Kapur Barus, Berkah yang Hilang dari Nusantara (Bag. I)
Jika Maroko terkenal dengan raihan, Yaman mahsyur karena Myrrh, Oman dikenal karena kundurnya, maka Nusantara lebih dari itu. Selain dikenal dengan rempah-rempahnya nan eksotik, ketika jaman kuno sebuah pulau di Nusantara terkenal dengan parfum seharga emas yang bernama kapur barus. Dinamakan demikian karena kapur tersebut berasal dari tempat yang bernama Barus atau Baros.
Kapur yang berasal dari bagian dalam batang pohon Dryobalanopsaromatica berbentuk kristal, sementara cara lain untuk memproduksi kapur adalah dengan mengristalisasi cairan yang berhamburan ketika pohon kapur ditebang. Semakin tua umur pohon, maka semakin banyak dan berkualitas tinggi kristal kapur yang dihasilkan.
Bangsa Arab menyebut kapur dengan kafur, sementara wilayah penghasilnya yaitu kecamatan Barus yang terletak di punggir pantai Barat Pulau Sumatera, tepatnya di Provinsi Sumatera Utara pada saat itu dikenal dengan nama Fansur.
Kapur telah menjadikan Barus sebagai pusat peradaban pada abad 1-17 Masehi. Berbagai ekspedisi perdagangan entah melalui jalur sutera maupun yang mengarungi samudera telah membawa berbagai bangsa menuju Barus.
Bahkan kapur dan Barus memiliki hubungan dengan dakwah Islam di Nusantara. Wilayah Barus dengan perdagangan kapurnya telah dijadikan bukti yang meruntuhkan teori Gujarat mengenai awal kedatangan Islam di Nusantara.
Di Barus telah terdapat perkampungan muslim ketika kota ini masih dikuasai oleh kerajaan Sriwijaya. Salah satu bukti kedatangan Islam yang lebih awal dapat dilihat hingga saat ini melalui batu nisan yang terbuat dari batu cadas dengan berat ratusan kilogram.
Di nisan yang terletak di pemakaman papan tinggi ini tertulis nama Syech Mahmud Fil Hadratul Maut yang ditahrikhkan pada tahun 34 H sampai 44 H yang berarti hidup pada masa Umar Bin Khattab sebagai khalifah.
Sedangkan terkait dengan kapur dan Umar bin Khattab, ada kisah unik juga yang menjadi cerita tersendiri terkait ekspedisi pasukan Islam. Diberitakan dalam Kitab Al-Bidayah Wan Nihayah ketika pasukan muslim di bawah komando Saad bin Abi Waqqash berhasil menaklukan Istana Putih milik Kisra, raja Persia, di Madain, mereka mendapatkan harta rampasan perang yang tak ternilai harganya.
Setelah memasuki istana tersebut pasukan Islam menemukan banyak harta rampasan perang mulai dari perhiasan, mahkota, permadani hingga perabot yang terbuat dari emas dan perak serta guci-guci.
Ketika itu ada pula diantara pasukan Islam yang mendapati tumpukan kapur barus yang disangka garam. Bahkan sebagian dari mereka ada yang telah mencampurkannya dengan bumbu makanan, namun ketika mereka makan ternyata rasanya pahit barulah mereka yakin bahwa benda ini adalah kapur barus.
Allah SWT menyebut kapur sebagai bagian dari nikmat yang diberikan kepada manusia di dalam surga, hal tersebut dinyatakan dalam surat Al-Insaan ayat 5:
إِنَّ الْأَبْرَارَ يَشْرَبُونَ مِن كَأْسٍ كَانَ مِزَاجُهَا كَافُوراً
“Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur…”
Di surga, kafur adalah nama suatu mata air yang airnya putih dan baunya sedap serta enak sekali rasanya.
Sementara Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengenai surat Al-Insaan ayat 5 tersebut membandingkan kafur surga dengan kapur barus yang telah dikenal dunia pada saat itu. Ia menyebutkan bahwasannya sifat-sifat kafur ini, yaitu dingin dan aromanya harum. Ia juga mengutip perkataan Hasan,” Dinginnya air kafur ini sebaik Zanjabil (jahe).” (bersambung…)
Oleh : Joko Rinant
Sumber:
http://www.eramuslim.com/konsultasi/thibbun-nabawi/kapur-barus-berkah-yang-hilang-dari-nusantara-bag-i.htm#.VJCZb9KUdVE
o
No comments:
Post a Comment