907) yakni Siantar (Damanik), Tanoh Jawa (Sinaga), Pane (Purba Dasuha) dan Dolog Silau (Purba Tambak).
Serta periode Kerajaan Yang Tujuh (1907-1946) yakni empat kerajaan tersebut ditambah Purba (Purba Pak-pak), Raya (Saragih Garingging) dan Silimahuta (Purba Girsang).
Oleh karena itu, untuk menjaga kelangsungan Rumah Bolon dibutuhkan kerja sama yang sinergis antara Pemkab Simalungun, Partuha Maujana Simalungun (institusi adat tertinggi Simalungun), masyarakat dan seluruh lembaga yang menaruh perhatian terhadap warisan sejarah Simalungun.
"Tanpa adanya kerja sama itu, warisan tersebut akan semakin mengkhawatirkan. Dalam artian bahwa salah satu warisan sejarah sebagai objek destinasi wisata akan segera lenyap," tutur Damanik.(an/osm)
Sumber:
No comments:
Post a Comment