Saksi Mata: Barus Pernah Jadi Lautan Api
PPM: Kapten Bongsu Layak Bergelar Pahlawan
SIBOLGA-METRO, 23 Pebruari 2009; Kisah sejarah seputar tewasnya Kapten Bongsu Pasaribu, Komandan Batalyon Harimau Mengganas, di Harakka, Barus, tanggal 3 Maret 1947 silam, mendapat sejumlah respon dari pembaca METRO. H Masnudin Tanjung (80), warga Jalan Perumnas Padang Masiang Barus, Sabtu (21/2) mendatangi Kantor METRO, dan mengungkapkan fakta-fakta sejarah di Barus yang belum banyak terekspos. “Data sejarah soal tewasnya Kapten Bongsu Pasaribu perlu dilengkapi. Saya baca di METRO, kepala Kapten Bongsu dipenggal dan ditenteng oleh tentara Belanda. Yang sebenarnya bukan hanya itu, setelah dipenggal, kepala Kapten Bongsu itu ditusuk dengan tombak dan ditenteng di atas tombak itu ke Onan Barus. Dan ada lagi fakta lain yang belum ditulis, yakni Barus pernah menjadi lautan api,” jelas mantan Tentara Pelajar ini di Kantor METRO. Warga Barus ini mengatakan, tak hanya Bandung yang pernah menjadi lautan api. Barus pun pernah dan itu jarang dieskpos. Pada masa Agresi II Belanda masa saat Kapten Bongsu tewas, ada sebuah malam yang tanggalnya dia tak ingat pasti tapi diyakininya masih bisa ditelusuri, di mana hampir separuh dari Kota Barus terbakar. “Soal tanggal, saya harapkan Panitia Bedah Buku ‘Gugurnya Kapten Bongsu’ dapat membantu menelusurinya. Karena saya ini tak hafal tanggal-tanggal. Saya ingin hanya membantu panitia bedah buku, agar dapat melengkapi buku itu dengan fakta-fakta sejarah yang lebih dahsyat pada masa itu. Saya khusus datang dari Barus untuk membantu panitia,” jelasnya bersemangat. Ia mengisahkan, pada suatu malam di masa Agresi II Belanda, ada sekelompok orang yang membakar Kota Barus, dimulai dengan membakar bekas Tangsi Belanda pada pukul 7 malam. “Mereka (ini istilah Pak Masnudin) mulai membakar tangsi Belanda, Rupanya, di tangsi itu ada terkubur sejumlah granat dan bahan-bahan yang mudah meledak. Maka terdengarlah suara letusan keras di seluruh Kota Barus saat itu. Usai membakar tangsi Belanda, mereka membakar pesanggaran, kemudian kantor camat, rumah camat, Pasar Barus, hingga akhirnya separuh Kota Barus hangus terbakar,” lanjutnya. Pagi harinya, datanglah pesawat terbang Belanda dan memberondong Kota Barus dengan peluru selama 2 jam. Beberapa waktu kemudian, Belanda bersama pihak Indonesia diwakili Dr Ferdinand FL Tobing menandatangani kesepakatan berakhirnya serangan di Tapanuli, dan Belanda pun mundur. “Silahkan urut-urutkan masa-masanya, nanti akan dapat tanggalnya,” sarannya. Terkait rencana Panitia Bedah Buku ‘Gugurnya Kapten Bongsu Pasaribu’ yang akan menggelar dialog interaktif di Desa Suga-suga Kecamatan Pasaribu Tobing Tapteng, tempat kelahiran sang kapten, Pak Tanjung mengatakan, lebih tepat jika digelar di Barus, di lokasi tewasnya Kapten Bongsu. Untuk itu, ia berharap dapat berjumpa dengan panitia, untuk melengkapi data-data sejarah sekaligus memberikan sumbang saran yang positif demi pengungkapan sejarah. Selain Pak Tanjung, pembaca METRO, R br Marbun (70), warga Jl MT Haryono Kota Sibolga, juga mengirimkan surat yang menjelaskan, bahwa dirinya adalah salahsatu saksi mata yang melihat kepala Kapten Bongsu dipamerkan Belanda di Onan Barus. “Saat Kapten Bongsu ditembak Belanda, umur saya baru 8 tahun. Memang ia ditembak di pokok (pohon) Harakka, di tempat yang namanya Kincir, antara Siharbangan (Pangagahan) dengan Sihorbo. Kepalanya dipenggal, ditusuk dengan kayu, dan dipajang di pintu onan (pajak) Barus (dulu onan Barus berpagar dan berpintu),” tuturnya dalam suratnya. Ia menambahkan, saat itu, siapa saja yang masuk ke Onan Barus ditanya oleh sekuriti (sekarang satpam): “Kenal ini?” (sambil menunjuk kepala Kapten Bongsu). “Mamak-mamak menggelengkan kepala menyatakan tidak, padahal sebenarnya kenal. Karena takut kekejaman Belanda, hanya mamak-mamak baju hitam dan anak-anak yang boleh ke pekan. Selain itu ditangkap Belanda,” jelasnya dalam suratnya.
PPM: Kapten Bongsu Layak Bergelar Pahlawan
Selain kedua saksi mata di atas, respon atas kisah sejarah Kapten Bongsu Pasaribu, juga datang dari Dewan Paripurna Pemuda Pancamarga Tapteng, Syafruddin Sinaga (49). Datang ke Kantor METRO, warga Jalan Sibolga-Psp, Lingkungan I Hutabalang Kecamatan Badiri ini menjelaskan, Kapten Bongsu selayaknya sudah dari dulu mendapat gelar sebagai Pahlawan Nasional. “Saya sebagai putra pejuang (putra alm Moh Said Sinaga, veteran perang asal Pasar Belakang), secara pribadi sangat bersyukur dan berterima kasih kepada Panitia Bedah Buku, karena telah mengingatkan masyarakat Kota Sibolga-Tapteng akan perjuangan para pejuang, termasuk orangtua kami dan khususnya Kapten Bongsu. Ini diharapkan akan memotivasi generasi muda untuk mengabdi dan berkarya kepada bangsa dan negara,” katanya. Ia mengharapkan Pemkab dan Pemko kedua daerah memberi dukungan terhadap pengusulan Kapten Bongsu sebagai pahlawan nasional. “Kami sebagai anak pejuang selayaknya ikut serta di garis depan, memohon kepada pemerintah, untuk memberi gelar pahlawan kepada Kapten Bongsu Pasaribu. Dan terima kasih kepada Panitia Bedah Buku ‘Gugurnya Kapten Bongsu’ yang telah memfasilitasnya. Buku ‘Gugurnya Kapten Bongsu’ ini diharapkan sebagai pemberitahuan kepada bangsa Indonesia, bahwa Sibolga-Tapteng juga adalah salahsatu basis perjuangan kemerdekaan,” tandasnya. Ia juga mengharapkan agar panitia dapat memfasilitasi penerbitan satu buku tersendiri tentang kisah-kisah perjuangan di Sibolga-Tapteng, karena masih banyak pejuang yang layak disebut pahlawan meski dengan klasifikasi berbeda. “Untuk itu dapat dikonfirmasi kepada para veteran dan saksi mata yang masih hidup, yang jumlahnya semakin sedikit,” katanya. Terkait pengusulan pengajuan kasus pemenggalan kepala Kapten Bongsu Pasaribu ke Mahkamah Internasional, Syafruddin Sinaga mengaku sangat mendukung. Karena peristiwa itu termasuk salahsatu pelanggaran hak asasi. “Kasus itu patut mendapat putusan hukum internasional, sehingga bangsa kita akan mendapat kredit point sebagai bangsa yang menghargai jasa pahlawannya,” jelasnya. Sekedar mengingatkan, panitia akan menggelar Dialog Interaktif Panitia Bedah Buku ’Gugurnya Kapten Bongsu Pasaribu’, di Desa Suga-suga, Kecamatan Pasaribu Tobing, Tapteng, tanggal 28 Februari mendatang. Acara dimulai pukul 09.00 WIB sampai selesai, terbuka untuk umum. Dialog Interaktif rencananya akan menghadirkan pembicara yakni Sejarawan dari Unimed, Prof M Manurung, penulis buku ’Gugurnya Kapten Bongsu Pasaribu’ Dr Parlindungan Tobing, unsur TNI, dari Pemkab Tapteng, tokoh veteran, dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya. Kapten Bongsu Pasaribu tewas dipenggal Belanda di Harakka, Barus, tanggal 3 Maret 1947, dalam usia 24 tahun. Setelah ditembak, lehernya dipenggal, dan kepalanya ke Pasar Barus dan dipertontonkan kepada rakyat.
Sumber:
http://manduamastapanulibarat.wordpress.com/2009/02/23/saksi-mata-barus-pernah-jadi-lautan-api/
No comments:
Post a Comment