Wednesday, December 17, 2014

Kemenyan Barus untuk Yesus

Kemenyan Barus untuk Yesus

Post by frontline defender on Sun Dec 29, 2013 11:19 am
http://baranews.co/web/read/1752/kemenyan.barus.untuk.sang.raja#.Ur-fG_lErvY

Minggu, 29 Desember 2013 10:25 WIB | 50 Views

Enlarge this image


Warga Barus di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, merayakan keberagaman pada hari Natal. Warga dari berbagai latar belakang agama berbagi rasa gembira, syukur, dalam drama, tari, dan nyanyi.
Tanah lapang di tepi Pantai Kedai Tiga, Kecamatan Barus, Sabtu (21/12), meriah sejak sore. Sejak pukul 15.00, masyarakat Barus dan sekitarnya berdatangan dengan sepeda motor, berjalan kaki, dan ada juga yang berombongan naik truk. Di pantai berdiri panggung berukuran 7 meter x 6 meter dengan latar besar bertuliskan Perayaan Natal Oikumene Kabupaten Tapanuli Tengah. Di sebelahnya ada pohon natal setinggi 15 meter.

Bupati Tapanuli Tengah Raja Bonaran Situmeang membuka acara itu dengan menyalakan lilin-lilin besar di depan panggung. Lalu, mengalunlah lagu ”Malam Kudus” dalam bahasa Indonesia dan Batak. Lagu-lagu dalam acara itu diiringi dengan instrumen khas Batak, seperti sulim (seruling), hasapi (kecapi), tagading (gendang), dan ogung (gong).

Sebagian anggota kelompok musik tanpa nama itu adalah pegawai negeri di kantor Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dan sebagian lagi warga Kecamatan Pasaribu Tobing dan Tapian Nauli. Mereka datang dari latar belakang agama yang berbeda-beda.

”Kami sudah berlatih bersama sekitar setahun terakhir, dua minggu sekali, untuk acara besar ini,” kata Martahan Situmorang, koordinator kelompok musik tanpa nama tersebut.

Barus dan orang Majus

Pada acara Natal tersebut disuguhkan operet tentang kelahiran Yesus. Drama-tari itu dimainkan sekitar 2.000 siswa SMA dan SMP dari Kabupaten Tapanuli Tengah. Naskah ditulis Siti Aisyah, Kepala SMA Negeri 1 Andam Dewi. Ia adalah guru Bahasa dan Sastra Indonesia.

”Tidak ada judulnya drama ini. Intinya adalah kisah tentang tiga orang Majus yang memberi persembahan kepada bayi Yesus,” kata Aisyah.

Dalam drama inilah, identitas Tapanuli Tengah, dengan salah satu wilayahnya, yaitu Barus, ditonjolkan. Salah satu dari orang Majus yang bijak ini membawa persembahan berupa kemenyan yang berasal dari Barus untuk ”Sang Raja” yang baru lahir. Orang Majus dalam drama ini digambarkan sebagai orang India yang sejak ribuan tahun lalu bertransaksi kemenyan dan kapur di sekitar Barus.

Adegan awal drama itu menggambarkan keriuhan pasar dan pelabuhan di Barus. Beraneka suku bangsa berinteraksi dengan warga setempat. ”Inilah Barus Raya tempat kita berpijak saat ini. Sejak ribuan tahun lalu, perekonomiannya masyhur karena kemenyan dan kapur barus,” ujar narator, mengiringi adegan.

Kota pelabuhan itu memang dikenal sejak seribuan tahun lalu sebagai kota perdagangan. Sitor Situmorang dalam buku Guru Somalaing dan Modigliani ”Utusan Raja Rom” (Grafindo Mukti, 1993) menuliskan bahwa kota Barus adalah ”jendela utama” bagi warga pedalaman Tapanuli berinteraksi dengan bangsa asing melalui perdagangan.

Sitor menulis, Ptolemaus, seorang sarjana di Aleksandria (Mesir), telah menyebut adanya negara di wilayah Batak bernama Lima Pulau Barus pada tahun 150 sesudah Masehi. Wilayah ”negara” tersebut mencakup kawasan Sumatera Utara hingga Aceh. Sitor meyakini, kata ”barus” yang dimaksud terkait erat dengan komoditas kamper atau kapur barus yang disadap dan dijual oleh masyarakat pedalaman Tapanuli.

Toleransi

Kemenyan barus yang menjadi persembahan untuk Yesus dalam drama tersebut merupakan interpretasi Aisyah. Ia mengumpulkan literatur dan berdiskusi dengan beberapa rekan guru mata pelajaran agama. Aisyah berani menginterpretasikan kisah itu karena ia percaya masyarakat Tapanuli Tengah, khususnya Barus, sangat toleran terhadap agama.

Iwan Nasution (35), warga kota Pandan, Tapanuli Tengah, juga bersaksi demikian. Menurut dia, tak pernah ada keributan yang membawa-bawa agama di sana. Pemeluk agama terbanyak, Islam, dan umat Kristen bisa hidup berdampingan. ”Gereja dan masjid sama banyaknya di sini, berdekatan pula,” ujarnya.

Bagi Sugeng (33), warga kelahiran Pandan berdarah Jawa, kerukunan warga juga tecermin dalam penentuan hari pesta pernikahan. Biasanya, umat Islam mengadakan pesta pernikahan pada hari Sabtu atau Minggu, sedangkan orang Kristen pada hari Jumat. ”Itu supaya undangan bisa hadir semua,” katanya.

Sugeng juga menceritakan, tuan rumah menjamin para tamu bisa menyantap makanan apa saja. Pada pernikahan keluarga Kristen, lanjutnya, biasanya ada hidangan khusus yang sama sekali tidak mengandung makanan atau minuman haram. ”Kami sudah tidak khawatir lagi soal itu,” kata Sugeng yang beragama Islam.

Dalam bukunya, Sitor Situmorang menulis bahwa posisi pelabuhan di wilayah Tapanuli Tengah di Sibolga dan Barus memungkinkan terjadinya percampuran pengaruh beberapa agama. Pada abad ke-11, kehidupan masyarakat Tapanuli pesisir terpengaruh agama Hindu, hampir berbarengan dengan masuknya ajaran Islam. Sementara pengaruh Kristen dan Katolik dari bangsa Eropa mulai tercatat pada tahun 1800-an.

Sitor juga menyebutkan, kepercayaan tradisional Parmalim yang menempatkan Sisingamangaraja sebagai pemimpin umat merupakan pengaruh Hindu, Islam, dan Kristen sekaligus. Pengaruh Hindu tecermin pada karakter pemimpin umat mereka, di antaranya ”penggembala tanpa cambuk, pelepas binatang terperangkap, dan raja yang serba mengetahui”.

Pengaruh Islam tecermin dari adanya penetapan arah kiblat. Adapun pengaruh Kristen adalah adanya istilah ”Jehoba” untuk merujuk kepada Tuhan, yang dipercaya berasal dari istilah ”Jehova” dalam Alkitab. Peribadatan Parmalim juga biasanya menggunakan musik, salah satunya melalui instrumen gondang, yang juga dipakai pada perayaan Natal pekan lalu.

Perayaan pesta Natal itu menampilkan lagu ”Jingle Bells” dalam bahasa Arab, India, China, dan Batak. Penarinya menonjolkan identitas bangsa-bangsa, seperti pemakaian sulur-sulur kain saat lagu berbahasa India. Itulah penghormatan warga Barus atas pengaruh agama dan bangsa yang membentuk mereka.

HERLAMBANG JALUARDI (Kompas)


Sumber
http://www.laskarislam.com/t7996-kemenyan-barus-untuk-yesu

No comments:

Post a Comment