Friday, June 22, 2012

GLOBALISASI DAN KECEMASAN GANDA


GLOBALISASI DAN KECEMASAN GANDA

April 5, 2011
TUBUH seringkih ini disuruh bertarung melawan Mike Tyson. Berapa detikkah hitungannya sebelum terjerembab di kanvas? Ring itulah yang dibuka oleh negara-negara maju untuk kita semua. Mereka pagari kepentingan mereka dengan berbagai instrumen. Isyu globalisasi. Langkah perdagangan bebas. Isyuwar on terrorism. Juga mungkin multiculturalism project. Apa yang dikandung olehWahsington Consensus? Sejuta pertanyaan mesti muncul dari dunia ketiga.
Jika cermat menelusuri itu semua, akan tiba pada sebuah penjelasan peta lengkap mengapa Amerika harus terus-menerus memerangi Timur Tengah. Mengapa Israel harus selalu dimenangkan. Mengapa PBB dan badan-badan internasionalnya kita  harus menjadi Boneka. Mengapa kita harus menggunduli hutan kita sendiri. Mengapa kita harus korupsi sebesar-besarnya. Mengapa kita harus menelantarkan pertanian kita. Mengapa kita. Mengapa kita. Mengapa kita.
Pemikiran itu mewarnai sebuah diskusi informal pada suatu ketika. Nun jauh di pelosok, yang orang kebanyakan tidak tahu. Ternukillah sebuah cerita tentang sebuah kawasan kecil. Luat Pahae namanya. Seseorang yang pernah menjadi teman baik Bung Karno, ada di sini dan berkubur di sini dengan tenang. Dialah Menteri PU pertama, Ir.Mananti Sitompul. Dia ikut protes atas  ketidak-adilan dunia dan juga ketidak-adilan Bung Karno. Bersama Soemitro Djojohadikoesomo dan lain-lain ia menyatakan penentangan kepada pemerintah pusat. Dia pulang kampung, dan tak seorang pun mengerti bahasanya di sini, hingga ia menghadap al-khaliq.
Di wilayah Luat Pahae inilah sebuah projek raksasa geothermal dibangun. Empat belas tahun usianya kini belum ada kejelasan. Meski begitu, masyarakat belum dososialisasikan tentang dampak lingkungan yang mungkin terjadi karena proyek. Lahan yang mestinya digantirugi pun oleh perusahaan masih belum tuntas. Empat belas tahun. Bayangkan.
Pemikiran-pemikiran semacam itulah yang muncul dalam setiap pertemuan di antara sejumlah perantau asal Luat Pahae di Medan. Mereka sepakat mendirikan sebuah wadah yang diberinama Persatuan Luat Pahae Indonesia (PLPI).
Setiap orang menaruh harapan yang kuat agar kampung halamannya tidak sekedar sebuah tempat yang indah untuk kembali mengenang masa lalu. Lebih dari itu adalah amat wajar jika setiap orang ingin tidak sekadar sukses di perantauan, tetapi juga berkeinginan menjalin solidaritas sesama perantau dari kampung atau kawasan yang sama. Meski terdapat keberanekaan status sosial, pekerjaan dan kondisi sosial ekonomi di antara mereka, tetapi semuanya ingin berbicara dalam pikiran dan bahasa yang sama untuk memberi sesuatu yang terbaik bagi kemajuan kampung halaman mereka, tanpa ingin pujian dan penghargaan dari siapapun. Kampung halaman adalah sebuah tempat yang sakral, sarat nilai dan mitis bagi setiap orang.
Mereka juga mungkin tidaklah selalu satu dalam iman, juga dalam idiologi dan aliran politik, pekerjaan, keahlian, dan lain-lain. Mereka juga mungkin memiliki masalah dan kesulitan sendiri-sendiri yang belum tentu dapat difahami oleh bekas tetangga mereka sendiri di kampung halaman. Mereka amat mungkin tiba pada suatu kebimbangan untuk menentukan pilihan terbaik di antara kesulitan yang nyata ketika anak-anak mereka beranjak tumbuh dewasa tanpa penghayatan atas nilai dan adat-istiadat yang mereka pegang teguh. Mereka mungkin mulai menyadari sebuah kegagalan dalam proses sosialisasi dalam estafet antar generasi.
Sebagai suku-bangsa yang tercatat termasuk paling tinggi mobilitasnya (horizontal maupun vertikal) di antara suku-bangsa di Indonesia, orang Batak banyak mengisi peran penting dalam berbagai proses perubahan dan institusi lokal maupun nasional dan bahkan internasional. Tetapi tidak seperti tetangga di Sumatera Barat, mobilitas orang Batak dikenal memiliki sifat yang kurang terbuka untuk membicarakan apa yang ditinggalkan di belakang, dalam arti boleh disebut masih minim pengabdian yang dapat diberikan ke kampung halaman. Kosmologi orang Sumatera Barat menempatkan secara berimbang antara alam rantau dan alam kampung halaman yang karena itu migrasinya pun bersifat non-permanent. Berbeda dengan orang Batak pada umumnya, kampung halaman adalah tempat peristirahatan terakhir, apalagi bagi yang amat berhasil di perantauan. Permanent migration bagi orang Batak ini antara lain melahirkan prilaku investasi kurang produktif dalam bentuk pembangunan tambak (kuburan) dibonapasogit (kampung halaman). Tentu dalam hitungan jari akan ditemukan pengecualian bagi orang Batak yang menerapkan gagasan yang mirip dengan gerakan sosial ekonomi perantau Sumatera Barat yang berusaha membangun kampung halaman.
Era globalisasi adalah sebuah keniscayaan yang di dalamnya secara bersamaan muncul sinergi dua arah, yakni gerakan ke arah penyesuaian-penyesuaian nilai dan pola menurut standar universal (sentrifugal) dan gerakan ke arah perkuatan nilai-nilai ad hock yang dapat dan lazim muncul sebagi reaksi atas tantangan-tantangan yang ditemukan saat adaptasi diri ke nilai dan pola universal (sentripetal). Tingginya ancaman globalisasi muncul karena masyarakat di benua mana saja telah tiba dalam satu dunia yang tak berbatas (borderless), dengan lalu lintas barang, jasa dan manusia dan terlebih komoditi informasi yang  seolah tak terkendalikan. Oleh karena itu bentuk-bentuk persekutuan ekonomi, politik dan sosial budaya lokal menjadi sebuah keniscayaan. Dalam hal inilah semua pihak memandang amat wajar munculnya gerakan dan konsolidasi perkuatan lokal dalam rangka kesiapan  berkompetisi di dunia global.
Bertolak dari keinginan luhur untuk memajukan kampung halaman dan taraf kesejahteraan para perantau, kami, para perantau asal Luat Pahae, Tapanuli Utara, memandang perlu membentuk sebuah organisasi yang kelak dapat diandalkan tidak saja menjadi wadah pemersatu, tetapi juga menjadi wadah konsolidasi dan perumusan gagasan dan tindakan-tindakan nyata untuk memajukan Luat Pahae dan para perantaunya. Wadah ini juga diharapkan memegang peran penting dalam proses sosialisasi nilai kepada generasi muda, sambil memupuk solidaritas di antara sesama generasi penerus itu. Dalam diri para penggagas perkumpulan ini ada tekad dan kesadaran sebagai warga asal Luat Pahae yang dianggap penting untuk ditumbuh-suburkan, bersamaan dengan solidaritas sebagai warga Negara, bangsa dan dunia yang menuntut tidak saja kepekaan, tetapi juga kemampuan dalam hidup bersama dan bersaing sehat di antara sesama generasi penerus itu.
Setelah melalui serangkaian pembicaraan yang melibatkan para pinisepuh, kalangan pemerintahan, tokoh agamawan, baik yang ada di perantauan maupun yang berdomisili di kampung halaman, dan tanpa mengabaikan jasa dan sumbangsih moral dan material dari banyak orang yang secara tulus telah ikut-serta mendorong berdirinya organisasi ini, maka disepakatilah pembentukan organisasi perantau asal Luat Pahae dengan nama PERSATUAN LUAT PAHAE INDONESIA dengan PLATFORM sebagai berikut.
  1. Organisasi ini kami beri nama PERSATUAN LUAT PAHAE INDONESIA disingkat PLPI dengan  keberadaan di seluruh Indonesia, serta berkedudukan dan berkantor pusat di Kota Medan. Jatidiri PLPI adalah bersatu berdasarkan kasih sayang dan hubungan silaturrahim dengan menjunjung tinggi adab dan adat serta budaya Batak dengan semboyan bersatu membangun Luat Pahae.
  2. PLPI berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  3. PLPI didirikan untuk mempersatukan seluruh warga perantau Luat Pahae dalam sebuah pengorganisasian yang efektif guna memudahkan pengembangan potensi dan sumberdayanya agar dengan demikian selalu semakin mudah jalan untuk usaha dan ikhtiar dalam memajukan Luat Pahae dan warganya, baik di kampung halaman maupun di perantauan. Dengan pendirian organisasi ini juga dikandung maksud untuk meningkatkan keberadaan, peran serta dan sumbangsih warga luat Pahae dalam berbagai lapangan kehidupan sebagai bentuk keikut-sertaan membangun harkat dan martabat negara dan bangsa Indonesia sesuai dengan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945. Kebutuhan advokasi dan atau prakarsa utnuk kontak-kontak dan koordinasi antar berbagai pihak yang terkait untuk membangun persamaan persepsi, dan gerak bersama dalam pelaksanaan pembangunan, termasuk dalam menanggulangi berbagai masalah sosial, ekonomi dan budaya,  baik yang diakibatkan oleh perubahan sosial maupun kejadian-kejadian luar biasa seperti bencana alam dan lain-lain, juga dinilai penting sebagai alasan berdirinya organisasi ini. Dengan organisasi ini akan digiatkan usaha-usaha dan motivasi masyarakat untuk pembangunan khususnya di Luat Pahae, Tapanuli Utara, Sumatera Utara dan Indonesia.
  4. Setiap warga negara yang berasal dari, dan atau berdomisili di Luat Pahae atau setiap warga negara yang secara garis keturunan dapat ditemukan runtut hubungan kekerabatannya (tarombo) dengan warga yang berasal dari Luat Pahae secara sukarela menjadi anggota wadah ini. Warga negara yang oleh karena jasanya yang dianggap luar biasa terhadap Luat Pahae dapat dikukuhkan sebagai anggota kehormatan.
  5. Untuk mengemban tugas-tugas organisasional dan tanggungjawab ke dalam dan keluar, maka Kepengurusan PLPI dibentuk dengan ciri dan karakter kolektif dan kolegial serta disusun berdasarkan prinsip Adat Dalihan Na Tolu.
Sejumlah orang akan membubuhkan tandatangannya pertanda pengakuan dan dukungan. Meski begitu, secara efektif orang-orang ini sudah cukup lama saling memberi dan menerima informasi tentang kampung halaman mereka. Kepedulian mereka juga terkadang ditunjukkan dengan berbagai advokasi kepada masyarakat. Kelak akan tercatat sebagai pendiri organisasi Persatuan Luat Pahae Indonesia di antaranya dr. Hulman Sitompul, Sp.OG, Shohibul Anshor Siregar, Manahara Sitompul, Huminsa Sitompul, Prof.Dr.Harun Sitompul, Nelson Parapat, SH, dr Panangian Siregar, Lamsiang Sitompul, SH, Suhut Mangatur Tarihoran, S.Pd, Drs.Mayjen Simanungkalit, Jujur Simatupang, Drs.Parenta Ritonga, M.Si, Ir Remon Simatupang, MSc, Huntal Togatorop, Herman Tampubolon, dan lain-lain.
Jika berjalan dengan sukses, kerja pertama mereka pada babak baru ini akan banyak terfokus pada upaya pemberian pengertian untuk menumbuhkan kemampuan adaptasi masyarakat Luat Pahae terhadap proyek geothermal. Proyek ini mendatangkan keuntungan untuk pemerintah daerah dan juga pemerintah pusat. Tentu juga menjadi hak normatif bagi masyarakat Luat Pahae untuk ikut serta mendapat sokongan kesejahteraan.
Hal-hal yang kelak menjadi penelaahan rinci dan pemrograman yang serius tentulah soal kelembagaan ekonomi, infrastruktur, revitaluisasi pertanian dan akses pasar. Besar sekali pekerjaan yang harus dihadapi bersama seluruh masyarakat, pengelola proyek dan pemerintah daerah.
Dari berbagai wilayah tertentu yang memiliki pengalaman dengan kehadiran proyek-proyek besar seperti ini selalu ada catatan keluhan. Semoga itu tidak terjadi di Luat Pahae.
PLPI didirikan untuk tujuan yang murni dan itu amat luas. Selamat berkiprah.

No comments:

Post a Comment