Tuesday, June 12, 2012

Saat Petani Karet Paluta Tersadar Dari Mimpi


Saturday, 08 March 2008 10:00  
Saat Petani Karet Paluta Tersadar Dari Mimpi

Seperti membawa harta karun, Muhammad Harahap begitu girang saat bertemu istrinya di sebuah ladang di kaki bukit jauh dari Desa Lubuk Torop, Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta). WASPADA Online

Seperti membawa harta karun, Muhammad Harahap begitu girang saat bertemu istrinya di sebuah ladang di kaki bukit jauh dari Desa Lubuk Torop, Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta).

Ia lantas menceritakan apa yang dia dapat selama dua hari ini. “Mau ua boto do mengokulasi (Tapsel: Sudah tahu aku cara mengokulasi,” ceritanya. Tak nyana, cerita berakhir pada penyadaran dan menjadi jawaban atas kekeliruan yang ia lakukan selama ini.

Itulah Muhammad. Ia baru tersadar dari mimpi buruknya selama ini setelah dengan pasti mengetahui bagaimana sebenarnya bertani karet, berikut agar menghasilkan getah yang maksimal. ‘’Saya sangat beruntung mengikuti pelatihan ini sebab sangat-sangat membantu saya,’’ katanya.

Selama 2 hari, 17-18 Februari lalu, Muhammad dan 29 petani karet dari tiga desa di Kecamatan Padang Bolak yakni Lubuk Torop, Rondaman dan Gunung Tua, mengikuti pelatihan budidaya tanaman karet. Gawean Bina Keterampilan Pedesaan (Bitra) Indonesia ituu begitu mendapat antusias besar.

Apa yang terjadi di kebanyakan desa-desa dimana umumnya masyarakatnya bermata pencarian sebagai petani ialah kurangnya pemahaman tentang pola pertanian yang baik.

Apa yang mereka lakukan masih sangat-sangat konvensional, seperti menanam karet tanpa aturan jarak tanam, jumlah batangan dalam satu hektar, masih menggunakan bibit berupa karet tongkat (anak karet yang terdapat di sekitar pokok induk).

Tam Tam Harahap dari Bitra Indonesia menceritakan tentang masih adanya petani yang menanam 1.000 batang pohon karet untuk satu hektar. Sementara idealnya, 500-600 : 1 (500-600 batang untuk satu hektar).

“Atas apa yang dilakukan masyarakat selama ini, jumlah pokok yang bakal menghasilkan hanya 250-300 batang, sisanya tidak produktif dan getah yang diperoleh hanya sebesar biji jengkol per hari,” katanya.

Namun sebenarnya, ujar Tam, persoalan yang mereka lihat sebenarnya bukan hanya karet, tapi juga sawit, juga pertanian padi sawah serta peternakan. “Tapi pada saat ini kita baru melakukan pelatihan atas persoalan tanaman karet,” ujarnya.

Gelisah
Pelatihan ini sendiri digagas Safaruddin Siregar, seorang putra Paluta yang begitu gelisah tentang kondisi ekonomi masyarakat. Sebagai direktur eksekutif, Safar dengan Bitranya sudah sejak lima tahun terakhir ini mendedikasikan kerjanya untuk kegiatan pemberdayaan pertanian dan ekonomi masyarakat Paluta.

“Saya harus mengatakan bahwa apa yang perlu dikembangkan di Paluta saat ini ialah pertanian, karena pertanianlah mata pencarian utama masyarakat dan satunya-satunya potensi unggulan Paluta,” sebutnya.

Pelatihan, lanjut Safar, sangat penting dilakukan sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Dengan terus dilatih, pada akhirnya masyarakat bisa mandiri,” kata Safar. Esensinya, jelas Safar, bagaimana membangun kemandirian masyarakat secara ekonomi melalui pengembangan masyarakat dengan harapan tingkat kesejahteraan naik.

Latar belakang pelatihan ini ialah sebagai jawaban atas persoalan susahnya masyarakat memperoleh bibit karet yang baik dan juga menjawab masalah ketidaktahuan masyarakat tentang pola pertanian yang baik. “Masyatrakat hanya memiliki lahan yang luas, tapi hasil tidak maksimal. Padahal kebutuhan masyarakat saat ini lumayan tinggi,” ujar Safar yang merupakan Staf Ahli Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara ini.

Salah satu yang diajarkan kepada petani ialah cara mengokulasi. Pelatih dari Bitra Indonesia , Delianto, mengatakan, sebenarnya kalau masyarakat mau mempelajari cara okulasi, tidak begitu sulit karena alat-alatnya juga mudah didapat dan bahan-bahannya juga ada di tengah masyarakat sendiri.

Delianto di depan para peserta kemudian memperaktekkan cara okulasi, mulai dari memilih batang induk, memilih entries (batang temple), membibitkannya di lapangan sampai kepada mengokulasi. “Cara ini begitu efektif untuk dicerna peserta,” kata Del.

Di samping itu, masyarakat juga diberitahu membuat bibit karet mulai dari memilih biji karet sampai kepada perawatan bibit, pola penanaman, cara menyadap (mengguris) karet dan perawatan tanaman juga pencegahan jamur terhadap karet.

Persoalan penyakit tanaman karet, peserta diajari membuat trikoderma (pupuk alami) yang tebuat dari sisa kotoran hewan yang suda menjadi tanah, dicampur dengan belerang dan ragi.

Komposisi pupuk: umur 0-5 tahun, setengah kilogram per batang. Usia 5-10 tahun, 1-2 kg per batang. Caranya, tanah di sekeliling batang dikorek dengan kedalaman 5 cm, lalu kenakan leher akar karet dengan pupuk, baru tutup kembali. Itu dilakukan sampai umur 0-10 tahun, masa dimana karet rentan penyakit jamur akar putih (jap) atau cendawan api (comes).
Selama pelatihan, peserta diuji. Masing-masing peserta diminta mengokulasi lima batang pohon karet.

“Ini untuk membuktikan apakah mereka serius dan sudah bisa melakukan okulasi karet. Kalau mereka sudah mampu, mereka akan membuat bibit sendiri. Kita hanya perlu bantu mencarikan batang tempel,” kata Del. Saat pelatihan, Bitra membawa sepuluh batang bakal calon batang temple jenis karet PB260.

Kepala Desa Lubuk Torop, Baginda Siregar, merespon baik kegiatan itu sebab beberapa hal yang menjadi persoalan masyarakat tentang pertanian tanaman karet mulai terjawab. “Saya sangat berharap agar Bitra Indonesia bisa terus melakukan pendampingan kepada masyarakat, khususnya di Lubuk Torop ini, sehingga pelatihan pertanian tanaman karet ini berhasil baik,” kata Baginda.

Bitra sendiri hanya berharap pemerintah memberdayakan masyarakat, terutama tentang pola pertanian yang baik. “Juga membuka akses, pengurusan izin lahan dan pendanaan, karena luasnya lahan masyarakat seyogianya bisa menjadi alat bagi masyarakat untuk mendapat modal ke perbankan,” kata Safar, yang kelahiran Desa Mananti, Kecamatan Simangambat ini. (a22)


Sumber:
http://www.waspada.co.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=13256

No comments:

Post a Comment