RIWAYAT HIDUP RINGKAS TUANKU TAMBUSAI
Oleh: Ir. L.P. Hasibuan
TUANKU TAMBUSAI namanya banyak yang sekaligus bercerita mengenai hidup dan kehidupannya.
Syekh Abdul Wahab Rokan Alkhalidi Naqsyabandi. Guru dari Guru aliran Naqsyabandi. Aliran Naqsyabandi tidak pernah absen dalam menentang penjajahan begitupun dalam Perang Kemerdekaan Indonesia. Ulama Besar sebagian orang menganggap beliau seorang Aulia. Karena mendapat kelebihan dari Tuhan. Umur yang panjang 140 tahun, orang yang mengislamkan masyarakat dari Rokan sampai ke Asahan dan diberi kurnia untuk mengisi keislaman masyarakat yang diislamkannya. Seorang yang menguasai ilmu gaib; Sastrawan dan Pujangga Ulung; Imam; Peramal. Seorang Pejuang yang tidak mau menyerah kepada Penjajah. Hatinya lembut seperti sutra, tetapi kekerasan hatinya dan semangatnya lebih keras dari baja. Itulah Tuanku Tambusai Pahlawan di mata manusia dan Tuhan.
PENJELASAN RINGKAS MENGENAI IDENTITAS TUANKU TAMBUSAI
1. NAMA
Nama dari Tuanku Tambusai dari data-data Sutan Martua Raja yang terdapat dalam buku TUANKU RAO karangan Ir. Onggang Parlindungan adalah Momonangan Harahap.
Di Batangonang sewaktu beliau masih kecil dipanggil si Monang. Di Daludalu kecamatan Tembusai beliau dipanggil si Kosim.
Dari penjelasan Pak Bahrum adik Mr. Amir Syarifuddin mantan Perdana Menteri Republik Indonesia, nama-nama keturunan mereka selalu terdiri dari dua kata. Jadi nama Tuanku Tambusai sewaktu kecil adalah KOSIM HAMONANGAN HARAHAP.
Setelah Kosim Hamonangan menamatkan pelajaran agama dari Tuan Syekh Tembusai dia mendapat gelar Fakih Muhammad. Fakih adalah gelar yang diberikan kepada orang yang ahli dalam ilmu Syaraf. Sebutlah sarjana bidang Hukum Syariat Islam.
Dalam cerita turi-turian yang disebar luaskan Tuanku Tambusai untuk membakar semangat rakyat supaya tetap anti kepada penjajahan nama beliau disebut Datuk Tuangku Aji Malim Leman.
Datuk nama yang biasa di daerah Minangkabau. Seakan memberitahu beliau banyak tersangkut dengan masyarakat Minangkabau. Tuanku dalam bahasa dan kebiasaan Batak disebut Tuongku. Seakan bercerita bahwa beliau bangga akan jabatan dan pangkatnya dalam pasukan Padri dengan pangkat jendral Padri tersebut. Aji nama kehormatan kepada orang yang memiliki ilmu gaib dan mistik.
Malim sebutan kepada orang yang taat melaksanakan agama Islam. Si Leman nama lelaki di Tapanuli Selatan berasal dari nama Nabi Sulaiman. Seorang Nabi yang bisa berhubungan dengan makluk halus dan Jin.
Beliau juga dalam turi-turian itu menyebut namanya sewaktu muda Datuk Baginda Ilang, na ilang-ilang tarida. Na pulang balik tu Moka Madina na manyolom laut Jabarulla.
Begitulah Tuanku Tambusai bercerita mengenai kehidupan dan domisilinya yang tidak tetap. Hilang dari tempat satu muncul di tempat lain. Bahkan entah berapa kali mengunjungi Mekah dan Medina.
Tuanku Tambusai pernah belajar ilmu perang pada Tentera Turki di Arabia terutama bidang perbentengan (Fortification Technics). Pernah menjadi Duta Khusus Gerakan Wahabi untuk Saudi Arabia. Menggantikan Tuanku Tinaro yang meninggal di Arabia. Tuanku Tambusai berada di sana tahun 1818 - 1821. Dalam tahun ini juga Tuanku Tambusai berbulan-bulan mengikuti Raja Faisal bergerilya di Gurun Nesyed Hadramaut melawan kekuasaan Turki di Negeri Arab. Na Sumolom Laut Jabarullah atau menyelam Laut Gibraltar maksudnya Tuanku Tambusai pernah juga ke Eropah menyeberangi Selat Jibraltar. Mungkin ke Inggiris secara rahasia kepergiannya itu.
Di dalam negeri juga Tuanku Tambusai selalu berpindah-pindah sewaktu bergerilya melawan Penjajah Belanda untuk menghilangkan jejak. Kuburan Tuanku Tambusai yang palsu ada 6 tempat yang diketahui. Demikian Tuanku Tambusai memilih namanya Datuk Baginda Ilang yang dapat bercerita panjang tentang kehidupan dan perjalanannya.
Dalam buku Riwayat Hidup Syekh Abd. Wahab pendiri pesantren Babussalam (Besilam) yang dikarang Fuad Said disebut nama kecil Tuan Guru Syekh Abd. Wahab adalah Abu Qasim. Sedang menurut penyelidikan Penulis (Ir. L.P. Hasibuan) Tuan Guru tersebut adalah Tuanku Tambusai yang bersembunyi di bawah ketiak Penjajah Belanda selama ini. Penjelasan dan bukti-bukti Tuan Guru Syekh Wahab adalah Tuanku Tambusai dapat dilihat pada buku yang berjudul: "Menapak Jejak Tuanku Tambusai" dan buku berjudul: "Menyingkap Riwayat Hidup Tuan Guru Syekh Abd. Wahab", karangan Ir. L.P. Hasibuan.
Tuanku Tambusai adalah nama yang diberikan Gerakan Wahabi kepadanya. Tuanku maksudnya pimpinan Padri (Jendral) di dalam kemiliteran. Sedang Tambusai adalah nama daerah di Riau sebesar kecamatan. Daludalu adalah ibukota Kecamatan Tembusai. Karena dari Daludalu inilah titik tolak Tuanku Tambusai dalam mengislamlkan daerah bagian timur Tapanuli.
Benteng Daludalu itu oleh Tuanku Tambusai disebut Benteng Daressalam (pintu keselamatan).
Ompu Baleo adalah nama Tuanku Tambusai setelah beliau melepaskan semua yang berbau Minangkabau, dan selanjutnya berjuang melawan Belanda menurut versi orang Batak di Daerah Batak.
Sebagai kesimpulan nama beliau dapatlah disebut:
KOSIM HAMONANGAN alias FAKIH MUHAMMAD alias TUANKU TAMBUSAI alias OMPU BALEO alias SHAKH ABD. WAHAB ROKAN ALKHALIDI NAQSYABANDI, bermarga HARAHAP.
2. TEMPAT / KAMPUNG KELAHIRAN
Dari Buku Tuanku Rao
Dari data-data Sutan Martua Raja (SMR) yang terdapat pada buku Tuanku Rao jelas disebut, bahwa Tuanku Tambusai berasal dari Batangonang. Umur 10 tahun dia telah menjadi anak yatim piatu. Hatinya yang kuat untuk menuntut ilmu agama Islam dia mengikutkan rombongan kuda kuli pedagang garam ke Daludalu. Batangonang kebetulan merupakan daerah lintas mereka dari Siabu - Damar Nagodang ke Daludalu. Pedagang Garam ini selalu bermalam di Batangonang sebelum melanjutkan perjalanan. Dari Pedagang Garam inilah ayah Tuanku Tambusai memperoleh kabar bahwa di Tambusai ada dua orang Tuan Syekh yang dalam pengetahuannya dibidang agama. Tetapi belum sempat ayahnya mengantar dia ke Tembusai ayahnya sudah meninggal. Itulah sebabnya dia mengikutkan rombongan pedagang itu supaya bisa meneruskan cita-cita ayahnya.
Guna mengumpulkan belanja selama bersekolah nantinya, untuk beberapa tahun dia menjadi kernet Pedagang-Pedagang tersebut di Daludalu. Sewaktu Pedagang itu istirahat ataupun berbelanja di pasar dialah yang memberi makan dan memandikan kuda-kuda Pedagang itu. Daludalu pada waktu itu merupakan persimpangan lintas Pedagang Garam. Dari pantai dibawa barang-barang dari luar negeri, sedang dari pedalaman dibawa hasil bumi. Mereka disebut Pedagang Garam karena mereka selalu membawa garam ke pedalaman disamping dagangan lainnya.
Dari Buku Tuanku Rao
Dari data-data Sutan Martua Raja (SMR) yang terdapat pada buku Tuanku Rao jelas disebut, bahwa Tuanku Tambusai berasal dari Batangonang. Umur 10 tahun dia telah menjadi anak yatim piatu. Hatinya yang kuat untuk menuntut ilmu agama Islam dia mengikutkan rombongan kuda kuli pedagang garam ke Daludalu. Batangonang kebetulan merupakan daerah lintas mereka dari Siabu - Damar Nagodang ke Daludalu. Pedagang Garam ini selalu bermalam di Batangonang sebelum melanjutkan perjalanan. Dari Pedagang Garam inilah ayah Tuanku Tambusai memperoleh kabar bahwa di Tambusai ada dua orang Tuan Syekh yang dalam pengetahuannya dibidang agama. Tetapi belum sempat ayahnya mengantar dia ke Tembusai ayahnya sudah meninggal. Itulah sebabnya dia mengikutkan rombongan pedagang itu supaya bisa meneruskan cita-cita ayahnya.
Guna mengumpulkan belanja selama bersekolah nantinya, untuk beberapa tahun dia menjadi kernet Pedagang-Pedagang tersebut di Daludalu. Sewaktu Pedagang itu istirahat ataupun berbelanja di pasar dialah yang memberi makan dan memandikan kuda-kuda Pedagang itu. Daludalu pada waktu itu merupakan persimpangan lintas Pedagang Garam. Dari pantai dibawa barang-barang dari luar negeri, sedang dari pedalaman dibawa hasil bumi. Mereka disebut Pedagang Garam karena mereka selalu membawa garam ke pedalaman disamping dagangan lainnya.
Tuanku Tambusai rajin melaksanakan tugasnya sebagai kernet itu sehingga Pedagang-Pedagang itu senang kepadanya. Bukan saja dia dapat mengumpulkan uang untuk belanja mengaji, tetapi juga dia menguasai sifat-sifat kuda yang dijaganya.
Pengetahuannya mengenai sifat-sifat kuda ini ternyata dapat mengangkat namanya di dalam pasukan Padri yang menitik beratkan kepada Cavalrist/Pasukan Berkuda.
Setelah dia menamatkan pelajaran agama dari kedua Tuan Syekh di Tembusai, dia mendapat gelar Fakih Muhammad.
Umur yang masih muda dan haus akan memperdalam agama dia pergi ke Kamang masuk ke Pesantren Tuanku Nan Renceh. Demikian advis dari Pedagang Garam dari Minangkabau, bahwa di Pesantren Tuanku Nan Renceh diajarkan pengetahuan Islam yang baru dari Mazhab Hambali.
Pada saat itu Tuanku Nan Renceh (Gerakan Wahabi) hendak mengislamkan masyarakat Batak secara massal. Itulah sebabnya dia memasuki anggota Pasukan Padri tersebut. Kebetulan kepadanya dipercayakan memimpin Pasukan Padri di bagian Timur Tanah Batak tersebut.
Dari Folklore Turi-Turian
Turi-turian ni Datuk Tuongku Aji Malim Leman adalah salah satu turi-turian yang disebarluaskan Tuanku Tambusai untuk membakar semangat rakyat supaya tetap anti kepada Penjajah. Masih banyak judul turi-turian lainnya yang disesuaikan kepada tempat dan masyarakat yang hendak diinsyafkan. Seperti turi-turian ni "Tunggang Hayuara Mera", turi-turian ni "Sutan Naposo Di Langit", dan lain-lain.
Turi-turian ni Datuk Tuongku Aji Malim Leman seakan merupakan induk turi-turian yang dibuat Tuanku Tambusai. Turi-turian ini boleh dikatakan "The Story Tell Himself".
Dalam turia-turian ini disebut dia tinggal di Kuala Batang Muar. Tetapi kampung kelahirannya di "Pulo Alang Pulo Iling Pulo Haluang Mambariba". Terselubung.
Pulo Alang = Satu daerah yang terdiri dari alang-alang atau padang yang luas = Padang Laweh = Padang Lawas.
Pulo Iling = Orang Minangkabau kalau ke Tapanuli melalui daerah yang iling atau daerah yang miring. Kampung-kampung pun di sana dibuat di daerah iling (miring) di lereng bukit. Seperti Muara Sipongi, Pakantan dan lain-lain. Orang Minang mengambil inde (ibu) ke daerah Iling. Mengambil inde atau kawin dalam bahasa Minang adalah mande. Jadi Mande ke daerah Iling menjadi Mandeiling atau Mandailing.
Pulo Haluang Mambariba = Satu daerah itu setengahnya masih tempat kelelawar tidur. Belum terusik oleh pengaruh luar terutama agama Islam. Tuanku Tambusai sudah beragama Islam jadi dia datang dari bagian yang telah terusik atau Tapanuli Selatan.
Jadi Pulo Alang Pulo Iling Pulo Haluang Mambariba = Dari Tapanuli Selatan antara Padang Lawas dan Mandailing. Kampung termaksud adalah Batangonang. Lihat peta.
Dari Buku Syekh Abd. Wahab Tuan Guru Babussalam Karangan H.A. Fuad Said.
Syekh Abd. Wahab Tuan Guru Babussalam tidak lain adalah Tuanku Tambusai. Demikian terungkap pada buku "Menyingkap Tabir Riwayat Hidup Tuan Guru Babussalam Syekh Abd. Wahab" karangan Ir. L.P. Hasibuan.
Dalam buku Syekh Abd. Wahab Tuan Guru Babussalam karangan H.A. Fuad Said ada disebut Tuan Guru tinggal di Tanah Putih, tetapi kampung kelahirannya di kampung Danau Runda, Rantau Binuang Sakti, Negeri Tinggi, Rokan Tengah, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau.
Kampung Danau Runda, Rantau Binuang Sakti, Negeri Tinggi, Rokan Tengah, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau.
Penjelasan mengenai lokasi kampung ini begitu panjang. Terasa berlebihan sehingga menjadi janggal.
Kampung Danau Runda, Rantau Binuang Sakti, Negeri Tinggi. Seperti terselubung ada yang disembunyikan yang hendak diterangkan penjelasan tersebut.
Umpamanya kampung Danau Toba itu tidak ada. Yang ada mungkin Kampung Toba atau kampung Danau. Atau kampung dekat Danau Toba.
Jadi kampung Danau atau kampung Runda mungkin ada. Tetapi kampung Danau Runda itu tidak ada yang ada kampung dekat Danau Runda.
H.A. Fuad Said mengatakan beliau membuat buku Syekh Abd. Wahab Tuan Guru Babussalam itu hanya menukar tulisan Arab Melayu ke tulisan Latin. Siapa yang menulis manuskrip tulisan Arab Melayu itu beliau tidak tahu. Diterimanya dari Haji Bakri anak Syekh Wahab yang selalu mengikuti Syekh Wahab kemana pergi.
Ramda dan Runda dalam tulisan Arab tidak jauh berbeda. Bisa saja salah baca, apalagi kalau manuskripnya sudah tua. Jika kesalahan itu terjadi seharusnya terbaca:
"KAMPUNG DANAU RAMDA, RANTAU BINUANG SAKTI, NEGERI TINGGI".
Ramda jika ditukar suku katanya dan dibalik-balik menjadi DAMAR. Sehingga Kampung Danau Ramda kemungkinan yang dimaksud kampung di dekat DANAU DAMAR.
Batangonang terletak dekat Danau Damar. Jalan yang mengelilingi Danau Damar itu dikenal orang sampai sekarang jalan lintas Damar Nagodang-Siabu. Jalan pintas dari Padang Lawas ke Mandailing. Dulu jalan itu jalan lalu-lintas Pedagang Sira (Garam). Kol. Elout pada tahun 1834 pernah menyerang Padang Lawas/ Pasukan Tuanku Tambusai datang dari jalan Damar Nagodang ini. Tetapi dipukul mundur Pasukan Tuanku Tambusai di bawah pimpinan istrinya bernama Srikandi Nan Duri Batang Sosa. Tentunya merupakan kenangan manis yang tak mudah dilupakan oleh Tuanku Tambusai.
Pada agresi II tahun 1949 kampung Morang yang terletak di jalan lintas Damar Nagodang ini pernah dibakar serdadu Belanda. Sebab orang kampung itu tidak mau memberi keterangan mengenai pasukan kita yang lewat di situ menuju Benteng Huraba.
RANTAU BINUANG SAKTI
Ranto dalam bahasa Batak artinya tempat yang dangkal
Binuang (bahasa Batak) artinya tempat kerbau berendam
Sakti jika hurufnya dibalik-balik bisa menjadi TASIK
Dekat Kampung Batangonang ada danau yang bernama Danau Tasik
Danau Damar dan Danau Tasik berendeng tidak jauh dari Batangonang.
Disebut Danau Damar karena di sekitar danau banyak kayu damar. Yang menarik pada Danau Tasik, hampir setengah dari danau itu tetap dangkal (ranto). Tempat kerbau milik rakyat berendam. Waktu dulu ratusan kerbau berendam di situ. Merupakan pemandangan yang menarik. Anak-anak juga turut mandi-mandi di danau itu di antara kerbau-kerbau tersebut. Danau Tasik terletak di tengah dataran tinggi steppe yang paling ideal tempat jalangan kerbau.
Bukan tidak mungkin Syekh Abd. Wahab Tuan Guru Babussalam itu waktu kecil selalu mandi sambil menunggang kerbau. Pindah-pindah dari kerbau satu ke kerbau yang lain. Atau turut pula berpacu menunggang kerbau yang berenang dari pinggir satu ke pinggir lain danau Tasik tersebut. Itu semua merupakan kenangan di masa kanak-kanak yang tak mungkin terlupakan.
Ada pepatah Batak yang menyangkut kata binuang.
"Nada tarparhorbo BINUANG, nada tarparbaju SANGKOTAN"
artinya: Orang kaya yang sudah jatuh miskin atau orang yang pernah berkuasa kemudian tak bisa berbuat apa-apa karena kuasanya telah hilang tidak perlu mengkhayal di masa kejayaannya. Walaupun bekasnya masih jelas tertinggal seperti bajunya yang banyak dulu sekarang tinggal sangkutannya saja. Kerbau yang banyak dulu sekarang sudah tiada tinggal binuangnya saja (tempat berendamnya saja).
TANAH TINGGI
Batangonang terletak di dataran tinggi di lereng Bukit Barisan.
Dari penjelasan ini dapat diketahui kampung asal kelahiran Tuan Guru Babussalam Syekh Abd. Wahab alias Tuanku Tambusai adalah di "Batangonang" di tempat yang TINGGI dekat DANAU DAMAR dan DANAU TASIK antara PADANG LAWAS dan MANDAILING di TAPANULI SELATAN.
3. TAHUN KELAHIRAN
Dari buku TUANKU RAO karangan Ir. Onggang Parlindungan ada disebut Benteng Tambusai didirikan tahun 1811. Kemudian diangkatlah Fakih Muhammad menjadi Tuanku Tambusai mengepalai pasukan Padri yang bergerak dari Benteng itu untuk mengislamkan Tapanuli. Umur Tuanku Tambusai pada waktu itu jalan 27 tahun atau sebutlah 26 tahun.
Tentunya Tuanku Tambusai lahir pada tahun 1785.
Setelah tahun 1863 Sutan Martua Raja ayah Ir. Onggang Parlindungan tidak bisa memantau kehidupan Tuanku Tambusai lagi.
Sehingga Ir. Onggang Parlindungan dalam bukunya TUANKU RAO menyebut:
Makam dari Tuanku Tambusai tidak pernah diketahui entah di mana. Tidak pun diketahui, entah kapan, di mana, dan bagaimana Tuanku Tambusai wafat.
"An Old Soldier Never Dies. He Simply Fades Away". Orang-orang Padanglawas percaya, bahawa Tuanku Tambusai tidak mati. How??? Katanya: Tuanku Tambusai dengan kudanya "Si Ganding Bara", masuk ke dalam gua di dalam tanah. Di situ hidup terus hingga ini hari masih.
Demikian pandai Tuanku Tambusai menghilangkan jejak. Sehingga orang-orang apalagi Penjajah Belanda betul-betul kehilangan jejak beliau. Yang tinggal hanya cerita yang dimythoskan terhadap dirinya. Tentang kekeramatannya, tentang keperkasaannya, tentang kekerasan hatinya yang tidak mau berkompromi dengan bangsa Penjajah.
Dari buku Syekh Abd. Wahab Tuan Guru Babussalam karangan H.A. Fuad Said disebut Syekh Abd. Wahab wafat tanggal 27 Desember 1926.
Karena Syekh Abd. Wahab adalah Tuanku Tambusai juga maka umur Tuanku Tambusai adalah 141 tahun.
4. PENDIDIKAN
Umur 10 tahun beliau sudah hafal Quran. Karena keistimewaannya inilah maka Pedagang Garam yang lewat di kampung itu menganjurkan kepada ayahnya supaya dia memperdalam ilmu ke Tuan Syekh yang ada di Tembusai.
Dalam waktu singkat pengetahuan kedua Tuan Syekh yang ada di Tembusai selesai dipelajarinya. Dengan bangga hati kedua Tuan Guru memberi gelar Fakih Muhammad kepada beliau. Serta menganjurkan supaya dia pergi ke Kamang ke pesantren Tuanku Nan Renceh. Sebab di sana ada ajaran Islam yang baru Mazhab Hambali.
Tahun 1818-1821 Tuanku Tambusai menjadi Duta Gerakan Wahabi di Arabia. Pada waktu ini beliau memperdalam ilmu Thariqat Naqsyabandi. Sehingga di Indonesia beliau dikenal Guru dari Guru ilmu Thariqat Naqsyabandi. Sebab murid-muridnya banyak yang menjadi Guru-Guru ilmu Thariqat tersebut tersebar bukan saja di Indonesia ini. Tetapi banyak di Malaysia, India dan Tiongkok.
Sewaktu serdadu Belanda menyerang pasukannya yang datang dari Tangga Begu dan membunuhi anggota pasukannya dengan mudah termasuk istrinya yang tercinta Nan Duri Batang Sosa turut gugur di situ. Hatinya sedih dan kecewa sehingga beliau putus asa. Tuanku Tambusai pergi ke hutan Aek Hayuara Tanah Adat Hasahatan di atas Pagaranbira (Tangga Begu) bersuluk/ berkhalwat.
Karena desakan ibunya yang tercinta Tuan Aji Layan Bolon dan mengingat pesan terakhir ayahandanya juga Tuan Syekh Panjang Janggut, maka beliau bangkit dari persulukannya. Bangkit menyusun kekuatan melanjutkan perjuangan melawan Penjajah Belanda.
Yang dimaksudkan dengan ibunda yang tercinta Tuan Aji Layan Bolon itu ialah Tanah Air Bumi Persada Indonesia.
Sedang ayahandanya Tuan Syekh Panjang Janggut adalah Tuanku Imam Bonjol. Begitu pesan Tuanku Imam Bonjol pada beliau Tuanku Tambusai, supaya perjuangan mengusir Penjajah Belanda harus dilanjutkannya.
Mengenai ilmunya yang dalam dibidang agama Islam, dapat diketahui dari pernyataannya dalam turi-turian Datuk Tuongku Aji Malim Leman yang dibuatnya. Beliau katanya:
Hayuara Junjungan Datuk Tuongku Aji Malim Leman
Na kiramat mate na sati mangolu
Na sumbayang pitu noli sadari saborngin
Di toru payung abar-abar ditoru payung obur-obur
Na marmandersa pangajian
Na puangka-ungkap Quraan
Na liput sapanjang gala
Na pulang balik tu Moka Madina
Na sumolom laut Jabarulla
Raja worling raja Panasunan Bulung
artinya:
Paduka Yang Mulia Datuk Tuongku Aji Malim Leman orang yang dikiramatkan setelah mati dan penuh wibawa semasa hidup.
Yang sembahyang tujuh kali sehari semalam (termasuk tahajjud dan dhuha tidak pernah tinggal).
Dihormat orang dibidang agama dan memiliki ilmu gaib dan dihormati dibidang adat karena menguasai adat. (selain adat Batak mungkin juga adat Minang).
Mesjidnya sekaligus tempat pengajian, persulukan dan lain-lain.
Yang selalu membaca Quran hingga tammat entah beberapa kali dan membaca buku-buku agama yang banyak. Jika ditumpukkan tingginya melebihi panjang galah.
Galah yang terpanjang kira-kira 7 meter, tumpukan buku yang dibacanya lebih tinggi lagi.
Beberapa kali mengunjungi Mekah dan Medina.
Orang yang pernah melewati Laut Gibraltar secara sembunyi-sembunyi. Mungkin ia ke Inggiris sewaktu mengadakan perjanjian rahasia dengan Inggeris.
Raja yang berkuasa di atas raja-raja Panasunan di Padanglawas dan Kampar.
Pendidikan Kemiliteran
1. Tuanku Tambusai telah lulus dari ajaran Tuanku Lintau guru penjak silat yang termasyhur dari Pasaman.
2. Lulus dari pendidikan perang-perangan dengan berkuda dari Zafrullah Khan gelar Tuanku Hitam ex-serdadu
Inggiris dari Bengkulen dan lulus dari pendidikan Mayor Sumanik, bekas Perwira Artillery Tentera Turky.
3. Lulus dari pendidikan General Staff & Command di Kamang asuhan Kolonel Haji Piobang. Bekas perwira
Janitsar Cavalry Tentera Turky dan gemblengan mengenai Mazhab Hambali dari Haji Miskin bekas Hermit di
gurun-pasir Nesyed/ Arabia dan Guru Besar Haji Hasan Nasution gelar Tuanku Kadi Malikul Adil.
4. Khusus dibidang Perbentengan (Fortification Tecniques)
Tuanku Tambusai dikirim belajar kepada Tentera Turky di Arabia.
Demikian pendidikan Tuanku Tambusai di bidang agama dan Kemiliteran di sampaing beliau adalah seorang yang fasih berbahasa Arab sehingga beliau selalu diutus menghubungi raja-raja Arab dan Turky.
5. LOKASI DOMISILI
1785 - 1795 : Di batangonang
1795 - 1803 : menjadi kernet kuda dan mengaji di Tembusai
1803 - 1811 : mengaji di pesantren Tuanku Nan Renceh dan belajar ilmu kemiliteran di Minangkabau
1811 - 1816 : menjadi pimpinan pasukan Padri di Daludalu Benteng Daressalam (Benteng Daludalu) Tembusai
1816 - 1818 : masuk ke Tapanuli dan mengislamkan masyarakat Batak Bagian Timur sampai ke Asahan
1818 - 1821 : menjadi Duta Padri/ Gerakan Wahabi di Arabia
1821 - 1838 : di Daludalu dan Siborna.
di Siborna Kecamatan Sosa beliau mengatur pengiriman bahan makanan ke Bonjol seperti
beras, daging saleh, ikan saleh dan merekruit tentera untuk pasukannya sendiri serta untuk
dikirim sebagai bala-bantuan ke Bonjol. Tempat melatih anggota pasukan itu di Padang
Pangasaan.
1838 - 1860 : setelah serdadu Belanda masuk dari Tangga Begu membakar Mandersa Tuanku Tambusai di
Siborna dan membumi hangus Benteng Daludalu, beliau mendirikan Mandersa di Padang
Mandersa Sipagabu Kecamatan Barumun Tengah
1860 - 1871 : setelah Kesultanan Panai yang didirikan Dasopang hancur dibuat Bajaklaut yang di organisir
Belanda dan Belanda mendirikan Bivak di Tanjung Kopiah muara Sungai Barumun. Tuanku
Tambusai pindah ke Rimbo Mahato. Mendirikan Mandersa di pinggir Sungai Putih anak Sungai
Rokan. Aliran perdagangan dan hubungan keluar sudah putus melalui Sungai Barumun, karena
itulah Tuanku Tambusai beralih ke Sungai Rokan supaya ada hubungan keluar.
Sultan Panai ada lah sekutu Tuanku Tambusai. Karena itu Belanda berusaha menghancurkan
kesultanan tersebut dengan mengerahkan Bajaklaut beberapa kali dan mengadu-domba
Kesultanan Panai dan Kotapinang. Kotapinang pro Belanda. Belanda tidak langsung
menghantam Panai, karena takut kalau Tuanku Tambusai ikut campur. Ikut campurnya Tuanku
Tambusai berarti mengundang Inggiris ikut campur.
1870 - 1879 : bermukim di Kualuh mendirikan Kampung Mesjid.
Gunung Tinggi adalah kampung marga Ritonga pimpinan Sutan Humala Panjang. Sutan Humala
Panjang sudah tua digantikan anaknya Patuan Nan Lobi. Patuan Nan Lobi telah dipersiapkan
Tuanku Tambusai untuk memimpin Perang Padanglawas dengan benteng yang dibangun
Tuanku Tambusai di Gunung Tinggi tersebut. Patuan Nan Lobi telah terpancing Ja Huala dan Ja
Mambale Raja Dasopang dan Raja Tamba untuk menyerang Kala Pane (Kotapinang). Dengan
alasan penyerangan ini Belanda mendatangkan serdadu pasukan khususnya untuk
menghancurkan kekuatan Tuanku Tambusai di Gunung Tinggi tersebut. Itulah sebabnya Tuanku
Tambusai pindah dari Rokan ke Kualuh membawa pasukannya ke Kampung Mesjid supaya
dekat ke Gunung Tinggi.
1880 - 1889 : pindah ke Langkat setelah Belanda memenangkan perang Padanglawas tersebut dan mendiri
kan kampung Besilam (Babussalam).
1889 - 1892 : pindah ke Malaysia untuk membangun Kontingen Mandailing dengan Imam Perangnya
Ja Paruhum.
1892 - 1926 : kembali ke Besilam, Langkat.
27-12-1926 : Tuanku Tambusai wafat di Besilam dengan nama Syekh Abd. Wahab Rokan Alkhalidi
Naqsyabandi dalam usia 141 tahun.
Yang dimaksudkan dengan ibunda yang tercinta Tuan Aji Layan Bolon itu ialah Tanah Air Bumi Persada Indonesia.
Sedang ayahandanya Tuan Syekh Panjang Janggut adalah Tuanku Imam Bonjol. Begitu pesan Tuanku Imam Bonjol pada beliau Tuanku Tambusai, supaya perjuangan mengusir Penjajah Belanda harus dilanjutkannya.
Mengenai ilmunya yang dalam dibidang agama Islam, dapat diketahui dari pernyataannya dalam turi-turian Datuk Tuongku Aji Malim Leman yang dibuatnya. Beliau katanya:
Hayuara Junjungan Datuk Tuongku Aji Malim Leman
Na kiramat mate na sati mangolu
Na sumbayang pitu noli sadari saborngin
Di toru payung abar-abar ditoru payung obur-obur
Na marmandersa pangajian
Na puangka-ungkap Quraan
Na liput sapanjang gala
Na pulang balik tu Moka Madina
Na sumolom laut Jabarulla
Raja worling raja Panasunan Bulung
artinya:
Paduka Yang Mulia Datuk Tuongku Aji Malim Leman orang yang dikiramatkan setelah mati dan penuh wibawa semasa hidup.
Yang sembahyang tujuh kali sehari semalam (termasuk tahajjud dan dhuha tidak pernah tinggal).
Dihormat orang dibidang agama dan memiliki ilmu gaib dan dihormati dibidang adat karena menguasai adat. (selain adat Batak mungkin juga adat Minang).
Mesjidnya sekaligus tempat pengajian, persulukan dan lain-lain.
Yang selalu membaca Quran hingga tammat entah beberapa kali dan membaca buku-buku agama yang banyak. Jika ditumpukkan tingginya melebihi panjang galah.
Galah yang terpanjang kira-kira 7 meter, tumpukan buku yang dibacanya lebih tinggi lagi.
Beberapa kali mengunjungi Mekah dan Medina.
Orang yang pernah melewati Laut Gibraltar secara sembunyi-sembunyi. Mungkin ia ke Inggiris sewaktu mengadakan perjanjian rahasia dengan Inggeris.
Raja yang berkuasa di atas raja-raja Panasunan di Padanglawas dan Kampar.
Pendidikan Kemiliteran
1. Tuanku Tambusai telah lulus dari ajaran Tuanku Lintau guru penjak silat yang termasyhur dari Pasaman.
2. Lulus dari pendidikan perang-perangan dengan berkuda dari Zafrullah Khan gelar Tuanku Hitam ex-serdadu
Inggiris dari Bengkulen dan lulus dari pendidikan Mayor Sumanik, bekas Perwira Artillery Tentera Turky.
3. Lulus dari pendidikan General Staff & Command di Kamang asuhan Kolonel Haji Piobang. Bekas perwira
Janitsar Cavalry Tentera Turky dan gemblengan mengenai Mazhab Hambali dari Haji Miskin bekas Hermit di
gurun-pasir Nesyed/ Arabia dan Guru Besar Haji Hasan Nasution gelar Tuanku Kadi Malikul Adil.
4. Khusus dibidang Perbentengan (Fortification Tecniques)
Tuanku Tambusai dikirim belajar kepada Tentera Turky di Arabia.
Demikian pendidikan Tuanku Tambusai di bidang agama dan Kemiliteran di sampaing beliau adalah seorang yang fasih berbahasa Arab sehingga beliau selalu diutus menghubungi raja-raja Arab dan Turky.
5. LOKASI DOMISILI
1785 - 1795 : Di batangonang
1795 - 1803 : menjadi kernet kuda dan mengaji di Tembusai
1803 - 1811 : mengaji di pesantren Tuanku Nan Renceh dan belajar ilmu kemiliteran di Minangkabau
1811 - 1816 : menjadi pimpinan pasukan Padri di Daludalu Benteng Daressalam (Benteng Daludalu) Tembusai
1816 - 1818 : masuk ke Tapanuli dan mengislamkan masyarakat Batak Bagian Timur sampai ke Asahan
1818 - 1821 : menjadi Duta Padri/ Gerakan Wahabi di Arabia
1821 - 1838 : di Daludalu dan Siborna.
di Siborna Kecamatan Sosa beliau mengatur pengiriman bahan makanan ke Bonjol seperti
beras, daging saleh, ikan saleh dan merekruit tentera untuk pasukannya sendiri serta untuk
dikirim sebagai bala-bantuan ke Bonjol. Tempat melatih anggota pasukan itu di Padang
Pangasaan.
1838 - 1860 : setelah serdadu Belanda masuk dari Tangga Begu membakar Mandersa Tuanku Tambusai di
Siborna dan membumi hangus Benteng Daludalu, beliau mendirikan Mandersa di Padang
Mandersa Sipagabu Kecamatan Barumun Tengah
1860 - 1871 : setelah Kesultanan Panai yang didirikan Dasopang hancur dibuat Bajaklaut yang di organisir
Belanda dan Belanda mendirikan Bivak di Tanjung Kopiah muara Sungai Barumun. Tuanku
Tambusai pindah ke Rimbo Mahato. Mendirikan Mandersa di pinggir Sungai Putih anak Sungai
Rokan. Aliran perdagangan dan hubungan keluar sudah putus melalui Sungai Barumun, karena
itulah Tuanku Tambusai beralih ke Sungai Rokan supaya ada hubungan keluar.
Sultan Panai ada lah sekutu Tuanku Tambusai. Karena itu Belanda berusaha menghancurkan
kesultanan tersebut dengan mengerahkan Bajaklaut beberapa kali dan mengadu-domba
Kesultanan Panai dan Kotapinang. Kotapinang pro Belanda. Belanda tidak langsung
menghantam Panai, karena takut kalau Tuanku Tambusai ikut campur. Ikut campurnya Tuanku
Tambusai berarti mengundang Inggiris ikut campur.
1870 - 1879 : bermukim di Kualuh mendirikan Kampung Mesjid.
Gunung Tinggi adalah kampung marga Ritonga pimpinan Sutan Humala Panjang. Sutan Humala
Panjang sudah tua digantikan anaknya Patuan Nan Lobi. Patuan Nan Lobi telah dipersiapkan
Tuanku Tambusai untuk memimpin Perang Padanglawas dengan benteng yang dibangun
Tuanku Tambusai di Gunung Tinggi tersebut. Patuan Nan Lobi telah terpancing Ja Huala dan Ja
Mambale Raja Dasopang dan Raja Tamba untuk menyerang Kala Pane (Kotapinang). Dengan
alasan penyerangan ini Belanda mendatangkan serdadu pasukan khususnya untuk
menghancurkan kekuatan Tuanku Tambusai di Gunung Tinggi tersebut. Itulah sebabnya Tuanku
Tambusai pindah dari Rokan ke Kualuh membawa pasukannya ke Kampung Mesjid supaya
dekat ke Gunung Tinggi.
1880 - 1889 : pindah ke Langkat setelah Belanda memenangkan perang Padanglawas tersebut dan mendiri
kan kampung Besilam (Babussalam).
1889 - 1892 : pindah ke Malaysia untuk membangun Kontingen Mandailing dengan Imam Perangnya
Ja Paruhum.
1892 - 1926 : kembali ke Besilam, Langkat.
27-12-1926 : Tuanku Tambusai wafat di Besilam dengan nama Syekh Abd. Wahab Rokan Alkhalidi
Naqsyabandi dalam usia 141 tahun.
6. PERJUANGAN
1816 - 1818 : Dari benteng Daressalam (Daludalu), beliau mengislamkan masyarakat Batak sebelah Timur, dari
Sungai Rokan sampai ke Sungai Asahan secara massaal.
1818 - 1821 : Menjadi Duta Gerakan Wahabi Minangkabau kepada Gerakan Wahabi di Arabia, menggantikan
Tuanku Tinaro yang meninggal dalam perjalanan sewaktu menuju ke Arabia.
Berbulan-bulan Tuanku Tambusai mengikuti keluarga Saudi di bawah pimpinan Faisal Ibnu Saud,
putra dari Abdullah Ibnu Saud yang pada tahun 1816 dipancung Tentera Turky di Stambul.
Pengalaman bergerilya bersama Faisal Ibnu Saud di Gurun Nesyed/ Hadramaut melawan tentera
Turky inilah yang telah membentuk kekerasan hati Tuanku Tambusai untuk terus bergerilya
mengusir Penjajah Belanda.
1821 - 1837 : Sekembalinya dari Arabia Benteng Bonjol sudah dikepung Belanda. Bantuan dari Masyarakat
Masyarakat Minangkabau sudah putus tidak bisa diharapkan lagi, karena semua sudah dikuasai
Belanda.
Dalam mengepung Benteng Bonjol, Belanda telah mendirikan Benteng Fort de Kockn di
Bukittinggi. Fort van der Capellen di Batusangkar, Benteng Penyerangan dari Lubuksikaping
dan Pakantan dan lain-lain.
Tuanku Tambusai mendirikan Mandersa di Siborna yang dikenal sampai sekarang Padang
Mandersa di dekat Mondang (Mondang Baru).
Dari Benteng Daressalam Tuanku Tambusai menyerang Fort van der Capellen dan iring-iringan
serdadu Belanda antara Fort van der Capellen yang bergerak ke Benteng Bonjol.
Dari Padang Mandersa Siborna Pasukan Tuanku Tambusai bergerak melalui Sopodua di Bukit
Barisan menghadang iringan serdadu Belanda yang bergerak dari Pakantan menuju Benteng
Bonjol. Malahan Benteng BElanda di Pakantan juga diserang Pasukan Tuanku Tambusai kalau
serdadu Belanda telah terkumpul mengepung Bonjol.
: Sehingga rencana Belanda menyerang Benteng Bonjol buyar sekali. Demikian taktik yang
dibuat Tuanku Tambusai, sehingga Benteng Bonjol dapat bertahan 15 tahun dalam kepungan
ketat serdadu Belanda dan Benteng Bonjol telah terisolasi dari masyarakat Minangkabau.
Kekuatan Pasukan Tuanku Tambusai hanya mampu menyerang "hit and run", tetapi betul-betul
menyusahkan serdadu Belanda.
Dari Padang Madersa Siborna ini juga bahan makan ke Benteng Bonjol yang sudah terkepung
disuply. Melalui poa Pinarik - Bukit Barisan - Bonjol, yang berjarak 1 (satu) hari perjalanan.
Seperti beras, daging saleh, ikan saleh. bahkan juga pasukan dikirim ke Benteng Bonjol
tersebut.
Tempat latihan pasukan yang dikirim itu di Padang Pangasaan dekat Siborna. Tugas pengiriman
bahan makanan ke Bonjol dan merekrut anggota pasukan diserahkan kepada isternya Tuanku
Tambusai bernama Nan Duri Batang Sosa. Tempat mengawasi jalannya latihan perang-perangan
itu dikenal orang Tor Panoduran sampai sekarang.
1838 : Belanda masuk melalui Tangga Begu menyerang Pasukan Tuanku Tambusai di Padanglawas.
Tangga Begu terletak antara Mandailing dan Padanglawas di Bukit Barisan. Tempat yang curam
di sana berupa tangga dan karena dilewati serdadu Belanda disebut Tuanku Tambusai Tangga
Begu. Tuanku Tambusai menyebut Belanda adalah Begu.
Anggota Pasukan Tuanku Tambusai habis dibunuhi serdadu Belanda dalam pertempuran ini
"Suang Songon Na Mangarabi Bira", kata Tuanku Tambusai. Istrinya yang tercinta Srikandi Nan
Duri Batang Sosa turut gugur dalam pertempuran ini. Tempat pertempuran ini diberi Tuanku
Tambusai namanya Pagaran Bira. Pagar Bira (keladi) yang tidak bisa diharapkan sebagai pagar
(handang).
Dari Pagaran Bira Belanda menyerang anggota Pasukan Tuanku Tambusai yang mundur ke
Siborna.
Di Siborna juga terjadi pertempuran habis-habisan. Alat persenjataan yang jauh lebih unggul
dari unggul dari alat persenjataan yang dimiliki Pasukan Tuanku Tambusai dapat menundukkan
semangat yang begitu berapi-api. Maleu kata Tuanku Tambusai.
: Setelah serdadu Belanda memukul Pasukan Tuanku dan membakar Mandersanya di Mondang
Baru, serdadu Belanda bergerak menyerang Benteng Daressalam di Daludalu. Perlawanan yang
begitu gigih dari anggota pasukan Tuanku Tambusai tidak mempan kepada kekuatan serdadu
Belanda yang begitu besar dan ampuh. Kekuatan serdadu Belanda yang mengepung Benteng
Bonjol ditambah serdadu Belanda dari Pakantan, Benteng Lubuksikaping dan lain-lain semua
dikerahkan menyerang Pasukan Tuanku Tambusai.
Serdadu Belanda dari Benteng Fort van der Capellen dan Fort de Kokn turut mengepung
Benteng Daressalam dari arah Selatan. Benteng Daressalam habis dibubur meriam-meriam
Belanda. Benteng Daressalam dibumi hangus serdadu Belanda maka habislah pertahanan
perlawanan Pasukan Padri yang terakhir pada tahun 1838.
1839 : Setelah Mandersa di Padang Mandersa Siborna dan Benteng Daressalam di Daludalu dibumi-
hangus Belanda; Tuanku Tambusai mendirikan Mandersa di Sipagabu. Sampai sekarang dikenal
orang tempat Mandersanya itu Padang Mandersa ni Baleo i di Sipagabu. Tuanku Tambusai
bermukim di sini lebih kurang 21 tahun.
1860 : Tuanku Tambusai pindah ke Rimbo Mahato dan mendirikan Mandersa sambil pengajian di
pinggir Sungai Putih. Karena Sungai Barumun tidak bisa dimanfaatkan untuk hubungan ke luar
dan lalu lintas perdagangan. Belanda sudah mendirikan Bivak di Pulau Kopiah di mulut/muara
Sungai Barumun.
1839 - 1860 : Pasukan Tuanku Tambusai turut memperkuat Pasukan Kesultanan Panai terhadap penyerangan
serdadu Belanda ke Labuhanbilik. Walaupun yang menyerang Kesultanan Panai di Labuhanbilik
itu disebut Bajaklaut. Itu hanya politik Belanda untuk meghindari campur tangan Inggiris.
1840 : Tuanku Tambusai mengikat perjanjian dengan Inggiris dan Sultan Siak Sri Indrapura. Untuk
perjanjian ini Tuanku Tambusai pernah pergi ke Inggiris secara rahasia. Yang di dalam turi-
turian ni Datuk Tuongku Aji Malim Leman yang dibuat Tuanku Tambusai disebut Na Sumolom
Laut Jabarullah.
Laut Jabarullah = Laut Gibraltar.
1843 : Akibat dari perjanjian ini Inggiris mengusir Belanda dari Padanglawas dan Kampar.
Belanda meninggalkan Padanglawas dan Kampar dengan ketentuan:
1. Pemerintah Belanda diizinkan oleh Pemerintah Inggiris merebut Kesultanan Aceh. Hal mana
belum diizinkan pada London Cobvention tahun 1814 serta pada London Tractat pada
tahun 1824.
2. Dengan syarat bahwa: Daerah Pengaliran Sungai siak serta Daerah Pengaliran Sungai
Rokan, merupakan Sphere Of interest Pemerintah Inggiris!!
Setelah Belanda meninggalkan Padanglawas dan Kampar Tuanku Tambusai bebas menyusun
kekuatan untuk melawan Belanda. Beliau mendirikan Benteng di Gunung Tinggi. Mempersiapkan
Patuan Nan lobi menjadi Panglima Perang Padanglawas yang di rencanakan itu.
Pertempuran itu nantinya akan dicampuri Inggiris dan dengan demikian maksud Inggiris
mencaplok untuk menyatukan Daerah Aliran Sungai Siak dan Rokan ke Malaya di bawah
kekuasaan Inggiris terkabul.
Pada tahun 1843 meninggalkan Padanglawas dan Kampar secara resmi. Tetapi secara diam-diam
Belanda melaga Raja-Raja ini di Padanglawas dan serdadunya mencampuri membantu Raja yang
pro kepada Belanda.
Yang menurut istilah Muhammad said Sejarawan Sumatera Utara: Belanda keluar dari pintu muka,
tetapi masuk dari pintu belakang.
1871 - 1879 : Perang Padanglawas
Perang antara Pasukan Tuanku Tambusai yang dibantu anggota Pasukan dari Raja-Raja di
Padanglawas melawan Pasukan khusus Belanda yang didatangkan dari Batavia yang diperkuat
serdadu Belanda yang ada di Bengkalis. Labuhanbilik, Tanjung Kopiah, Tanjungbalai dan
Labuhanbatu. Dari sebelah Barat turut pula menyerang Gunung Tinggi dari Padangsidempuan
dan serdadu Belanda dari Padang.
: Belanda tidak mau mengkaitkan Perang Padanglawas ini dengan Tuanku Tambusai dan
Padanglawas. Karena Belanda mengetahui Inggiris akan turut campur. Belanda mengetahui ada
perjanjian Inggiris dan Tuanku Tambusai demikian.
Dengan alasan itu pula maka Belanda sengaja memperkecil arti dari Perang tersebut. Mereka
hanya menyebut Ekspedisi Militer Belanda untuk menangkap Yang Dipertuan Nan Lobeh (Raja
Lobi Raja Gunungtinggi) yang berani menghina Pemerintah Belanda.
Demikian laporan Pemerintah Kolonial Belanda pada Tweede Kamer karena banyaknya pasukan
Belanda yang mati dalam pertempuran itu. Dalam Kolonial Verslag tahun 1872 itu juga diakui di
samping raja Gunungtinggi masih ada turut Raja-Raja lain melawan Belanda.
Yang menghandle penyerangan ke Gunungtinggi adalah Pemerintah Kolonial Belanda dari
sebelah Timur bukan Pemerintah Kolonial Belanda Bagian Barat yang berpusat di Padang.
Demikian juga jalan yang ditempuh melalui Sungai Bilah bukan melalui Sungai Berumun.
Begitupun istilah yang dipakai Perang Bilah, Perang Raja Bilah atau Perang Raja Lobi atau perang
Pertuan Nan Lobeh. Itu semua adalah politik Belanda untuk memperkecilkan perang tersebut
dan menghindarkan keterkaitan Tuanku Tambusai dan Padanglawas. Supaya Inggiris jangan ikut
campur.
Lamanya perang masih berlangsung 7 tahun lagi setelah Patuan Nan Lobi ditangkap Belanda,
juga membuktikan kebohongan Belanda yang menyebut ekspedisi militer Belanda itu hanya
untuk menangkap Pertuan Nan Lobeh (Patuan nana Lobi).
1880 - 1892 : Setelah Belanda memadamkan perlawanan Tuanku Tambusai kekuatan Tuanku Tambusai hancur
lebur di Perang Padanglawas itu. Belanda telah menguasai Padanglawas dan
Kampar sepenuhnya. Tidak ada lagi tempat untuk menyusun perlawanan terhadap Belanda di
Padanglawas.
Atas persetujuan Inggiris Tuanku Tambusai menyusun kekuatan di Malaysia.
Raja Asal anak dari Tuanku Lelo yang mendirikan Padangsidempuan dan Ja Paruhum dari
Hasahatan adik moyang Penulis dihubungi dan mereka bentuklah di sana Kontingen Mandailing.
: Ja Paruhum dan Ja Barumun adalah adik Raja Hasahatan yang membawa pasukan ke
Gunungtinggi melawan Belanda. Sebagai bantuan dari Raja-Raja Hasibuan dari Barumun dan
Sosa.
Setelah Kontingen Mandailing dibentuk Tuanku Tambusai di Malaysia Tuanku Tambusai kembali
ke Langkat. Di Malaysia beliau membuat kuburan palsu untuk megelabui Belanda sebutlah untuk
menghilangkan jejak.
Setelah Tuanku Tambusai kembali ke Besilam Inggiris ingin mencoba pasukan yang dibentuk
Tuanku Tambusai itu sebelum didrop ke Padanglawas.
Pada Perang Pahang Kontingen Mandailing berhasil memadamkan pemberontakan yang ada di
sana. Tetapi pada Perang Selangor Kontingen Mandailing habis dibubur Pasukan Cina yang
menyemut banyaknya itu, di Bukit Petaling.
Tengku Kuddin meminta bantuan Cina dan menjanjikan kalau dia menjadi Sultan di Selangor
akan memberi Lumbong Timah yang ada di Selangor kepada Toke Cina yang membantu dia itu.
Pada waktu itu harga timah sangat tinggi, karena itu jadi rebutan.
7. LOKASI KUBURAN
Kuburan Tuanku Tambusai ada 7 (tujuh) tempat yang diketahui. Bukan tidak mungkin masih ada lagi yang
tidak diketahui. Sebab demikianlah Tuanku Tambusai berusaha menghilangkan jejak dari pengejaran
Belanda yang berkuasa.
Dari ketujuh kuburan tersebut tentunya hanya satu kuburan yang benar. Kuburan Tuanku Tambusai yang
benar berlokasi di Besilam (Babussalam) Langkat.
Kuburan palsu yang enam lagi tersebar sampai ke Malaysia di tempat-tempat beliau pernah berdomisili.
Terkecuali kuburannya yang terdapat di Pagaranbira, Kecamatan Sosopan Kabupaten Tapanuli Selatan.
Kuburan Palsu yang di Pagaranbira itu dibuat Tuanku Tambusai sebagai tonggak pemisah. Pemisah
antara beliau berjuang melawan Penjajah Belanda atas nama Padri dan berjuang melawan Penjajah Belanda atas
nama sendiri sebagai orang Batak.
Di bekas pertempuran melawan Belanda di Pagaranbira itulah semua yang berbau Minang dibuangnya.
Seperti jabatannya Sri Pengampu kekuasaan Tertinggi Padri dibuat Tuanku Tambusai menjadi nama
sungai di situ.
Sri Pengampu dalam bahasa Batak Sori Mangampu. Menjadi nama sungai yang mengalir dekat kuburan istrinya
Aek Sori Mangampu dikenal orang sampai sekarang. Nama beliau Tuanku Tambusai dikuburkannya di situ dekat
kuburan istrinya Srikandi Nan Duri Batang Sosa. Sejak itu beliau bernama Ompu Baleo.
Kuburan itulah dibuatnya sebagai batas pemisah. Batas pemisah dalam bahasa Minangkabau adalah Jirek.
Batas pemisah antara manusia hidup dan mati adalah kuburan. Sehingga orang Minang ada juga
mengertikan jirek itu dengan kuburan.
Jirek dibahasa Batakkan menjadi Jiret. Sehingga kuburan Palsu yang pertama di Pagaranbira itu dikenal
kuburan na di di Jiret an.
Kuburan Palsu lainnya terdapat di Siborna, Sipagabu, Maranti Mangadop (Rimbo Mahato), Tanah Putih
dan Malaysia.
Kelima lokasi kuburan Tuanku Tambusai tersebut adalah tempat di mana beliau pernah berdomisili.
Herannya semua kuburan beliau itu baik yang benar maupun yang palsu dikeramatkan orang.
Benar sekali ramalan beliau yang disebutnya beliau adalah "Manusia Na Sati Mangolu Na Kiramat Mate".
Orang yang penuh wibawa semasa hidup yang dikiramatkan orang setelah mati.
Itulah Tuanku Tambusai alias Syekh Abd. Wahab Rokan Alkhalidi Naqsyabandi bukan saja Pahlawan
Manusia, tetapi juga Pahlawan di mata Tuhan (Aulia). Karena menerima Anugerah Keistimewaan Luar
Biasa dari Tuhan.
OLEH: IR. L. P. HASIBUAN
1816 - 1818 : Dari benteng Daressalam (Daludalu), beliau mengislamkan masyarakat Batak sebelah Timur, dari
Sungai Rokan sampai ke Sungai Asahan secara massaal.
1818 - 1821 : Menjadi Duta Gerakan Wahabi Minangkabau kepada Gerakan Wahabi di Arabia, menggantikan
Tuanku Tinaro yang meninggal dalam perjalanan sewaktu menuju ke Arabia.
Berbulan-bulan Tuanku Tambusai mengikuti keluarga Saudi di bawah pimpinan Faisal Ibnu Saud,
putra dari Abdullah Ibnu Saud yang pada tahun 1816 dipancung Tentera Turky di Stambul.
Pengalaman bergerilya bersama Faisal Ibnu Saud di Gurun Nesyed/ Hadramaut melawan tentera
Turky inilah yang telah membentuk kekerasan hati Tuanku Tambusai untuk terus bergerilya
mengusir Penjajah Belanda.
1821 - 1837 : Sekembalinya dari Arabia Benteng Bonjol sudah dikepung Belanda. Bantuan dari Masyarakat
Masyarakat Minangkabau sudah putus tidak bisa diharapkan lagi, karena semua sudah dikuasai
Belanda.
Dalam mengepung Benteng Bonjol, Belanda telah mendirikan Benteng Fort de Kockn di
Bukittinggi. Fort van der Capellen di Batusangkar, Benteng Penyerangan dari Lubuksikaping
dan Pakantan dan lain-lain.
Tuanku Tambusai mendirikan Mandersa di Siborna yang dikenal sampai sekarang Padang
Mandersa di dekat Mondang (Mondang Baru).
Dari Benteng Daressalam Tuanku Tambusai menyerang Fort van der Capellen dan iring-iringan
serdadu Belanda antara Fort van der Capellen yang bergerak ke Benteng Bonjol.
Dari Padang Mandersa Siborna Pasukan Tuanku Tambusai bergerak melalui Sopodua di Bukit
Barisan menghadang iringan serdadu Belanda yang bergerak dari Pakantan menuju Benteng
Bonjol. Malahan Benteng BElanda di Pakantan juga diserang Pasukan Tuanku Tambusai kalau
serdadu Belanda telah terkumpul mengepung Bonjol.
: Sehingga rencana Belanda menyerang Benteng Bonjol buyar sekali. Demikian taktik yang
dibuat Tuanku Tambusai, sehingga Benteng Bonjol dapat bertahan 15 tahun dalam kepungan
ketat serdadu Belanda dan Benteng Bonjol telah terisolasi dari masyarakat Minangkabau.
Kekuatan Pasukan Tuanku Tambusai hanya mampu menyerang "hit and run", tetapi betul-betul
menyusahkan serdadu Belanda.
Dari Padang Madersa Siborna ini juga bahan makan ke Benteng Bonjol yang sudah terkepung
disuply. Melalui poa Pinarik - Bukit Barisan - Bonjol, yang berjarak 1 (satu) hari perjalanan.
Seperti beras, daging saleh, ikan saleh. bahkan juga pasukan dikirim ke Benteng Bonjol
tersebut.
Tempat latihan pasukan yang dikirim itu di Padang Pangasaan dekat Siborna. Tugas pengiriman
bahan makanan ke Bonjol dan merekrut anggota pasukan diserahkan kepada isternya Tuanku
Tambusai bernama Nan Duri Batang Sosa. Tempat mengawasi jalannya latihan perang-perangan
itu dikenal orang Tor Panoduran sampai sekarang.
1838 : Belanda masuk melalui Tangga Begu menyerang Pasukan Tuanku Tambusai di Padanglawas.
Tangga Begu terletak antara Mandailing dan Padanglawas di Bukit Barisan. Tempat yang curam
di sana berupa tangga dan karena dilewati serdadu Belanda disebut Tuanku Tambusai Tangga
Begu. Tuanku Tambusai menyebut Belanda adalah Begu.
Anggota Pasukan Tuanku Tambusai habis dibunuhi serdadu Belanda dalam pertempuran ini
"Suang Songon Na Mangarabi Bira", kata Tuanku Tambusai. Istrinya yang tercinta Srikandi Nan
Duri Batang Sosa turut gugur dalam pertempuran ini. Tempat pertempuran ini diberi Tuanku
Tambusai namanya Pagaran Bira. Pagar Bira (keladi) yang tidak bisa diharapkan sebagai pagar
(handang).
Dari Pagaran Bira Belanda menyerang anggota Pasukan Tuanku Tambusai yang mundur ke
Siborna.
Di Siborna juga terjadi pertempuran habis-habisan. Alat persenjataan yang jauh lebih unggul
dari unggul dari alat persenjataan yang dimiliki Pasukan Tuanku Tambusai dapat menundukkan
semangat yang begitu berapi-api. Maleu kata Tuanku Tambusai.
: Setelah serdadu Belanda memukul Pasukan Tuanku dan membakar Mandersanya di Mondang
Baru, serdadu Belanda bergerak menyerang Benteng Daressalam di Daludalu. Perlawanan yang
begitu gigih dari anggota pasukan Tuanku Tambusai tidak mempan kepada kekuatan serdadu
Belanda yang begitu besar dan ampuh. Kekuatan serdadu Belanda yang mengepung Benteng
Bonjol ditambah serdadu Belanda dari Pakantan, Benteng Lubuksikaping dan lain-lain semua
dikerahkan menyerang Pasukan Tuanku Tambusai.
Serdadu Belanda dari Benteng Fort van der Capellen dan Fort de Kokn turut mengepung
Benteng Daressalam dari arah Selatan. Benteng Daressalam habis dibubur meriam-meriam
Belanda. Benteng Daressalam dibumi hangus serdadu Belanda maka habislah pertahanan
perlawanan Pasukan Padri yang terakhir pada tahun 1838.
1839 : Setelah Mandersa di Padang Mandersa Siborna dan Benteng Daressalam di Daludalu dibumi-
hangus Belanda; Tuanku Tambusai mendirikan Mandersa di Sipagabu. Sampai sekarang dikenal
orang tempat Mandersanya itu Padang Mandersa ni Baleo i di Sipagabu. Tuanku Tambusai
bermukim di sini lebih kurang 21 tahun.
1860 : Tuanku Tambusai pindah ke Rimbo Mahato dan mendirikan Mandersa sambil pengajian di
pinggir Sungai Putih. Karena Sungai Barumun tidak bisa dimanfaatkan untuk hubungan ke luar
dan lalu lintas perdagangan. Belanda sudah mendirikan Bivak di Pulau Kopiah di mulut/muara
Sungai Barumun.
1839 - 1860 : Pasukan Tuanku Tambusai turut memperkuat Pasukan Kesultanan Panai terhadap penyerangan
serdadu Belanda ke Labuhanbilik. Walaupun yang menyerang Kesultanan Panai di Labuhanbilik
itu disebut Bajaklaut. Itu hanya politik Belanda untuk meghindari campur tangan Inggiris.
1840 : Tuanku Tambusai mengikat perjanjian dengan Inggiris dan Sultan Siak Sri Indrapura. Untuk
perjanjian ini Tuanku Tambusai pernah pergi ke Inggiris secara rahasia. Yang di dalam turi-
turian ni Datuk Tuongku Aji Malim Leman yang dibuat Tuanku Tambusai disebut Na Sumolom
Laut Jabarullah.
Laut Jabarullah = Laut Gibraltar.
1843 : Akibat dari perjanjian ini Inggiris mengusir Belanda dari Padanglawas dan Kampar.
Belanda meninggalkan Padanglawas dan Kampar dengan ketentuan:
1. Pemerintah Belanda diizinkan oleh Pemerintah Inggiris merebut Kesultanan Aceh. Hal mana
belum diizinkan pada London Cobvention tahun 1814 serta pada London Tractat pada
tahun 1824.
2. Dengan syarat bahwa: Daerah Pengaliran Sungai siak serta Daerah Pengaliran Sungai
Rokan, merupakan Sphere Of interest Pemerintah Inggiris!!
Setelah Belanda meninggalkan Padanglawas dan Kampar Tuanku Tambusai bebas menyusun
kekuatan untuk melawan Belanda. Beliau mendirikan Benteng di Gunung Tinggi. Mempersiapkan
Patuan Nan lobi menjadi Panglima Perang Padanglawas yang di rencanakan itu.
Pertempuran itu nantinya akan dicampuri Inggiris dan dengan demikian maksud Inggiris
mencaplok untuk menyatukan Daerah Aliran Sungai Siak dan Rokan ke Malaya di bawah
kekuasaan Inggiris terkabul.
Pada tahun 1843 meninggalkan Padanglawas dan Kampar secara resmi. Tetapi secara diam-diam
Belanda melaga Raja-Raja ini di Padanglawas dan serdadunya mencampuri membantu Raja yang
pro kepada Belanda.
Yang menurut istilah Muhammad said Sejarawan Sumatera Utara: Belanda keluar dari pintu muka,
tetapi masuk dari pintu belakang.
1871 - 1879 : Perang Padanglawas
Perang antara Pasukan Tuanku Tambusai yang dibantu anggota Pasukan dari Raja-Raja di
Padanglawas melawan Pasukan khusus Belanda yang didatangkan dari Batavia yang diperkuat
serdadu Belanda yang ada di Bengkalis. Labuhanbilik, Tanjung Kopiah, Tanjungbalai dan
Labuhanbatu. Dari sebelah Barat turut pula menyerang Gunung Tinggi dari Padangsidempuan
dan serdadu Belanda dari Padang.
: Belanda tidak mau mengkaitkan Perang Padanglawas ini dengan Tuanku Tambusai dan
Padanglawas. Karena Belanda mengetahui Inggiris akan turut campur. Belanda mengetahui ada
perjanjian Inggiris dan Tuanku Tambusai demikian.
Dengan alasan itu pula maka Belanda sengaja memperkecil arti dari Perang tersebut. Mereka
hanya menyebut Ekspedisi Militer Belanda untuk menangkap Yang Dipertuan Nan Lobeh (Raja
Lobi Raja Gunungtinggi) yang berani menghina Pemerintah Belanda.
Demikian laporan Pemerintah Kolonial Belanda pada Tweede Kamer karena banyaknya pasukan
Belanda yang mati dalam pertempuran itu. Dalam Kolonial Verslag tahun 1872 itu juga diakui di
samping raja Gunungtinggi masih ada turut Raja-Raja lain melawan Belanda.
Yang menghandle penyerangan ke Gunungtinggi adalah Pemerintah Kolonial Belanda dari
sebelah Timur bukan Pemerintah Kolonial Belanda Bagian Barat yang berpusat di Padang.
Demikian juga jalan yang ditempuh melalui Sungai Bilah bukan melalui Sungai Berumun.
Begitupun istilah yang dipakai Perang Bilah, Perang Raja Bilah atau Perang Raja Lobi atau perang
Pertuan Nan Lobeh. Itu semua adalah politik Belanda untuk memperkecilkan perang tersebut
dan menghindarkan keterkaitan Tuanku Tambusai dan Padanglawas. Supaya Inggiris jangan ikut
campur.
Lamanya perang masih berlangsung 7 tahun lagi setelah Patuan Nan Lobi ditangkap Belanda,
juga membuktikan kebohongan Belanda yang menyebut ekspedisi militer Belanda itu hanya
untuk menangkap Pertuan Nan Lobeh (Patuan nana Lobi).
1880 - 1892 : Setelah Belanda memadamkan perlawanan Tuanku Tambusai kekuatan Tuanku Tambusai hancur
lebur di Perang Padanglawas itu. Belanda telah menguasai Padanglawas dan
Kampar sepenuhnya. Tidak ada lagi tempat untuk menyusun perlawanan terhadap Belanda di
Padanglawas.
Atas persetujuan Inggiris Tuanku Tambusai menyusun kekuatan di Malaysia.
Raja Asal anak dari Tuanku Lelo yang mendirikan Padangsidempuan dan Ja Paruhum dari
Hasahatan adik moyang Penulis dihubungi dan mereka bentuklah di sana Kontingen Mandailing.
: Ja Paruhum dan Ja Barumun adalah adik Raja Hasahatan yang membawa pasukan ke
Gunungtinggi melawan Belanda. Sebagai bantuan dari Raja-Raja Hasibuan dari Barumun dan
Sosa.
Setelah Kontingen Mandailing dibentuk Tuanku Tambusai di Malaysia Tuanku Tambusai kembali
ke Langkat. Di Malaysia beliau membuat kuburan palsu untuk megelabui Belanda sebutlah untuk
menghilangkan jejak.
Setelah Tuanku Tambusai kembali ke Besilam Inggiris ingin mencoba pasukan yang dibentuk
Tuanku Tambusai itu sebelum didrop ke Padanglawas.
Pada Perang Pahang Kontingen Mandailing berhasil memadamkan pemberontakan yang ada di
sana. Tetapi pada Perang Selangor Kontingen Mandailing habis dibubur Pasukan Cina yang
menyemut banyaknya itu, di Bukit Petaling.
Tengku Kuddin meminta bantuan Cina dan menjanjikan kalau dia menjadi Sultan di Selangor
akan memberi Lumbong Timah yang ada di Selangor kepada Toke Cina yang membantu dia itu.
Pada waktu itu harga timah sangat tinggi, karena itu jadi rebutan.
7. LOKASI KUBURAN
Kuburan Tuanku Tambusai ada 7 (tujuh) tempat yang diketahui. Bukan tidak mungkin masih ada lagi yang
tidak diketahui. Sebab demikianlah Tuanku Tambusai berusaha menghilangkan jejak dari pengejaran
Belanda yang berkuasa.
Dari ketujuh kuburan tersebut tentunya hanya satu kuburan yang benar. Kuburan Tuanku Tambusai yang
benar berlokasi di Besilam (Babussalam) Langkat.
Kuburan palsu yang enam lagi tersebar sampai ke Malaysia di tempat-tempat beliau pernah berdomisili.
Terkecuali kuburannya yang terdapat di Pagaranbira, Kecamatan Sosopan Kabupaten Tapanuli Selatan.
Kuburan Palsu yang di Pagaranbira itu dibuat Tuanku Tambusai sebagai tonggak pemisah. Pemisah
antara beliau berjuang melawan Penjajah Belanda atas nama Padri dan berjuang melawan Penjajah Belanda atas
nama sendiri sebagai orang Batak.
Di bekas pertempuran melawan Belanda di Pagaranbira itulah semua yang berbau Minang dibuangnya.
Seperti jabatannya Sri Pengampu kekuasaan Tertinggi Padri dibuat Tuanku Tambusai menjadi nama
sungai di situ.
Sri Pengampu dalam bahasa Batak Sori Mangampu. Menjadi nama sungai yang mengalir dekat kuburan istrinya
Aek Sori Mangampu dikenal orang sampai sekarang. Nama beliau Tuanku Tambusai dikuburkannya di situ dekat
kuburan istrinya Srikandi Nan Duri Batang Sosa. Sejak itu beliau bernama Ompu Baleo.
Kuburan itulah dibuatnya sebagai batas pemisah. Batas pemisah dalam bahasa Minangkabau adalah Jirek.
Batas pemisah antara manusia hidup dan mati adalah kuburan. Sehingga orang Minang ada juga
mengertikan jirek itu dengan kuburan.
Jirek dibahasa Batakkan menjadi Jiret. Sehingga kuburan Palsu yang pertama di Pagaranbira itu dikenal
kuburan na di di Jiret an.
Kuburan Palsu lainnya terdapat di Siborna, Sipagabu, Maranti Mangadop (Rimbo Mahato), Tanah Putih
dan Malaysia.
Kelima lokasi kuburan Tuanku Tambusai tersebut adalah tempat di mana beliau pernah berdomisili.
Herannya semua kuburan beliau itu baik yang benar maupun yang palsu dikeramatkan orang.
Benar sekali ramalan beliau yang disebutnya beliau adalah "Manusia Na Sati Mangolu Na Kiramat Mate".
Orang yang penuh wibawa semasa hidup yang dikiramatkan orang setelah mati.
Itulah Tuanku Tambusai alias Syekh Abd. Wahab Rokan Alkhalidi Naqsyabandi bukan saja Pahlawan
Manusia, tetapi juga Pahlawan di mata Tuhan (Aulia). Karena menerima Anugerah Keistimewaan Luar
Biasa dari Tuhan.
OLEH: IR. L. P. HASIBUAN
Sumber:
http://thegreatmandailing.weebly.com/riwayat-hidup-ringkas-tuanku-tembusai.html
No comments:
Post a Comment