DI Nusantara terdapat sedikitnya 50 populasi etnik dengan karakteristik budaya dan bahasa tersendiri. Sebagian besar dari populasi itu, yakni yang berciri fisik Mongoloid, memunyai bahasa yang tergolong dalam satu filum (keluarga) bahasa yakni bahasa-bahasa Austronesia, yang menunjukkan mereka berasal dari satu nenek moyang yang sama. Sedangkan di Indonesia bagian timur dan Irian (kepulauan Melanesia) terdapat satu populasi dengan bahasa-bahasa yang tergolong dalam berbagai bahasa Papua Melanosoid.
Tulisan terdahulu (Jejak Orang Sasak Purba Bagian 2) sedikitnya telah menjelaskan bahwa Nusantara telah didatangi oleh dua gelombang manusia dari Yunnan Utara, yakni mereka yang merupakan Ras Negroid (Melanosoid) dan Ras Austronesia (Malayan Mongoloid). Kenyataannya, pada masa kini, ciri fisik dan bahasa yang digunakan orang-orang Suku Sasak lebih mencerminkan keturunan Austronesia. Karena itu, sebagian ahli menganggap Pulau Lombok tidak pernah dilewati arus migrasi pada masa Pleistosen, ketika terjadinya migrasi Ras Negroid tersebut.
Namun, penemuan dan penggalian arkeologi belakangan ini memperlihatkan fakta sebaliknya: Pulau Lombok merupakan bagian tidak terpisahkan dari jalur migrasi manusia dan hewan serta sebaran budaya yang berasal dari kala pleistosen di Indonesia.
Penemuan-penemuan teranyar pada tahun 2000 hingga 2004 menunjukkan kehidupan manusia purba di Pulau Lombok berlangsung sejak masa Pleistosen, sekitar 1.808.000 hingga 11.500 tahun yang lalu. Tahun 2000, ditemukan kapak perimbas, kapak genggam, dan fosil tulang di sebuah sungai di Desa Pelambik, Kabupaten Lombok Tengah. Sepanjang 14-28 Oktober 2003, Tim Peneliti Pusat Arkeologi Nasional juga menemukan jejak alat paleolitik di Desa Batukliang dan Desa Buktik, Kabupaten Lombok Tengah, serta di Desa Sembalun, Kabupaten Lombok Utara.
Temuan-temuan arkeologis itu membuktikan bahwa Pulau Lombok sudah didiami oleh manusia yang berciri Ras Negroid ketika Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumbawa masih menyatu dengan Benua Asia (intergalsial-Pleistosen). Merekalah nenek moyang orang Sasak yang tertua.
Kendati begitu, ciri Negroid lambat laun menghilang dari penduduk Pulau Lombok hingga saat ini. Belum ada penelitian serius yang menjawab hal itu. Namun, secara apriori dapat dikatakan, leluhur Lombok dari Ras Negroid itu terdesak atau membaur dengan saudara mudanya dari Ras Melanosoid yang datang kemudian.
Temuan arkeologis lainnya di Pulau Lombok yakni artefak dari masa Megalitikum berupa topeng pipih terbuat dari lempengan emas 18 karat berukuran 8 x 12 sentimeter dan puluhan manik-manik di Dusun Lendang Berora, Desa Sigar Penjalin, Pemenang, Kabupaten Lombok Barat pada tahun 1996. Topeng emas berbentuk wajah manusia lengkap dengan mata, hidung, dan mulut itu diduga berfungsi sebagai penutup wajah mayat dalam upacara penguburan. Sedangkan manik-manik emas berfungsi sebagai perhiasan.
Selain topeng emas, pada Juli 1996 juga ditemukan mata tombak terbuat dari besi, periuk tanah liat yang teknik pembuatannya masih sederhana serta keris, tetapi semuanya sudah rusak akibat berkarat.
Pada Januari 2004, empat potong kerangka manusia purba ditemukan oleh seorang perajin batu bata di Dusun Lendang Berora, Desa Sigar Penjalin, Pemenang, Lombok Barat. Kerangka itu memiliki ciri, berbadan lebih tinggi dari manusia biasa dan bertaring. Selain kerangka, juga ditemukan enam butir emas berbentuk pelor roda sepeda.
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional memperkirakan benda-benda purbakala yang ditemukan di situs Lendang Berora itu merupakan artefak paling tua, baik yang terbuat dari emas, besi dan benda-benda gerabah, seperti periuk dan kendi yang dikenal sejak zaman prasejarah atau megalitikum. (Selesai)
Tulisan terdahulu (Jejak Orang Sasak Purba Bagian 2) sedikitnya telah menjelaskan bahwa Nusantara telah didatangi oleh dua gelombang manusia dari Yunnan Utara, yakni mereka yang merupakan Ras Negroid (Melanosoid) dan Ras Austronesia (Malayan Mongoloid). Kenyataannya, pada masa kini, ciri fisik dan bahasa yang digunakan orang-orang Suku Sasak lebih mencerminkan keturunan Austronesia. Karena itu, sebagian ahli menganggap Pulau Lombok tidak pernah dilewati arus migrasi pada masa Pleistosen, ketika terjadinya migrasi Ras Negroid tersebut.
Namun, penemuan dan penggalian arkeologi belakangan ini memperlihatkan fakta sebaliknya: Pulau Lombok merupakan bagian tidak terpisahkan dari jalur migrasi manusia dan hewan serta sebaran budaya yang berasal dari kala pleistosen di Indonesia.
Penemuan-penemuan teranyar pada tahun 2000 hingga 2004 menunjukkan kehidupan manusia purba di Pulau Lombok berlangsung sejak masa Pleistosen, sekitar 1.808.000 hingga 11.500 tahun yang lalu. Tahun 2000, ditemukan kapak perimbas, kapak genggam, dan fosil tulang di sebuah sungai di Desa Pelambik, Kabupaten Lombok Tengah. Sepanjang 14-28 Oktober 2003, Tim Peneliti Pusat Arkeologi Nasional juga menemukan jejak alat paleolitik di Desa Batukliang dan Desa Buktik, Kabupaten Lombok Tengah, serta di Desa Sembalun, Kabupaten Lombok Utara.
Temuan-temuan arkeologis itu membuktikan bahwa Pulau Lombok sudah didiami oleh manusia yang berciri Ras Negroid ketika Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumbawa masih menyatu dengan Benua Asia (intergalsial-Pleistosen). Merekalah nenek moyang orang Sasak yang tertua.
Kendati begitu, ciri Negroid lambat laun menghilang dari penduduk Pulau Lombok hingga saat ini. Belum ada penelitian serius yang menjawab hal itu. Namun, secara apriori dapat dikatakan, leluhur Lombok dari Ras Negroid itu terdesak atau membaur dengan saudara mudanya dari Ras Melanosoid yang datang kemudian.
Temuan arkeologis lainnya di Pulau Lombok yakni artefak dari masa Megalitikum berupa topeng pipih terbuat dari lempengan emas 18 karat berukuran 8 x 12 sentimeter dan puluhan manik-manik di Dusun Lendang Berora, Desa Sigar Penjalin, Pemenang, Kabupaten Lombok Barat pada tahun 1996. Topeng emas berbentuk wajah manusia lengkap dengan mata, hidung, dan mulut itu diduga berfungsi sebagai penutup wajah mayat dalam upacara penguburan. Sedangkan manik-manik emas berfungsi sebagai perhiasan.
Selain topeng emas, pada Juli 1996 juga ditemukan mata tombak terbuat dari besi, periuk tanah liat yang teknik pembuatannya masih sederhana serta keris, tetapi semuanya sudah rusak akibat berkarat.
Pada Januari 2004, empat potong kerangka manusia purba ditemukan oleh seorang perajin batu bata di Dusun Lendang Berora, Desa Sigar Penjalin, Pemenang, Lombok Barat. Kerangka itu memiliki ciri, berbadan lebih tinggi dari manusia biasa dan bertaring. Selain kerangka, juga ditemukan enam butir emas berbentuk pelor roda sepeda.
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional memperkirakan benda-benda purbakala yang ditemukan di situs Lendang Berora itu merupakan artefak paling tua, baik yang terbuat dari emas, besi dan benda-benda gerabah, seperti periuk dan kendi yang dikenal sejak zaman prasejarah atau megalitikum. (Selesai)
Sumber:
No comments:
Post a Comment