Thursday, June 14, 2012

SITUS SEJARAH KOTA RENTANG


SITUS SEJARAH KOTA RENTANG

Kota Rentang berada di dataran rendah yang merupakan bagian lembah Deli di wilayah pantai Timur Sumatera. Terletak di posisi 30 43’ Lintang Utara dan 980 38’ Bujur Timur yang dapat dicapai dari Kota Medan setelah menyusuri tepi Sungai Deli sejauh 14 km ke arah Utara/Belawan, dan kemudian menyeberangi sungai Deli sejauh 2 km ke arah Barat. Terletak pada 1,5 meter dari permukaan laut (dpl) dan merupakan lahan rawa yang banyak dipengaruhi pasang surut air laut. Diyakini, kawasan ini memiliki kesibukan yang luar biasa sebagai Bandar pelabuhan besar berskala Internasional yang dikelola dibawah satu kekuatan administratif pada masa abad ke-7 M hingga 14 M.

Situs Sejarah Kota Rentang Hamparan Perak Sumatera Utara memiliki periode sejarah yang dekat dengan Kota Rentang. Sebelumnya, nama situs sejarah ini tidak pernah kemukakan dalam literatur sejarah Sumatera Utara. Namun demikian, nama lokasi tersebut telah disebutkan sebanyak 4 kali di dalam Sejarah Melayu dengan nama ”Rentang’ yang bermakna menyebar.

Berdasarkan temuan arkeologis berupa pecahan keramik, batu bata berfragmen candi ataupun batu nisan menunjukkan periode yang sama dengan masa keemasan dinasti Sung (abad ke-10) dan Yuan (abad ke-13) di Tiongkok, ataupun nisan yang percis sama dengan yang terdapat di Aceh. Hal ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh sarjana dari Indonesia, Singapura, Inggris, dan Amerika Serikat yang menemukan situs Kota Rentang yang terletak di Desa Kota Rentang, Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serdang. Temuan itu sekaligus melengkapi data sejarah yang pernah ada di Sumatera Utara. Temuan tersebut menunjukkan bahwa di Sumatera Utara pernah ada aktivitas penghunian. Buktinya, ada banyak temuan keramik China, batu nisan, dan tulang hewan.

Walaupun demikian, penelitian lanjutan berupa kontruksi sejarah masih perlu dilakukan untuk menyelidiki aktivitas sebelum atau sesudah kedatangan Islam di pesisir timur Sumatera. Aneka keramik yang ditemukan peneliti paling banyak berasal dari Dinasti Yuan abad ke-13-14. Ada juga temuan keramik dari Dinasti Ming abad ke-15, keramik Vietnam abad ke-14-16, keramik Thailand abad ke-14-16, keramik Burma abad ke-14-16, dan keramik Khmer abad ke-12- 14. Adapun batu nisan yang ada di lokasi bergaya Islam dengan bertuliskan syahadat tanpa ada angka tahun. Di sekitar lokasi, juga terdapat batu bata yang diduga bahan bangunan sebuah candi. Namun, belum dapat dipastikan apakah batu bata merah itu potongan candi. Batu-bata itu terkonsentrasi di sebuah gundukan tanah dengan sarang rayap di sekitarnya.

Peneliti asal Inggris, McKinnon, menduga keberadaan situs itu erat kaitannya dengan situs Kota China dan situs Kerajaan Aru. Awal penemuan situs itu adalah pada 1972 saat Mc Kinnon mengunjungi lokasi itu bersama kolektor barang antik. Diyakini bahwa Kerajaan Aru pernah mengirimkan utusannya ke Tiongkok pada 1290. Sementara itu, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional Tony Djubianto mengatakan bahwa temuan situs itu sangat besar artinya bagi penelusuran jejak sejarah budaya Sumut. Lokasi penemuan ini terletak sekitar 20 km dari Kota Medan. Lokasi penggalian dan penemuan barang kuno dekat dengan sungai Arang Dalu dan 12 km menuju laut Belawan.

Beberapa asumsi diajukan oleh peneliti bahwa penghunian dan kegiatan/aktifitas di Kota Rentang berlangsung pada sekkitar abad ke 12-14 M dan diduga berfungsi sebagai pusat niaga dengan jalinan dagang melalui pantai dan sungai. Asumsi ini berlangsung oleh penggalan carbondatting terhadap papan kayu perahu yang ditemukan di situs Kota Rentang yang diketahui pembuatannya dari abad ke 12-13 (Wibisono, 1982). Asumsi juga dikuatkan dengan analisa terhadap temuan arca Budha, dilihat dari segi ikonografi menunjukkan kesamaan dengan gaya India Selatan (Tanjore) yang berasal abad ke 12-13 M (Suleiman, 1981). Analisa terhadap temuan kerami menunjukkan bahwa sebagian bersar keramik yang ditemukan di situs Kota Rentang berasal dari abad ke 12-14 M. Jenis keramik yang paling banyak ditemukan di situs Kota Rentang adalah jenis Celadon (green-glazed) yakni jenis keramik yang memiliki ciri-ciri umum berwarna hijau dengan bahan dasar utama stoneware.

Puncak masa keemasan celadon adalah pada masa dinasti Sung abad ke 11-12 M, diproduksi masal untuk memenuhi kebutuhan perdagangan dan eksport. (Ambary, 1984:66). Jenis keramik lainya keramik Chingpai ,(white glaze wares) yang merupakan jenis keramik yang bahan dasarnya menggunakan stoneware dengan glasir warna putih/bening yang dihasilkan dari mineral silica yang kadang mengalami efek samping dari pembakaran pada suhu yang tinggi berupa retakan halus pada permukaan wadah yang sering disebut pecah seribu. Keramik Chingpai diproduksi pada masa dinasti Sung hingga Dinasti Yuan berkisar abad 12 hingga akhir abad ke 14. Di situs Kota Rentang juga terdapat keramik Te Hua wares yakni jenis keramik yang mirip dengan keramik Chingpai, perbedaannya pada tingkat kekasaran perekat bahan serta kurang baiknya proses pembentukan akhir. Keramik ini banyak diproduksi pada dinasti Yuan sekitar abad 14. (Ambary, 1984: 69). Jenis lainnya adalah Coarse stone wares, adalah jenis keramik yang masih kasar dalam proses pembentukannya sehingga butiran pada bahan dasar yang berupa stoneware masih nampak, yang memberi kesan kasar bada bagian badan wadah.

Temuan arkeologis situs Kota Rentang membuktikan bahwa masa lalu sudah berlangsung lama. Dahulu daerah ini difungsikan sebagai salah satu pusat niaga di pesisir timur Pulau Sumatera. Kontak pelayaran dan perdagangan mempertemukan masyarakat pedalaman–yang menghasilkan berbagai komoditas yang diperlukan pendatang dari berbagai penjuru dunia–dengan kelompok masyarakat pedagang dari luar Sumatera. Berbagai kebutuhan masyarakat setempat juga dipenuhi oleh pedagang-pedagang yang datang membawa berbagai barang. Sisa dari sebagian aktivitas itulah yang ditemukan dalam kegiatan arkeologis yang dilakukan di sana dan kelak menjadi sarana penggalian informasi.

Aktifitas hubungan dagang melalui jalur laut secara khusus serta aktivitas maritim secara umum di pesisir timur Pulau Sumatera, tidak dapat dipisahkan dari letak strategis lokasi situs yang menghadap ke selat Malaka. Selat Malaka merupakan jalur perdagangan laut yang ramai dalam rentang waktu yang panjang (mulai abad permulaan masehi hingga abad ke-19). Perdagangan melalui laut memanfaatkan kemajuan teknologi pelauaran melalui penggunaan perahu-perahu dagang beretonase besar dengan memanfaatkan navigasi angin muson. Selat Malaka merupakan jalur sutera laut yang pada awalnya merupakan jalur perdagangan alternatif setelah jalur sutera darat yang menghubungkan Cina dengan daerah India. Seiring dengan perjalanan waktu serta perkembangan teknologi pelayaran, Selat Malaka menjadi jalur perdagangan utama menuju daerah penghasil rempah-rempah, kapur barus, emas, kayu cendana, maupun barang niaga lainnya di wilayah Nusantara. Pasca kejatuhan Kota Rentang pada akhir abad ke 13, maka berdirilah Kota Rentang yang berada di Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang.

Kota Rentang diyakini merupakan bandar yang super sibuk karena percis berada di samping sungai Dalu yang bermuara ke laut Belawan. Pada akhirnya kota ini jatuh atas gempuran pasukan Aceh dan menyingkir ke daerah Delitua di sebelah Timur Kota Medan. Dari sana, lintasan peradapan tua kota Medan menjadi punah selama-lamanya dan hanya dapat direkontruksi dengan melakukan penelitian berkesinambungan sehingga tautan antar periodeisasi sejarah dapat dibentangkan


Erond L. Damanik, M. Si
Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial
Lembaga Penelitian Universitas Negeri Medan


Sumber:
http://ipie3.wordpress.com/2008/12/18/situs-sejarah-kota-rentang/

No comments:

Post a Comment