SITUS DOLOG BATU NANGGAR,
SEBAGIAN BESAR HILANG DAN TERJUAL
Senin, 27 Januari 2014 | 22.24
“SIMALUNGUN, belum saat nya ku banggakan, kecuali deretan panjang berbaris “Pekerjaan Rumah” memasuki halaman runyam sejarah dan budaya. Aku selalu menulis, sebab hanya dengan ini sejarah dapat ku sampaikan. Aku selalu menulis, sebab hanya baru ini yang dapat ku kerjakan. Barangkali sekarang tidak berguna, tapi kelak pasti ada manfaat nya.”
Foto: Sultan Saragih II |
Baru kali ini, aku melihat foto situs simalungun berbentuk piramid. Pertama, aku segera menghubungi si pemiliki foto di dunia maya bernama Azzam, kedua meminta jadwal bertemu dengan Pak Aslian yang bersedia menghantarkan penulis ke lokasi.
Dolok Maraja sebuah kampung kecil yang hanya berjarak 2 km dari tepi jalan raya medan, tepat nya masuk melalui simpang Sinaksak. Bila naik kendaraan roda dua, dari kota siantar jarak nya hanya setengah jam perjalanan. Pak Aslian lahir dan besar di kampung Dolog Maraja, kini bekerja sebagai Tata Usaha di SMP-SMU Muhamadiyah Siantar.
Mengisi waktu luang sore hari, ia memiliki peternakan sapi dekat rumah, jadi setiap hari harus digembalakan. Berkunjung ke rumah nya, ia mencoba mengurai ingatan nya semasa kecil tentang keberadaan batu bersejarah tersebut. Selain itu, ia memberi saran kepada narasumber lain nya Bapak Juang Damanik (pihak boru dari Partuanon Dolog Batu Nanggar). Menurutnya, Bapak Juang Damanik lebih paham karena masih memiliki garis silsilah.
Bapak Aslian lalu menghantar ke 4 titik lokasi situs yang berada di parhutaan (kampung), pertama tempat panggalangan (memberi sesembahan kepada leluhur) berbentuk piramid, kedua Batu Besar yang berada di tepi sungai Bah Hapal sebagai asal mula nama partuanon tersebut, ketiga kompleks makam leluhur, serta ke empat berupa kumpulan pecahan batu pangulu balang, batu dengan lubang seperti lesung, batu segi empat di tengah permukiman warga kampung.
Masa kanak kanak, kira kira tahun 1985, Pas Aslian ingat sekali bagaimana ia ikut merebut uang logam yang dilemparkan pada acara perbaikan makam leluhur Partuanon Dolog Batu Nanggar. Acara tersebut dilaksanakan dengan gonrang selama 7 hari 7 malam, dimana salah satu kerabat dari Tanjung Pinggir juga meminta tulang belulang leluhur nya ikut dipindahkan ke lokasi tersebut. Sebagian wilayah menjadi tempat penggembalaan kerbau.
Ia juga menuturkan berdasarkan cerita orang kampung tentang keberadaan batu bersejarah lainnya yang telah hilang dan di jual hingga ke Bali berupa arca perempuan bersidekap tangan, kuali kuno, tugu di kompleks pecahan patung pangulu balang. Beberapa batu lagi hilang dan berserakan di antara permukiman penduduk.
Usai melintasi ke empat situs tersebut, Pak Aslian menyarankan penulis langsung ke rumah Bapak Juang Damanik di Kota Serbelawan agar mendapatkan informasi yang lebih lengkap.
Berikut pemaparan dari Bapak Juang Damanik :
Tuan Bosi Purba Girsang adalah sipukkah huta Partuanon Dolog Batu Nanggar, dari administrasi kecamatan sekarang disebut Dolog Maraja, dengan pusat pemerintahan Pamatang Dolog sebagai bagian dari wilayah Harajaon Panei. Tuan Bosi Purba Girsang pada saat itu menjabat sebagai wakil pemerintahan dari Harajaon Panei. Batu Nanggar berasal dari kata simalungun “Nanggar” yang berarti landasan. Situs Batu Besar di tepi Bah Hapal tersebut sebagai asal mula kata Batu Nanggar, yaitu batu landasan digunakan untuk menutupi lubang besar.
Pada masa pemerintahan nya, Tuan Bosi Purba Girsang “tersandung” oleh masalah blasting (pajak) sehingga diberhentikan (non aktif) oleh Raja Panei. Anak laki laki dari Puang Bolon telah meninggal, sedangkan anak dari Puang Parumah, Tuan Badja Purba masih sekolah di Medan. Kemudian, kedudukan nya diganti oleh Tuan Dolog Hataran. Kelak, Tuan Badja Purba mengambil puteri Raja Siantar – Tuan Riah Kadim sehingga diangkat kembali sebagai pejabat pemerintahan partuanon Dolog Batu Nanggar.
(Catatan : Tuan Marihat dari Kerajaan Siantar memiliki 3 puteri – boru Damanik - yang dipersunting oleh Raja Panei, puteri kedua oleh Raja Purba, Tuan Mogang Purba Pak Pak dan ketiga Tuan Bosi Batu Nanggar)
Pada masa selanjutnya memasuki masa kemerdekaan, Tuan Badja Purba menjabat sebagai Bupati Simalungun pertama, meneruskan karir sebagai Kepala Wilayah Sumatera Timur, pada periode selanjut nya menjabat sebagai Bupati Langsa, kemudian Bupati Labuhan Batu dan terakhir sebagai Bupati Karo.
Hingga saat kini, anak Tuan Badja Purba, yakni Tuan Mondan Purba Girsang menjadi penerus selanjutnya. Tapi sampai sekarang kita tak tahu, mengapa situs situs bersejarah tersebut tidak dirawat dan dilestarikan, bahkan hilang dan dijual.
Sengketa Tanah Hak Ulayat Partuanon Dolog Batu Nanggar
Berdasarkan keterangan dari Pak Aslian dan Bapak Juang Damanik, ada sebidang tanah seluas 3 hektar milik Partuanon Dolog Batu Nanggar yang menjadi sengketa. Pada masa empat Pangulu sebelum nya tidak berani memberikan surat tanah, tapi Pangulu sekarang memberikan rekomendasi kepemilikan tanah atas seorang pendatang yang berasal dari Binjai.
Pendatang tersebut menyatakan mendapat mimpi dari kakek nya bahwa tanah tersebut warisan mereka, akhir nya menang di pengadilan. Pihak penggugat dari Partuanon Dolog Batu Nanggar masih melakukan “naik banding” sebab memiliki surat Grand Raja yang ditanda tangani Raja Panei bahwa tanah tersebut tanah lebih yang diberikan kepada Badan Agraria.
Berbicara tentang Simalungun adalah deretan panjang “Pekerjaan Rumah” di halaman rumah, situs yang terabaikan dan Hak Ulayat yang dirampas. Terima kasih kepada Pak Aslian dan Bapak Juang Damanik (hasusuran Partuanon Dolok Malela – Damanik Tomok Huta Mula) atas informasi yang diberikan. Besok kita akan mulai bekerja lagi, Horas !!(Penulis : Sultan Saragih, bekerja di Kajian Budaya Rayantara. )
Sumber:
http://www.beritasimalungun.com/2014/01/situs-dolog-batu-nanggar-sebagian-besar.html
No comments:
Post a Comment